Kriminal
Kronologi Remaja di Bantul Meninggal Dikeroyok 13 Orang, Bermula Uang Rp100 Hilang
Kepolisian Resor (Polres) Bantul mengamankan dan menetapkan 13 orang sebagai tersangka, dalam kasus meninggalnya Lukman Rahma Wijaya.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL- Kepolisian Resor (Polres) Bantul mengamankan dan menetapkan 13 orang sebagai tersangka, dalam kasus meninggalnya Lukman Rahma Wijaya.
Remaja berusia 18 tahun asal kecamatan Pleret itu dianiaya teman-temannya sendiri karena dituduh mencuri uang Rp 100 ribu.
Mirisnya, dari ke-13 tersangka pengeroyokan itu, 9 orang di antaranya masih berusia di bawah umur.
Sedangkan lainnya, 4 orang, sudah berusia dewasa.
Mereka dijerat dengan pasal 170 ayat 2 KUHP tentang kekerasan yang mengakibatkan korban meninggal dunia.
"Ancaman hukuman 12 tahun penjara," kata Kapolres Bantul AKBP Wachyu Tri Budi Sulistyono didampingi Kasat Reskrim polres Bantul, AKP Ngadi di Mapolres Bantul, Jumat (14/8/2020).
Menurut Kapolres, proses hukum tetap akan berjalan.
Polisi akan menerapkan sistem peradilan pidana anak, karena sebagian tersangka masih berusia anak-anak di bawah 18 tahun.

Kronologi Kejadian
Wachyu menceritakan, kasus pengeroyokan tersebut bermula ketika korban datang ke rumah dua tersangka berinisial PES dan PEA di Wonokromo, Kecamatan Pleret pada 7 Agustus 2020 sekitar pukul 20.30 WIB.
Malam itu, dua tersangka kakak-beradik itu merasa kehilangan uang Rp 100 ribu yang disimpan di dalam dompet.
Korban awalnya sempat pergi kemudian datang lagi pukul 02.30 WIB.
Oleh dua tersangka bersama satu temannya, berinisial MREP, korban yang datang membawa makanan dan minuman justru diinterogasi dan dituduh telah mencuri uang.
"Pengakuan dari tersangka, malam itu korban mengaku telah mencuri uang, tapi Rp 50 ribu bukan Rp 100 ribu. Pengakuan ini masih kita dalami," ucap Kapolres.
Setelah korban mengaku, bukannya memaafkan, PES dan PEA justru memanggil teman-teman lainnya, hingga total 13 orang untuk melakukan kekerasan terhadap korban.
Kekerasan yang dimaksud, kata Kapolres, adalah menendang, memukul, kemudian mengikat kaki korban dengan menggunakan sabuk.
Tidak berhenti sampai disana, korban juga diguyur dengan air.
Lalu kulitnya disundut menggunakan rokok dan kunci motor yang dipanaskan.
Kemudian, tindakan paling fatal yang dilakukan adalah, kepala Korban dibenturkan ke tembok.
"Sampai korban tidak sadarkan diri," terang dia.
Kejadian itu menurutnya dilakukan dirumah PES dan PEA.
Rumah keduanya memang sering digunakan sebagai tempat tongkrongan anak-anak muda.
Pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan apakah sekelompok Remaja ini termasuk genk atau bukan.
Penganiayaan dilakukan terhadap korban cukup keras.
Bahkan, orang tua tersangka sampai terbangun karena mendengar suara gaduh.
Ketika terbangun, orang tua PES dan PEA kaget melihat korban dalam kondisi tidak sadarkan diri.
Ia kemudian menelfon Kakek korban, Agus Maryanto yang langsung datang ke rumah tersangka.
Korban kemudian dilarikan ke RS Nur Hidayah, kecamatan Jetis menggunakan ambulans.
Namun nyawanya tidak tertolong.
"Sampai di rumah sakit korban sudah meninggal dunia," ucap Kapolres.
Jenazah kemudian dibawa ke RS Bhayangkara untuk dilakukan autopsi.
Lebih lanjut, Wachyu mengungkapkan, dalam catatan kepolisian, tersangka PES dan PEA sebelumnya juga terlibat dalam kasus penendangan sepeda motor di jalan panggang - Siluk pada pertengahan Desember 2019 yang mengakibatkan korban meninggal dunia. Tetapi, dalam kasus penendangan motor, keduanya sebagai saksi.
"Bukan peran utama. Tetapi masuk dalam rombongan penganiayaan di Panggang - Siluk itu," katanya. Kini, keduanya terlibat lagi dalam kasus yang hampir sama, penganiayaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia. Tetapi kali ini keduanya sebagai pelaku utama.
Dihadapan polisi dan awak media, PES mengaku melakukan penganiayaan kepada korban, karena kesal uangnya hilang.
Menurutnya, korban sudah sering datang. Bahkan saat kejadian, kata dia, korban sudah dirawat dan menginap tiga hari dirumahnya.
Kendati demikian, ia mengaku tidak akan mengulangi perbuatannya. "Saya menyesal," kata dia, tertunduk. ( Tribunjogja.com | Ahmad Syarifuddin )