Pendidikan
Akademisi UGM Sarankan Pendekatan Kultural dan Dialog dalam Penanganan Kekerasan di Papua
Pendekatan keamanan secara tradisional seperti mengerahkan pasukan tak lagi jadi pilihan.
TRIBUNJOGJA.COM - Penelitian Universitas Gadjah Mada (UGM) menunjukkan sekitar 200 kasus kekerasan di Papua terjadi secara vertikal dan horizontal.
Jalan damai menjadi harapan semua pihak, termasuk generasi muda Papua.
Peneliti di Gugus Tugas Papua UGM, Gabriel Lele menjelaskan tim UGM menemukan 204 tindak kekerasan di Provinsi Papua dan Papua Barat selama 2010 sampai Mei 2020.
Kasus-kasus itu melibatkan warga masyarakat, aparat keamanan, dan KKB.
“Kami ingin memetakan kasus kekerasan di Papua polanya seperti apa. Konfliknya multidimensi. Tidak hanya secara vertikal, tapi tidak sedikit yang berupa kekerasan horizontal,” kata Gabriel saat dihubungi wartawan, Sabtu (28/11/2020) siang.
Baca juga: KKB Kelompok Egianus Kogoya Serang Pasukan TNI di Nduga Papua, Tiga Prajurit Terluka
Melalui penelusuran di lapangan dan riset media lokal, tim UGM menemukan sebagian besar kasus, yakni 118 kasus, dilakukan oleh KKB.
Adapun 42 kasus oleh warga, 28 kasus oleh TNI-Polri, dan 16 kasus oleh orang tak dikenal.
Semua kejadian itu mengakibatkan 1.869 orang menjadi korban.
Dari jumlah itu, 356 orang meninggal dunia yang sebagian besar, 250 orang, atau setara 70 persen adalah warga sipil.
Kematian juga dialami 46 personel TNI, 34 polisi, dan 26 anggota KKB.
Pada 2017, korban mencapai jumlah terbanyak yakni 635 orang.
Adapun pada 2019, korban jiwa mencapai angka tertinggi yakni 250 orang.
Sebagian besar daerah yang mengalami tindak kekerasan di wilayah pegunungan Papua, dengan kasus tertinggi di Kabupaten Puncak Jaya, Mimika, dan Nduga.
Riset UGM juga menunjukkan, 64 persen motif tindakan kekerasan terkait gerakan separatis.
Baca juga: KKB Diduga Tembaki Warga Sipil di Kabupaten Puncak Papua, Tewaskan Seorang Warga
Selain itu, ada motif politik pada 11 persen kasus, balas dendam 10 persen, pemerkosaan dan ekonomi masing-masing dua persen.