10 Tahun Erupsi Gunung Merapi
Kisah-kisah Mendebarkan Pengamat Gunung Merapi, Bekerja dalam Sunyi Jauh dari Pemukiman
Para penjaga pos pengamatan Gunung Merapi. Jauh dari permukiman penduduk, bekerja dalam sunyi, dan di garis terdepan saat gunung Merapi
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Iwan Al Khasni
Di sebelahnya ada dua orang anggota Polri dan TNI. Ia sudah lupa namanya, tapi berasal dari Polsek dan Koramil Srumbung.
Gulungan awan panas bergumpal-gumpal menakutkan turun dari puncak Merapi, menyusuri alur Kali Lamat dan Kali Senowo mengarah ke Babadan.
Sopari menyambar radio komunikasi, berteriak-teriak meminta petugas di Pos Babadan bersiap mundur. Sejurus kemudian, wajahnya menegang.
Gulungan awan panas itu berbelok, malah mengarah ke Ngepos. Sopari langsung meminta polisi dan tentara di dekatnya turun, segera membantu warga sekitar agar mengamankan diri.
Kedua polisi dan tentara itu melesat turun dari menara pandang, hilang dari pandangan Sopari. “Saya berdoa sebisa saya, sempat merem (memejamkan mata). Tiba-tiba gulungan awan panas itu tertiup angin kuat dari arah barat. Alhamdulillah,” kata Sopari.
Ahmad Sopari terbilang cukup senior sebagai pengamat. Ia yang dilahirkan di Bandung, 15 Juni 1967, lalu bekerja di Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung.
Sejak 2002 ia ditugaskan sebagai tenaga pengamat gunung api Merapi di PGM Kaliurang . Ia tidak memiliki latar belakang bidang kegunungapian, Sopari ditempa pengalaman lapangan.
Letusan besar 2006 ditandai ambrolnya “geger boyo”, memberinya banyak pengalaman di garis depan. Sedangkan sebelum letusan 2010, Sopari masuk tim tujuh yang dikirim ke puncak.
Tim khusus yang dibentuk Kepala BPPTK Yogyakarta, waktu itu Drs Subandriyo MSi, untuk sampling gas, ukur suhu, dan memeriksa secara langsung situasi kawah Merapi. ( Tribunjogja.com | Setya Krisna Sumargo )