Orang Tua Anak Disabilitas Datangi DPRD DIY, Ungkap Ketimpangan Akses Pendidikan dan Lainnya
Beberapa penyintas disabilitas di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendatangi gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Beberapa penyintas disabilitas di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendatangi gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DIY, Jumat (27/11/2020).
Mereka membawa beberapa keluhan terkait pelayanan sosial yang diterima oleh penyintas disabilitas, mulai dari pelayanan kesehatan, pendidikan dan hal-hal lain.
Beberapa penyintas disabilitas tersebut tergabung di komunitas Wahana Keluarga Carebral Palcy (WKCP) Yogyakarta.
Kelompok WKCP tersebut merupakan sekumpulan orang tua yang menginginkan pelayanan sosial baik dari segi kesehatan maupun pelayanan umum lainnya.
Baca juga: Penatalaksanaan Nyeri Tulang Belakang Melalui Tindakan Endoscopy di RSUP Dr Sardjito
Baca juga: UPDATE Kondisi Gunung Merapi, Intensitas Gempa Meningkat Dibanding Minggu Lalu
Salah satunya Santi Warastuti yang saat ini memiliki anak bernama Fika Satikirana.
Semula anaknya terlahir normal.
Namun ketika usianya hampir sembilan tahun, Fika mengalami kelainan yang membuat sistem motorik halus dan kasarnya tidak berfungsi.
"Saat ini anak saya usianya 12 tahun dan tidak sekolah," katanya, di ruang rapat DPRD DIY.
Bukan tanpa sebab, dirinya tidak menyekolahkan anaknya tersebut.
Selain sibuk memikirkan terapi anaknya, dirinya menganggap beberapa instansi sekolah tidak ada yang mau menerima anaknya tersebut.
Tak hanya itu, selama pandemi Covid-19 sejak Maret hingga saat ini, anaknya terpaksa harus disetop untuk pengobatan terapi.
Alasan dokter, dari BPJS telat membayar iuran ke rumah sakit rujukan. Sehingga kartu jaminan kesehatannya tidak bisa diklaim di rumah sakit.
"Kemarin sempat disetop terapinya. Dokter bilang karena dari BPJS belum menyetor ke rumah sakit. Selama di setop, saya terapi home care," kata dia.
Biaya untuk sekali terapi, lanjut Santi, bisa mencapai Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu.
Sedangkan suaminya yang hanya seorang seniman dirasa tidak mencukupi lantaran saat pandemi Covid-19 penghasilannya tidak menentu.