Pameran 100 Tokoh dalam Goresan Jeding 2020: Dari Negarawan hingga Seniman
Seratus tokoh yang dilukis Jedink beragam dari negarawan hingga seniman. Di antaranya, politisi dan negarawan.
TRIBUNJOGJA.COM - Seniman merangkap wira swastawan Jedink Alexander, akan menggelar pameran “100 Tokoh Dalam Goresan Jedink” 2020, Minggu-Senin (30-31/8), di Pendapa Akademi Seni Drama dan Film(ASDRAFI), Sompilan Ngasem Yogyakarta.
Pembukaan pameran bakal digelar, Minggu (30/8) pagi mulai pukul 10.00, dibuka oleh Yani Saptohoedojo bersama pantomimer Jemek Supardi. Pameran in juga menandai Reuni Akademi Seni Drama dan Film di tempat yang sama (29-31/8).
Seratus tokoh yang dilukis Jedink beragam dari negarawan hingga seniman. Di antaranya, politisi dan negarawan (Presiden Joko Widodo, Gus Dur, BJ Habibie dan Soekarno).
Ada juga aktor film (Bruce Lee, Al Pacino, Sylvester Stalone, Arnold Schwazenegger, Donnie Yen, Sammo Hung).
Ada kalangan seniman (perupa Affandi, WS Rendra, Azwar AN, Moortri Purnomo, Putu Wijaya, Whani Darmawan ), sineas (Teguh Karya), aktor film (Hendra Cipta, Koesno Soedjarwadi), pelawak (Ateng). Tak ketinggalan, sesepuh Asdrafi (Romo Benu) dan para seniman lainnya (Jemek Supardi, Koes Yuliadi, Deddy Ratmoyo, Memet Chaerul Slamet, Siti Kandaru, Tito Pangesti Aji, Iwan Gardiawan, Y Arief Susilo dan seniman lainnya).
“Seratus tokoh yang saya lukis adalah idola saya. Dalam melukis wajah-wajah mereka, niat saya sangat sederhana. Saya ingin memberi penghargaan dan rasa hormat setinggi- tingginya pada dedikasi mereka. Semoga upaya saya ini bisa menginspirasi masyarakat untuk semakin mengapresiasi keberadaan tokoh-tokoh nasional, termasuk pada seniman, ” ujar Jedink.
Jedink mengaku tidak pernah menempuh pendidikan formal seni rupa. Kemampuannya melukis ia miliki sejak bocah. Lalu, ia belajar dari pengalaman dan berinteraksi dengan pelukis. Salah satunya adalah pelukis nasional Megawati yang asli Surabaya dan tinggal di Jerman.
“Hampir sebulan saya dan beliau tinggal di rumah beliau di Jerman. Kami pun sempat ke Inggris dan Perancis. Ini membuat saya belajar banyak pada beliau,” tutur Jedink.
Di sela-sela kesibukannya mengurusi usaha perhotelan dan kuliner, Jedink selalu menyempatkan diri untuk melukis. Jedink pernah kuliah di ASDRAFI dan ISI Jurusan Tari.
Menurut Jedink melukis juga bisa untuk terapi kepenatan selama ia mengurusi bisnis. “Seni itu daya hidup yang menggerakkan kreativitas saya, baik dalam soal lukisan maupun bisnis.
Tanpa seni, hidup jadi hambar. Dari berkesenian, saya mendapatkan banyak ilmu pengetahuan yang menopang karir saya sebagai pengusaha,” tutur Jedink yang juga bisa bermain pantomim dan musik.
Setelah lulus SMA, Jedink mendaftar di FSRD ISI Yogyakarta. Namun, tidak diterima. “Saat test masuk, saya sudah merasa minder. Saya lirik peserta test sebelah kiri- kanan, gambarnya luar biasa bagus. Saya sudah merasa tidak bakal diterima,” tutur Jedink dengan tertawa.
Selanjutnya pada tahun 1986 Jedink pun masuk ASDRAFI. Ia mengaku, kuliah di ASDRAFI jadi pelarian karena tidak diterima di ISI Yogyakarta.
“Namun setelah beberapa bulan kuliah di ASDRAFI , saya sadar, justru di ASDRAFI saya mendapatkan banyak pengalaman, pengetahunan dan ilmu yang bermakna. Proses interaksi kreatif di pendapa tua ASDRAFI telah membentuk cara berpikir dan sikap hidup saya. ASDRAFI is my first life inspiration,” kenang Jedink yang akhirnya diterima di ISI Jurusan Tari, tapi hanya bertahan tiga tahun.
Putus kuliah dari ISI ia memasuki dunia usaha. Tahun 1992 ia membuka penjahitan sepatu di Surabaya. Modalnya sepuluh mesin jahit.