Pendidikan

Rektor UGM Mengimbau Mahasiswa Tidak Turun ke Jalan, Ini Reaksi Presiden Mahasiswa UGM

Sulthan melanjutkan, dirinya pun mempertanyakan apakah Rektor UGM telah mendengarkan berbagai perspektif yang muncul dari para akademisi

Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Kurniatul Hidayah
Istimewa
Aksi Solidaritas Aliansi Mahasiswa UGM yang dilakukan di Bundaran UGM pada Jumat (23/8/2019) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan surat imbauan kepada mahasiswa untuk tidak melakukan demonstrasi/unjuk rasa/penyampaian aspirasi di masa pandemi ini.

Menyusul surat resmi yang dikeluarkan Jumat (9/10/2020) itu, Rektor UGM, Panut Mulyono menegaskan para mahasiswanya untuk tidak turun ke jalan dalam menyampaikan penolakan Undang-undang (UU) Cipta Kerja.

“Kami imbau mahasiswa sebaiknya tidak turun ke jalan dalam menyampaikan pendapatnya. Saya imbau mahasiswa mengkajinya secara kritis, akademis, di dalam kampus apabila ada kebijakan baru. Dengan seminar dan lainnya, FGD, atau kegiatan lain,” katanya, saat berkunjung ke Kepatihan, Senin (12/10/2020) sebagaimana dilansir Tribunjogja.com.

Presiden Mahasiswa UGM, M Sulthan Farras, memberikan komentarnya terhadap pernyataan Rektor UGM tersebut.

Baca juga: Rektor UGM Imbau Mahasiswa Tak Perlu Turun ke Jalan

Baca juga: Mahasiswa UGM Sebut Dipukul dan Dipaksa Ngaku jadi Provokator, Ini Penjelasan Kapolresta Yogyakarta

“Menanggapi terkait pernyataan Rektor UGM, Prof Panut Mulyono, yang menegaskan imbauan mahasiswa UGM untuk tidak turun ke jalan, sebenarnya kami justru mempertanyakan sikap UGM secara resmi terhadap UU Cipta Kerja karena pernyataan terakhir yang disampaikan oleh beliau (Rektor UGM) di 8 Oktober yang diliput oleh salah satu media massa justru beliau menyampaikan apresiasi terkait dengan UU Cipta Kerja ini,” tutur Sulthan kepada Tribunjogja.com, Senin (12/10/2020).

Sulthan melanjutkan, dirinya pun mempertanyakan apakah Rektor UGM telah mendengarkan berbagai perspektif yang muncul dari para akademisi UGM yang menyatakan bahwa UU Cipta Kerja bermasalah.

“Apakah beliau sudah mendengarkan perspektif dari akademisi-akademisi UGM yang menyatakan bahwa UU ini adalah UU yang bermasalah dan bersikap secara tegas dan jelas, salah satunya adalah Fakultas Hukum UGM yang menolak secara tegas dan jelas terkait UU Cipta Kerja,” tandasnya.

Ia menjelaskan, selama ini BEM KM UGM telah melakukan berbagai diskusi, seminar, FGD (diskusi terpumpun), dan tulisan-tulisan terkait UU Cipta Kerja sejak Februari hingga Oktober 2020.

Menurutnya, jika Rektor UGM menilai aksi unjuk rasa tidak termasuk perbuatan intelektual, dirinya justru menganggap UGM yang telah kehilangan intelektualitas ketika kehilangan azas obyektif dan ilmiahnya karena kampus dijadikan sebagai instrumen politik yang tunduk pada kekuasaan.

Baca juga: Kepala LLDIKTI Wilayah V Tanggapi Imbauan Mahasiswa Tidak Turut Serta Aksi Demonstrasi

Baca juga: UPNVY Mendukung Imbauan agar Mahasiswa Tidak Turut Serta Kegiatan Demonstrasi

“Soal imbauan untuk tidak melakukan aksi, bagi kami, kami sudah melakukan diskusi, seminar, FGD terkait UU Cipta Kerja. Kami pun dari BEM KM UGM sudah menerbitkan 6 tulisan terkait UU Cipta Kerja sejak Februari sampai Oktober.

Jika Prof Panut menilai bahwa aksi unjuk rasa atau demonstrasi adalah tindakan yang tidak intelektual, justru menurut kami kampus saat ini kehilangan intelektualitasnya ketika kehilangan azas obyektif dan ilmiahnya ketika kampus hanya dijadikan sebagai instrumen politik yang tunduk kepada kekuasaan.

Kami berdemonstrasi justru sebagai bentuk keresahan kami menyuarakan apa argumen dan landasan kami dalam bergerak ini,” paparnya.

Rektor UGM, Prof Panut Mulyono
Rektor UGM, Prof Panut Mulyono (Tribun Jogja/ Kurniatul Hidayah)

Ia menambahkan, jangan sampai kampus justru mereduksi dan mengungkung mahasiswanya untuk hanya berada dalam zona kenyamanan di kampus.

“Sudah menjadi kewajiban kami para intelektual muda terutama teman-teman mahasiswa untuk bergerak bersama dengan keresahan dan suara-suara dari masyarakat. Jangan sampai ada sekat antara kampus dan masyarakat. Justru kita harus melebur,” imbuhnya.

“Justru pertanyaan kami di mana Pak Panut ketika masyarakat sudah bersuara dan turun ke jalan. Maka dari itu justru saya menyampaikan bahwa, mari Pak Panut, turun ke bawah, lihat realitas dan bersamai perjuangan kami rekan-rekan mahasiswa untuk berjuang melawan dan menolak pengesahan UU Cipta Kerja ini,” sambung Ketua BEM KM UGM ini. (uti)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved