Epidemiolog UGM : Pembelajaran Tatap Muka Perlu Protokol Kesehatan Tambahan

Epidemiolog UGM : Pembelajaran Tatap Muka Perlu Protokol Kesehatan Tambahan

Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM / Ahmad Syarifudin
Siswa SMKN 1 Pundong melakukan pembelajaran tatap muka terbatas mata pelajaran produktif di sekolah, Senin (30/11/2020) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Epidemiolog UGM, Bayu Satria Wiratama mengungkapkan sebelum memulai pembelajaran tatap muka di sekolah, seluruh pihak terkait harus merumuskan standar operasional prosedur (SOP) terlebih dahulu.

Hal itu perlu dilakukan untuk mengantisipasi penularan covid-19.

Menurut dia, keputusan untuk memulai pembelajaran tatap muka di sekolah perlu melibatkan sejumlah pihak, mulai dari Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan juga pakar epidemiologi.

Hal ini terutama diperlukan untuk membantu merumuskan langkah-langkah yang perlu diambil di masing-masing daerah, mulai dari asesmen kesiapan hingga manipulasi infrastruktur, karena pengambilan keputusan ini tidak cukup didasarkan pada zonasi risiko Covid-19.

“Zonasi kurang bagus akurasinya, perlu ditambah dengan parameter lain seperti positivity rate juga,” terangnya dalam rilis yang diterima Tribunjogja.com, Rabu (2/12/2020).

Positivity rate sendiri, lanjutnya, diharapkan berada di bawah angka 5%. Namun indikator ini perlu dilihat dari masing-masing daerah, bukan indikator secara nasional.

“Dan ini salah satunya selain jumlah yang di-tracing, juga jumlah kasus aktif, jumlah kasus baru, ketersediaan tempat tidur di rumah sakit, dan lainnya,” imbuh Bayu.

Baca juga: BREAKING NEWS : Seluruh Kapanewon di Sleman Masuk Zona Merah

Baca juga: BREAKING NEWS : Update COVID-19 DI Yogyakarta Hari Ini, Terjadi Penambahan 110 Kasus

Keputusan pemerintah memperbolehkan pembelajaran tatap muka pada Januari mendatang menurutnya dapat dikatakan belum tepat jika melihat dara Covid-19 di Indonesia secara umum saat ini.

Namun ia menyebut bahwa untuk dapat menakar kesiapan hal ini perlu dilihat dari kondisi di setiap provinsi, kabupaten, atau kota.

“Karena ada daerah yang memang kasusnya dari awal sedikit dan tergolong bagus, mungkin di situ bisa dipertimbangkan,” jelasnya.

Di samping protokol umum Covid-19 seperti menjaga jarak, mengenakan masker, dan mencuci tangan, Bayu memaparkan bahwa dalam konteks kegiatan belajar mengajar di sekolah diperlukan sejumlah protokol tambahan.

Protokol ini berupa pengawasan harian kondisi murid, guru dan orang tua murid, pengaturan jam kelas menjadi lebih pendek, pengaturan posisi duduk di kelas dan ruang guru, serta bagaimana memastikan setiap kelas memiliki ventilasi yang baik.

Ia menambahkan, perlu asesmen yang lebih detil untuk pembukaan sekolah pada jenjang SD dan jenjang pendidikan di bawahnya, karena lebih sulit untuk memastikan setiap siswa dapat tetap menerapkan protokol kesehatan.

Karenanya menurut Bayu perlu upaya lebih, mulai dari kesiapan guru, edukasi ke anak-anak untuk persiapan mengikuti pembelajaran tatap muka, pengawasan saat belajar, hingga pengaturan jam belajar.

“Anak usia SD ke bawah yang paling susah untuk menggunakan masker. Jadi tingkat kesulitannya memang lebih tinggi dibandingkan dengan SMP dan SMA.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved