Warga Sumbermulyo Bantul Olah Sampah Plastik Jadi Bahan Bakar Minyak (BBM)
Namun, bagi warga padukuhan Siten dan Plumbungan, Desa Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul, sampah plastik justru bisa mendatangkan nilai
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Sampah plastik selama ini jadi masalah lingkungan yang seakan tidak pernah ada habisnya.
Butuh waktu ratusan tahun agar sampah tersebut dapat terurai.
Namun, bagi warga padukuhan Siten dan Plumbungan, Desa Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul, sampah plastik justru bisa mendatangkan nilai ekonomis.
Sebab, melalui teknologi Pirolisis mereka mengolah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak (BBM).
Alat pirolisis atau pengonversi sampah plastik menjadi bahan bakar minyak dikembangkan oleh Universitas Janabadra (UJB), bekerjasama dengan Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPTP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI).
Lalu, teknologi multi-manfaat itu digunakan oleh Bank Sampah Gerbang Pilah (dusun siten) dan Becik Resik (dusun Plumbungan).
Baca juga: Sebanyak 215 Desa Siap Terima Manfaat Danais Melalui Paniradya Kaistimewan DIY
Baca juga: Pemasangan Jaringan Fiber Optic Internet 380 Km Se-DIY Ditargetkan Selesai Akhir Tahun 2020
Peneliti Universitas Janabadra, Mochamad Syamsiro mengatakan, riset dan pengembangan alat konversi sampah plastik menjadi BBM dilakukan sudah cukup lama, sekitar 10 tahun.
Alat yang digunakan warga Sumbermulyo itu, menurutnya adalah generasi ke-III setelah melalui pelbagai penyempurnaan.
Sistem kerjanya menggunakan teknologi pirolisis, yaitu dekomposisi kimia bahan organik melalui proses pemanasan tanpa/atau sedikit oksigen reagen lainnya, di mana material mentah akan mengalami pemecahan struktur kimia menjadi fase gas.
"Sampah plastik dimasukan dalam reaktor kemudian dipanaskan dengan suhu tinggi, antara 300-500 derajat celcius. Dengan suhu itu, plastik akan meleleh menjadi cair kemudian menjadi uap gas," terang dia, saat menerima kunjungan DPR-RI, Gandung Pardiman di Bank Sampah Gerbang Pilah, dusun Siten, Sumbermulyo, Bantul, Senin (7/12/2020).
Uap gas tersebut, lanjut dia, kemudian keluar melalui cerobong tabung. Selanjutnya, didinginkan supaya memperoleh bahan bakar minyak.
"Jadi secara simpelnya, sampah plastik terbuat dari minyak bumi. Lalu kita kembalikan lagi menjadi minyak bumi, yaitu bahan bakar minyak," ujar Syamsiro, didampingi oleh tim manajemen dari UJB, Agus Mulyono dan Yavida Nurim.
Menurut dia, reaktor untuk mengolah sampah plastik memiliki kapasitas 30-50 kg dalam sekali pemanasan, dengan durasi waktu selama empat jam.
Dari jumlah sampah tersebut, akan menghasilkan BBM sebanyak 30-50 liter dengan residu 5 persen dan bisa diolah kembali.
Artinya, satu kilogram sampah plastik mampu dikonversikan menjadi satu liter BBM.
Bahan bakar tersebut, kata dia, sudah pernah diujicoba ke mesin diesel maupun sepeda motor dan berhasil.
Namun bagi warga setempat, bahan bakar minyak tersebut nantinya akan dimanfaatkan untuk menghidupkan kompor bersumbu, sebagai alternatif pengganti kompor gas.
Syamsiro menjelaskan, semua sampah plastik hampir semuanya bisa diolah. Mulai dari jenis polyEthylene seperti botol air mineral, maupun polypropylene seperti kemasan shampo, sabun, mainan anak-anak hingga polystyrene atau styarofoam.
Tiga jenis plastik tersebut menurutnya penyumbang 80 persen dari seluruh sampah plastik yang ada di Indonesia.
"Artinya sampah plastik tiga janis itu yang paling dominan," ucapnya.
Ketua Bank Sampah Gerbang Pilah (gerakan pembangunan peduli lingkungan hidup), dusun Siten, Suratno mengaku senang dengan adanya mesin konversi tersebut.
Sebab, dapat mengurangi residu sampah plastik yang tidak laku dijual. Menurutnya, dalam sehari ada sekitar 500 kilogram sampah yang masuk ke bank sampah.
Dari jumlah tersebut setelah dipilah ada 50 kilogram sampah plastik yang tidak laku terjual.
Sampah plastik yang tidak laku itu dikumpulkan dan biasanya akan dibawa ke TPST Piyungan.
"Satu kali angkut ke Piyungan Rp 400 ribu/truk. Sebulan bisa 2-3 kali angkut," kata dia.
Hal itu berbeda dengan adanya mesin konversi. Suratno mengaku dapat berhemat Rp 1,2 juta.
Sebab, sampah plastik yang seharusnya dibuang ke TPST Piyungan ternyata dapat diolah mandiri.
Bahkan, dapat menghasilkan nilai ekonomis berupa BBM.
"Jadi, ini sangat membantu sekali," ucapnya.
Perlu Dikembangkan
Anggota DPR-RI, Gandung Pardiman menilai, mesin konversi sampah plastik menjadi BBM tersebut memiliki multi-manfaat.
Yaitu dapat mengurangi beban sampah plastik yang dapat merusak lingkungan. Kemudian, dapat menghasilkan nilai ekonomis bagi masyarakat dengan BBM.
Karenanya, alat tersebut menurut dia perlu ditumbuh kembangkan.
"Kita ingin galakan bukan cuma disini, tetapi dilapisan masyarakat," ucapnya.
Pihaknya mengaku menyambut baik, upaya Universitas Janabrada yang sudah mengembangkan alat pengolah sampah plastik menjadi BBM.
Sebab, plastik menjadi sampah yang sulit terurai bagi tanah.
Dengan adanya alat tersebut dapat meringankan masyarakat.
Hal itu, selaras dengan salah satu pilar tri dharma perguruan tinggi, yaitu pengabdian kepada masyarakat.
Gandung mengaku mengapresiasi. Salah satu wujud nyatanya dengan memberikan bantuan dengan total Rp-100 juta.
Baca juga: UNIK, Warga Gunungkidul Berhasil Jadikan Limbah Kayu sebagai Media Lukis Bernilai Ekonomis
Baca juga: GIPI DIY : Kesiapan Prokes Industri Wisata Yogyakarta Pada Libur Akhir Tahun Capai 90 Persen
Masing-masing Rp 50 juta diberikan kepada Bank Sampah Gerbang Pilah dan Resik Becik.
Ke depan, politisi partai Golkar itu berharap agar alat tersebut tidak hanya ada di dua dusun, Plumbungan dan Siten saja.
Melainkan ada di-seluruh dusun di Bantul. Tujuannya untuk mengurangi beban sampah plastik dimasyarakat.
Bahkan, Gandung mengaku akan mengkaji dan diskusi, bagaimana alat tersebut bisa diterapkan di TPST Piyungan.
Tentunya dengan skala yang lebih besar.
Sebab, tempat pembuangan sampah terpadu di Piyungan menurutnya sudah hampir over kapasitas.
Ia membayangkan, apabila bisa diterapkan dengan baik di TPST Piyungan maka disana bisa saja menjadi kilang minyak.
"Alat ini bagus sekali, akan kita kaji dan diskusi mendalam. Agar supaya mencari jalan keluar terbaik (di TPST Piyungan)," kata dia. (rif)