Jawa

Situs Petirtaan Mantingan Magelang Diduga Berasal dari Abad ke-9

Situs Petirtaan Mantingan berasal dari masa klasik pertengahan sekitar abad ke-9 tampak dari modelnya.

Penulis: Rendika Ferri K | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Rendika Ferri
Sebagian struktur dan batuan Situs Petirtaan Mantingan di Dusun Mantingan, Desa Mantingan, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, yang telah diekskavasi, diamankan di samping lokasi penemuan, Kamis (15/10/2020). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Rendika Ferri K

TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Ekskavasi tahap ketiga situs Petirtaan Mantingan di Dusun Mantingan, Desa Mantingan, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, telah selesai dilaksanakan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah dari 1-10 Oktober 2020.

Beberapa fakta baru berhasil diungkap.

Satu di antaranya, situs tersebut berasal dari masa klasik pertengahan sekitar abad ke-9 tampak dari modelnya.

Kemudian, situs tersebut runtuh dan terkubur material vulkanik dari erupsi Gunung Merapi.

Namun, belum diketahui letusan pada tahun berapa.

Bentuk dari situs tersebut adalah letter U atau setengah kotak.

Baca juga: TRIBUNJOGJAWIKI : Situs Payak

Pengkaji Cagar Budaya BPCB Jawa Tengah, Junawan, mengatakan, dari data-data yang didapatkan dari hasil ekskavasi, terdapat limpasan vulkanik hingga ke situs.

Luapan lahar terjadi di Sungai Batang yang berjarak 300 meter di sisi timur menuju sungai tua yang mengarah ke petirtaan.

Erupsi Gunung Merapi yang terjadi belum diketahui pada tahun berapa.

Tim ekskavasi ternyata tidak menemukan sisa-sisa arang yang bisa diteliti.

Namun, situs tersebut runtuh dipastikan karena erupsi Gunung Merapi.

"Jadi dari Sungai Batang yang ada di 300 meter sisi timur itu juga ternyata ada sungai tua juga yang mengarah ke petirtaan itu, ketika terjadi luapan limpasan lahar sudah di Sungai Batang tidak menampung mengalir ke sungai tua tersebut dan juga penuh akhirnya melimpas ke petirtaan itu," katanya, saat dihubungi, Kamis (15/10/2020).

BPCB Jawa Tengah sendiri sudah menyelesaikan ekskavasi dari 1-10 Oktober 2020.

Ekskavasi sudah tiga tahap bertujuan untuk melengkapi komponen selanjutnya dilaksanakan studi kelayakan, bahwa situs tersebut layak dipugar atau tidak.

"Kalau kita dari tahap 1, 2 sampai 3 ini melengkapi komponen, untuk nanti supaya bisa distudi lagi kelayakan, apakah layak pugar atau tidak. Dan kemarin memang ada beberapa komponen kita temukan dan mungkin masih banyak lagi yang disitu tentunya tidak jauh dari situ," tuturnya.

Baca juga: Warga Penghayat Gelar Ritual atas Penemuan Situs Baru di Magelang

Penggalian terakhir dipusatkan di sisi selatan untuk memastikan bentuk dari situs tersebut.

Dari penggalian tahap 1 dan 2, bentuk petirtaannya baru diidentifikasi.

Bentuknya tipe kolam, atau letter U atau setengah kotak.

Di ekskavasi tahap tiga ini, tim memastikan bentuk setengah kotak atau letter U.

"Jadi kalau 1, 2 kemarin sudah mengidentifikasi atau diduga petirtaannya kan ada beberapa tipe, ada tipe kolam, seperti letter U atau setengah kotak, ini kemarin berhasil kita pastikan kalau itu bentuknya setengah kotak atau letter U," ujarnya.

Tim BPCB Jateng juga menemukan bentuk ujung dari petirtaan sayap barat.

Pada proses pembangunannya dulu, mereka melakukan rekayasa.

Lereng gunung menyatu dengan Bukit Singo Barong, lalu dipangkas dan struktur petirtaan diletakkan di sana.

"Ya kita menemukan bentuk ujung dari petirtaan yang sayap barat kan diketahui bentuk ujungnya. Bentuk ujungnya struktur petirtaan ini dulu waktu proses pembuatannya ada semacam rekayasa, jadi suatu lereng gunung yang menyatu dengan bukit Singo Barongnya itu, kemudian di cutting atau dipangkas itu kemudian diletakkan struktur dari petirtaan itu dan pada bagian ujungnya hanya di tampakkan sisi mukanya sedikit dan setelah itu padas lagi," ujarnya.

Waktu pembangunan situs tersebut masih belum diketahui secara pasti karena tidak ada prasasti yang menunjukkan angka tahun.

Pihaknya pun menggunakan pertanggalan relatif melalui profil candi dari bawah.

Dari model-model klasik pertengahan sekitar abad ke-9.

"Karena tidak prasasti jelas menunjukkan angka tahunnya jadi memakai pertanggalan relatif melalui profil candi yang dari bawah mungkin pondasi, kemudian di genta, kemudian belah rotan, dan seterusnya. Itu menunjukkan model-model klasik pertengahan sekitar abad ke-9," tuturnya.

Situs petirtaan ini penting.

Petirtaan ini bagian dari candi yang berfungsi untuk mengalirkan air suci dan penolak bala.

Dari temuan, nilainya juga penting karena bahannya termasuk bagus dengan ukuran yang besar di Jawa Tengah.

Baca juga: Melihat dari Dekat Situs Masjid Kauman Pleret

"Yang jelas kalau petirtaan kan juga bagian candi juga yang memang berfungsi pada intinya ya kan untuk mengalirkan air suci itu, untuk penolak balak, untuk berkelas semacam itu, untuk penghapus dosa, semacam itu. Kalau nilai perlu pentingnya yang jelas kan dari raga biasa juga itu termasuk bagus, mewah, dari bahannya juga bagus dan dalam ukurannya walaupun selama ini di Jawa Tengah ini termasuk besar," ujarnya.

Belum ada rencana ekskavasi lanjutan BPCB Jateng.

Ekskavasi tahap 1, 2 dan 3 adalah ekskavasi penyelamatan.

Setelah memperoleh data berupa bentuk, proses runtuh dari BPCB, ekskavasi akan ditindaklanjuti dengan studi kelayakan, studi teknis, dan bisa jadi pemugaran.

"Untuk ekskavasi tahap 1,2 dan 3 ini sifatnya ekskavasi penyelamatan, kita sudah memperoleh data, sudah memperoleh data berupa bentuk, proses keruntuhannya, lha itu nanti tentunya ditindaklanjuti dengan langkah2 pelestarian lainnya nanti katakannya dengan studi kelayakan, kemudian studi teknis, kemudian baru pemugaran, jadi nanti dari hasil studi kelayakan dan teknis nanti pada akhirnya akan dilakukan pemugaran," katanya.

Pengamanan situs sendiri diawasi oleh karyawan dari BPCB yang bertugas di Candi Losari dan Candi Wukir.

Kontrol dilaksanakan setiap hari dan setiap malam, memastikan situs tersebut tetap aman. (TRIBUNJOGJA.COM)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved