Ki Geter Pramudji Tuai Pujian dari Penggemar Wayang Climen Ki Seno Nugroho

Dalang Ki Geter Pramuji Widodo menuai pujian dari para penggemar pergelaran wayang kulit dan fans almarhum Ki Seno Nugroho.

Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
Tribun Jogja/ Yudha Kristiawan
Suasana doa bersama memperingati meninggalnya Ki Seno Nugroho, Senin (9/11/2020) malam 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Dalang Ki Geter Pramuji Widodo menuai pujian dari para penggemar pergelaran wayang kulit dan fans almarhum Ki Seno Nugroho.

Pujian membanjir saat Ki Geter manggung secara penuh di pentas wayang climen, Selasa (17/11/2020). Pentas ini disiarkan secara langsung di channel You Tube Dalang Seno.

Pertunjukan wayang climen dipersembahkan dalam rangka HUT ke-90 Gereja Santa Maria Pengantara Rahmat Ilahi Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan.

Mengambil lakon Semar Mbangun Jiwo, pertunjukan ini oleh Ki Geter disebut sebagai pentas ulangan lakon serupa 1 November 2020.

Dalang Ki Seno Nugroho semasa hidup
Dalang Ki Seno Nugroho semasa hidup (IST)

Saat itu, almarhum Ki Seno Nugroho membawakan lakon sama dalam rangka HUT ke-90 Paroki Santo Petrus Pekalongan, Jawa Tengah.

Para penonton pentas wayang climen semalam lewat komentar di kolom percakapan live streaming, menyebut penampilan Ki Geter sangat tenang.

Jauh lebih baik, menarik, runtut, dan memiliki pesona ketimbang penampilan perdana Ki Geter pada 13 November 2020.

Baca juga: Aksi 3 Dalang Penerus Ki Seno Nugroho Tuai Pujian Penonton Siaran Langsung Wayang Climen

Saat itu Ki Geter membuka pentas tiga dalang Wargo Laras. Selain Ki Geter tampil mendalang Ni Elisha Orcarus Allaso dan Ki Kiswan Dwinawaeka.

Dari suara dan suluknya, penonton ada yang menyebutnya mirip gaya Ki Hadi Sugito dan Ki Narto Sabdo, dua dalang legendaris dari gaya Yogyakarta dan Surakarta.

Pentas wayang climen dari kediaman keluarga almarhum ki Seno Nugroho di Gayam, Argosari, Sedayu, Bantul, ditonton tak kurang 15.000 pemirsa di tiga channel yang menayangkannya secara langsung.

Lima pesinden Wargo Laras yang sudah dikenal luas penggemar wayang, menyemarakkan pentas. Mereka terdiri sinden Elisha Orcarus, Tatin, Agnes, Nety dan Prastiwi.

Elisha Orcarus Allaso akan ikut tampil dalam Wayang Climen Lanjutan Pentas Ki Seno Nugroho
Elisha Orcarus Allaso akan ikut tampil dalam Wayang Climen Lanjutan Pentas Ki Seno Nugroho (TRIBUNJOGJA.COM / Setya Krisna Sumargo)

Lakon Semar Mbangun Jiwo yang dibabar selama lebih kurang tiga jam pertunjukan, cerita yang sarat pesan etik moral, tentang 10 pesan keutamaan hidup.

Di lakon inilah, potongan rekaman pentas almarhum Ki Seno Nugroho beredar viral beberapa hari sesudah ia meninggal dunia, Selasa (3/11/2020).

Baca juga: Kisah Perjalanan Karier Ki Seno Nugroho Ketika Mulai Digembleng Menjadi Dalang

Ki Geter menjelaskan, lakon itu dipentaskan ulang, dan ia meminta penonton memahami dirinya tidak mampu menyamai penampilan Ki Seno Nugroho.

Uskup Palembang, Mgr Aloysius Sudarso SCJ di sela pentas lewat rekaman video, mengucapkan bela sungkawa atas meninggalnya Ki Seno.

Ia menyampaikan selamat datang kepada dalang Ki Geter Pramuji Widodo, waranggana, serta pradonggo Wargo Laras, yang terus berkarya di pentas seni pedalangan dan kerawitan.

Drama Keluarga Kresna dan Werkudara

Lakon Semar Mbangun Jiwo mengisahkan sepenggal drama kekecewaan internal keluarga Amarta, yang nyaris berujung peperangan antara anak dan bapak.

Bermula ketika Prabu Setijo alias Boma Narokosuro curhat di hadapan patih dan saudaranya, Antarejo.

Boma Narokosuro ini putra Prabu Kresna dari Dwarawati. Sementara Antareja putra Werkudoro dari Jodipati.

Boma merasa dirinya dianaktirikan ayahnya, karena lebih memilih Gatotkaca sebagai penerima wahyu/pusaka dan kesaktian yang istimewa.

Kekecewaan Boma disambut perasaan sama oleh Antareja, yang merasa ayahnya Werkudoro lebih mengistimewakan adiknya, Gatotkaca.

Baca juga: Sambil Terbata-bata, Sinden Elisha Ucapkan Selamat Hari Ayah untuk Almarhum Ki Seno Nugroho

Di tengah acara curhat itu, datanglah dua tokoh tua Astina, Begawan Durna dari Sokalima dan Patih Sengkuni dari Plosojenar.

Lewat nasihatnya yang halus, Durna dan Sengkuni meminta Boma memperingatkan ayahnya tentang sikap menganaktirikan putra-putranya.

Menurut Durna, jika cara baik-baik tidak didengar Prabu Kresna, tidak ada salahnya diselesaikan secara ksatria. Provokasi ini berhasil mempengaruhi Setijo.

Emosi Boma dan Antarejo meledak. Mereka memerintahkan pasukan raksasa dari Trajutrisna, segera berangkat “nglurug” ke Amarto.

Prabu Kresna mereka perkirakan sedang berada di Kerajaaan Amarta, bukan di Kraton Dwarawati. Begitu juga Werkudara atau Bima.

Kabar kemarahan Boma dan Antareja itu sampai ke telinga Antasena dan Gatotkaca. Di tengah jalan, Antasena mencegat kakaknya, Antarejo.

Kepada adiknya, Antareja bersikeras ingin menemui ayahnya, Werkudoro, supaya tidak pilih kasih. Ia mengancam akan melawan ayahnya jika permintaannya tak dituruti.

Antasena Gagal Meredam Emosi Kakaknya

Antaseno terkejut, terus mengingatkan kakaknya supaya tidak melawan sang ayah. Karena tak bisa diredakan, Antarejo menyerang Antasena.

Keduanya berkelahi, hingga Antasena berhasil menekuk leher Antareja. Putra Werkudara yang sakti itu terus dinasihati supaya sadar, tidak melawan orangtua.

Tiba-tiba Prabu Boma datang membantu Antareja. Antasena ditendang, lalu lari ke Padepokan Karangkadempel, kediaman Semar dan anak-anaknya.

Prabu Kresna, Werkudara dan saudara-saudaranya ternyata tengah berada di tempat itu, bukan di Amarta.

Di tengah pertemuan, tiba-tiba datang Antasena dan Gatotkaca, yang melaporkan rencana kehadiran kakaknya dan Prabu Setijo ke Karangkadempel.

Werkudara alias Bima meledak amarahnya. Ia sudah bersiap menghadang putra dan Prabu Setijo, tapi dicegah Semar.

Begawan Ismaya yang tampil sebagai pemimpin para punokawan Pendawa, meminta semua yang hadir tenang, menyerahkan semua urusan kepada dirinya.

Tak lama Prabu Setijo dan Antaraja tiba, merangsek masuk ke pendopo Karangkadempel. Mereka langsung protes dan mencecar Prabu Kresna dan Werkudara.

Semar mengeluarkan kesaktiannya, membuat Prabu Setijo dan Antarejo akhirnya tak mampu bergerak. Mereka seperti dibekukan.

Semua yang hadir di pendopo Karangkadempel diminta mendengarkan. Nasihat itu diharapkan diresapi oleh putra dan cucu Pendawa. Semar minta maaf jika ada yang salah.

Setelah itu, Semar menyampaikan 10 pitutur luhur, pesan tentang 10 sikap utama dalam hidup dan kehidupan.

Nasihat-nasihat Utama Semar Badranaya

Nasihat pertama, sikap hidup agar setiap orang rendah hati atau andhap asor. Orang tidak boleh merasa diri paling hebat dan tidak sombong.

Kedua, orang harus mampu memberi contoh dan teladan, supaya segala perilakunya memberi penerangan kepada orang lain.

Lalu di akhir wejangan, Semar Bodronoyo, mengingatkan, manusia itu harus beriman kepada Tuhan Yang Masa Esa secara sungguh-sungguh, spenuh hati dan jiwa.

Mengasihi sesama manusia seperti ia mencintai dirinya sendiri. Jika semua melaksanakan 10 laku utama hidup, dunia akan aman dan damai.

Secara khusus, Semar mengingatkan Boma dan Antareja, supaya menghormati orangtua. Mengunjingkan orangtua saja tidak boleh, apalagi melawan.

“Melawan orangtua itu hukumannya neraka, siksaan tidak akan hilang selamanya. Apakah kalian tidak tahu panasnya api neraka?” tanya Semar.

Pertanyaan Semar itu akhirnya menyadarkan Setija dan Antareja. Keduanya bersimpuh, meminta maaf kepada Semar dan Prabu Kresna dan Werkudara.

Semar kembali mengingatkan, sebaik-baiknya keberuntungan orang lupa atau tidak sadar, masih beruntung jika ia ingat dan waspada.

Sak bejo-bejone wong lali, isih bejon wong eling lan waspodo,” kata Semar. Ia menegaskan, orang yang menyesali perbuatannya, untuk lebih adilnya, ia harus diampuni.

Setijo dan Antareja meminta maaf ke Kresna dan Werkudara. Keduanya diingatkan supaya tidak mengulangi perbuatan, dan mempertimbangkan setiap langkah perilakunya.

Pentas ditutup adegan lucu saat tiba-tiba Petruk melesat keluar pendopo, menghadang Aswatama, yang beralasan mencari ayahnya, Begawan Durna.

Petruk menghajar dan mengusir Aswatama. Pasukan Trajutrisno yang semula hendak menyerbu Amarta, kabur kembali ke tempat asalnya.

Pentas wayang climen Wargo Laras akan istirahat selama beberapa hari, hingga melanjutkan pentas pada Sabtu, 28 November 2020.

Kali ini Ni Elisha Orcarus Alloso, dalang dan sinden asal Lambelu, Morowali, Sulawesi Tengah, akan tampil penuh mendalang.(Tribunjogja/xna)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved