Yogyakarta

Tanggapan Disnakertrans DIY Terkait Pengesahan RUU Cipta Kerja

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) belum dapat mengakomodir usulan para rekan-rekan buruh di DIY yan

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Miftahul Huda
Kabid Hubungan Industrial dan Perlindungan Kerja Disnakertrans DIY, Ariyanto Wibowo saat ditemui di kantornya, Selasa (7/4/2020) 

Laporan Reporter Tribun Jogja Miftahul Huda

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) belum dapat mengakomodir usulan para rekan-rekan buruh di DIY yang menolak pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker).

Pasalnya, Disnakertrans DIY juga masih mempelajari point-point yang kini masih menjadi perdebatan oleh kalangan buruh, aktivis dan lainnya.

Kepala Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja Disnakertrans DIY Ariyanto Wibowo mengatakan RUU Ciptaker masih membutuhkan beberapa aturan turunan.

Ia turut menyesalkan beberapa pandangan pasal-pasal yang sudah menyebar, namun ditafsirkan berbeda oleh oknum yang menyebar.

Di antaranya, ia menyebut terkait salah satu pasal yang menyebut adanya kontrak tanpa batasan waktu.

Rakyat Soal UU Cipta Kerja: Kami Cuma Ingin Hidup Tenang

Beberapa masyarakat menafsirkan RUU Cipta Kerja manafsirkan adanya penghapusan pasal 59 UU Ketenagakerjaan.

"Itu hoax. Tidak ada aturan kontrak tanpa batasan waktu," katanya, saat dikonfirmasi Tribunjogja.com, Selasa (6/10/2020)

Lebih lanjut Bowo mengatakan, penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) tetap dipertahankan.

Secara normatif, Bowo juga menyampaikan jika terkait sanksi ketenagakerjaan masih tetap berpedoman dan dikembalikan pada UU Ketenagakerjaan nomor 13 Tahun 2003.

"DIY masih dipertahankan UMK Kabupaten/Kotanya. Termasuk perlindungan kerja dan sanksi ketenagakerjaan juga tetap pada UU 13," tegasnya.

Ia menambahkan, RUU Cipta Kerja tetap mengatur syarat-syarat dan perlindungan hak bagi pekerja atau buruh PKWT yang menjadi dasar dalam penyusunan perjanjian kerja.

Disamping itu, menurut dia RUU Cipta Kerja mengatur perlindungan tambahan berupa kompensasi kepada pekerja atau buruh pada saat berakhirnya PKWT.

PSHK UII: UU Cipta Kerja Cacat Formil

Terkait ketentuan waktu kerja dan waktu istirahat dalam hal ini masih diatur dalam UU Ketenagakerjaan nomor 13 Tahun 2003.

Hanya saja, dalam RUU Cipta Kerja dilakukan penambahan ketentuan baru mengenai pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat pada sektor dan jenis pekerjaan tertentu.

Hal ini untuk mengakomodir tuntutan perlindungan pekerja atau buruh pada bentuk-bentuk hubungan kerja dan sektor tertentu, yang memasuki era ekonomi digital yang kini berkembang secara dinamis.

Masih kata Bowo, RUU Cipta Kerja tetap mengatur hak-hak dan perlindungan upah bagi pekerja atau buruh sebagaimana peraturan perundang-undangan eksisting (UU 13/2003 dan PP 78/2015) dan selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah yang baru.

"Makanya ini kami menanti sama-sama aturan turunan dari pemerintah yang baru. Agar substansi jelas," tegas Bowo.

Selain itu, dalam usaha menumbuhkan ekonomi di kalangan pengusaha mikro dan kecil, Bowo menyebut akan ada pengaturan upah bagi usaha kalangan mikro dan kecil.

"Hak berauara para buruh juga tetap diberikan apabila ada salah satu rekannya yang terkena PHK," pungkasnya. (TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved