Wawancara Eksklusif

WAWANCARA EKSKLUSIF : Upaya PHRI DIY Bertahan di Tengah Pandemi Covid-19

Berbagai upaya telah dilakukan oleh PHRI agar industri yang merupakan turunan dari sektor pariwisata ini dapat kembali bergeliat

Penulis: Santo Ari | Editor: Kurniatul Hidayah
Tribunjogja/ Santo Ari
Ketua PHRI DIY Deddy Pranowo Eryono 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) merupakan asosiasi yang menghimpun para pengusaha hotel dan restoran, terdapat di 34 provinsi di mana yang terbaru berada di Kalimantan Utara.  

PHRI menghimpun anggotanya selaku industri agar mudah mengakses informasi dari pemerintah maupun dari asosiasi.

Termasuk berkoordinasi untuk kepentingan strategi pemasaran, promosi, maupun pengelolaannya.

PHRI DIY yang diketuai oleh Deddy Pranowo Eryono kini tengah merasakan dampak dari pandemi Covid-19.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh PHRI agar industri yang merupakan turunan dari sektor pariwisata ini dapat kembali bergeliat dan membantu mendorong perekonomian DIY.

Berikut adalah wawancara eksklusif Tribun Jogja bersama Ketua PHRI DIy Deddy Pranowo Eryono membahas mengenai upaya industri perhotelan di Yogyakarta bertahan di tengah pandemi.

Baca juga: BREAKING NEWS : Sri Sultan HB X Perpanjang Status Tanggap Darurat Covid-19 Hingga Akhir Tahun

Baca juga: Bara Arang Merembet ke Dinding, Rumah Warga Gedangsari Gunungkidul Habis Terbakar

Apa dampak dari Covid-19 yang dirasakan oleh PHRI?

PHRI sangat terdampak dengan adanya pandemi, karena hotel dan restoran berhubungan dengan pergerakan manusia dan berhubungan dengan kerumunan.

Pada Maret kemarin pandemi ini berimbas ke Yogya. Otomatis reservasi bulan Maret-Desember, close atau drop. Kami tidak punya tamu dan dengan kesadaran sendiri banyak hotel dan restoran yang tutup.

Walaupun saat itu ada setidaknya 20 hotel dan restoran yang tetap buka, tapi kita menyarankan ada protokol kesehatan.

Terkait dengan protokol kesehatan, bagaimana penerapannya di PHRI?

Saat itu BPP PHRI Pusat berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan BNPB lalu mengeluarkan protokol kesehatan untuk hotel dan restoran. Dengan pedoman itu, kami berani mengizinkan mereka buka dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

Berkembang sampai saat ini sudah ada 174 hotel restoran yang tergabung di PHRI telah beroperasi dengan menerapkan protokol kesehatan.

Dibukanya ini berhubungan dengan cash flow keuangan, karena harus menyediakan sarana prasarana seperti thermo gun, tempat cuci tangan, hand sanitizer, alat pelindung diri untuk karyawan dan disinfektan. Yang paling tinggi cost-nya desinfektan.

Di adaptasi kebiasaan baru, kami dengan Dinas Pariwisata meluncurkan Plesiran Jogja dengan Pranatan Anyar.

Dari sana kami melakukan edukasi dan monev dengan melakukan verifikasi bersama pemerintah daerah, kabupaten dan kota. Kemudian ada sertifikasi CHSE (Clean, Healthy, Safety, Environment) dari Kementerian Pariwisata.

Sertifikasi ini diperlukan karena kami ingin menggaungkan ke nasional dan internasional bahwa kami siap melayani tamu dengan bersih, sehat, nyaman dan peduli lingkungan.

Saat ini sudah ada 142 hotel restoran yang sudah terverifikasi, sisa dari mereka baru sedang antre untuk proses verifikasi. Kami merasa bangga, banyak pelaku usaha yang sadar dengan pentingnya penerapan protokol kesehatan.

Saat ini perusahaan swasta maupun pemerintah juga membutuhkan kepastian keamanan dan kenyamanan melalui sertifikasi tersebut.

Ini dibutuhkan untuk jaminan kesehatan, keamanan dan kenyamanan event di hotel-hotel. Harapannya, langkah ini juga sebagai branding di DIY bahwa hotel dan restoran di sini betul-betul menerapkan protokol kesehatan.  

Baca juga: BPPTKG : Hal Ini Menunjukkan Mendekatnya Waktu Erupsi Gunung Merapi

Baca juga: Aplikasi SI MONAS Bakal Diperluas di Empat Provinsi

Bagaimana tingkat kunjungan setelah penerapan protokol kesehatan?

Saat ini tingkat kunjungannya belum sesuai yang diharapkan. Memang, tingkat okupansi sudah naik dibanding bulan-bulan lalu. namun demikian kita masih tersengal-sengal.

Karena sembilan bulan itu tidak sedikit kita mengeluarkan uang untuk membayar karyawan, listrik dan operasional yang lain. Sementara pemasukan belum bisa menutup itu terutama hotel bintang tiga ke bawah. Tapi paling tidak, kami bisa mengurangi kerugian.

Kami berharap, jangan ada lagi klaster baru di hotel restoran, Sampai saat ini belum ada di DIY. Kami selalu menjaga, jangan sampai kita terkapar ekonominya dan terpapar kesehatannya.

Apakah libur panjang dapat membantu peningkatan okupansi?

Kalau ada long weekend otomatis kenaikan okupansinya juga tajam. Liburan panjang akhir Oktober kemarin terjadi peningkatan okupansi di seluruh DIY, yaitu rata-rata 85 persen dari 70 persen kamar yang dibuka.  

Namun saat ini dengan adanya isu kenaikan kasus dan kondisi Gunung Merapi, membuat tingkat okupansi kembali turun. Jadi saya kira situasi pandemi dan Gunung Merapi sangat mempengaruhi kondisi pariwisata di DIY.

Namun kami ingin meluruskan bahwa Gunung Merapi berbahaya di skala 5 kilometer dari puncaknya. Dan masih banyak hotel restoran yang berjarak sangat jauh dari Gunung Merapi.  

Sementara terkait kasus Covid-19, saya kira semua daerah mengalami kenaikan, yang terpenting adalah bagaimana kita menerapkan protokol kesehatan dengan baik, disiplin dan ketat, baik bagi PHRI, wisatawan dan masyarakat.

Jangan sampai pariwisata menjadi kambing hitam dengan adanya penambahan jumlah Covid-19.  

Bagaimana tanggapan bapak terkait rencana pemerintah memperpendek libur panjang akhir tahun ini?  

Kami berharap tidak ada pemotongan libur panjang. Tapi yang paling penting adalah sebagai pelaku pariwisata, penerapan protokol kesehatan harus dilaksanakan dengan ketat dan disiplin. Baik itu di hotel restoran maupun di obyek wisata maupun tempat umum lainnya.

Kami berharap walaupun ada pemotongan libur, DIY menjadi pilihan untuk berwisata sehat aman dan nyaman.  

Baca juga: Kanwil Kemenkumham DI Yogyakarta Hadirkan Aplikasi SI MONAS Pantau Napi Asimilasi

Baca juga: Kepala Dinkes DI Yogyakarta : Staf Kami Meneteskan Air Mata, Pasien Masih Terkapar di IGD

Berita pemangkasan libur panjang itu membuat reservasi kita drop, yang kemarin reservasi di bulan Desember mencapai 60 persen, saat ini tinggal 30 persen. Namun kami masih optimis masih ada peningkatan reservasi lagi di hari H, harapannya akan sama saat libur panjang akhir Oktober kemarin.

Terlebih peluang untuk datang langsung ke hotel dan cek ini sangat besar. Karena DIY diuntungkan dengan tempatnya yang strategis. Ditambah dengan mudahnya akses jalan tol dari Jakarta, Jawa Timur maupun dari daerah.  

Himbauan ke masyarakat dan wisatawan yang akan berkunjung ke DIY?

Masyarakat dan wisatawan tidak perlu khawatir, tidak perlu takut dengan kondisi ini. Kami akan menjamin dan akan memberikan informasi yang valid terkait kondisi Gunung Merapi dan Covid-19 di DIY.

Banyak lokasi wisata yang bisa dikunjungi selain Gunung Merapi. Terlebih di Gunungkidul dan Bantul banyak pantai dan lokasi wisata alam yang juga sangat indah. Selain itu di Kulonprogo banyak muncul obyek wisata baru yang tak kalah cantik, terlebih di sana ada YIA yang jauh dari Gunung Merapi dan dapat memperlancar akses wisatawan untuk berkunjung ke DIY. (nto)  

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved