Kisah Satu-satunya Perajin Genting Keripik di Poncosari Bantul, Setengah Abad Merawat Warisan
Pada dekade tahun 1965-an silam, dusun Polosiyo dan Gunturgeni di Kalurahan Poncosari, Sandakan, Kabupaten Bantul dikenal menjadi kampung
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Kurniatul Hidayah
Rohmad mengungkapkan, genting keripik, meksipun ketinggalan zaman memiliki keunggulan dibanding genting press.
Di antaranya, lebih ringan dan harga relatif terjangkau bagi masyarakat.
Harga satuan wuwung Rp 6.000, sementara genting keripik Rp 900 rupiah.
Ia biasa menjual dengan ketentuan Rp 900 ribu per-seribu genting keripik.
Setiap orang yang datang pesan genting, biasanya akan ditawari, mau diangkut sendiri atau diantar.
Baca juga: Sekda DIY : Setiap Wisatawan Yang Ingin Berkunjung ke Yogyakarta Wajib Bawa Hasil Rapid Test
Baca juga: Gugas Covid-19 Kulon Progo Bakal Bubarkan Kegiatan yang Timbulkan Kerumunan Saat Nataru
Jika memilih diantar maka tambah seratus ribu per-seribu genting untuk ongkos transportasi.
"Pesanan biasanya paling banyak dari Kulon Progo," ungkap dia.
Selain ringan dan harga yang murah, kelebihan lain dari genting keripik menurutnya lebih kuat dan tahan dari air.
"Jadi kalau dipakai, tidak ada yang bocor. Selama ini saya belum pernah menerima ada pelanggan yang komplain," kata Rohmad sembari menjelaskan, bahwa genting keripik kebanyakan dipakai untuk rumah tradisional, Joglo maupun rumah pribadi.
Sang Istri, Dalinem mengatakan, musim hujan adalah kendala bagi perajin genting.
Sebab, intensitas terik matahari berkurang. Sehingga cukup menyulitkan saat menjemur.
Namun demikian, bersama suami dan ibu mertua, musim hujan ini Dalinem tidak patah arang untuk terus memproduksi kerajinan genting keripik demi memenuhi target pesanan.
"Kalau tidak membuat. Tidak ada pemasukan. Sejauh ini pesanan masih ada dan cukup bagus," ucapnya. (Rif)