Ini Penjelasan BMKG Soal Hujan yang Mengguyur Rata di Wilayah DIY pada Selasa Malam
Ini Penjelasan BMKG Soal Hujan yang Mengguyur Rata di Wilayah DIY pada Selasa Malam
Penulis: Yosef Leon Pinsker | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Hujan dengan intensitas sedang mengguyur sebagian wilayah DIY pada Selasa (11/8) malam.
Berdasarkan hasil pemutakhiran citra radar cuaca di wilayah DIY, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta mengatakan hujan dengan intensitas ringan terjadi di sebagian besar area Kulon Progo, Sleman, Kota Yogyakarta serta Bantul dan Gunungkidul bagian utara.
"Intensitasnya sedang ringan yakni 15-40 mm. Ini biasa terjadi di sela musim kemarau," jelas Kepala BMKG Stasiun Geofisika Sleman, Agus Riyanto dikonfirmasi.
Agus menjelaskan, kondisi demikian diprakirakan akan bertahan selama satu hingga dua hari ke depan.
Sebabnya, terdapat gangguan cuaca yang bersifat sementara dikarenakan adanya konvergensi atau perlambatan kecepatan arah angin di wilayah Jawa.
"Diperkirakan hanya bertahan 1 - 2 hari saja.
Ini hanya gangguan cuaca sesaat akibat konvergensi (belokan dan perlambatan kecepatan angin) di wilayah Jawa," terangnya.
Sebelumnya, BMKG Stasiun Klimatologi DIY menyebut dalam 2-3 hari ke depan, suhu minimum di wilayah DIY pada malam hingga pagi hari mencapai 20-22 Celcius.
Sedangkan, siang hari suhu maksimum mencapai hanya berkisar 29-31 Celcius.
Kepala kelompok data dan informasi Stasiun Klimatologi DIY, Etik Setyaningrum mengatakan, jika suhu dingin dan kering yang dirasakan oleh sebagian besar masyarakat saat ini merupakan dampak dari intrusi atau bertiupnya angin yang berasal dari Australia (monsoon dingin Australia).
"Di mana saat ini di benua Australia sedang memasuki musim dingin.
Intrusi angin dingin (monsoon dingin Australia) yang berasal dari Australia ini berdampak pada temperatur yang terasa dingin terutama di wilayah bagian selatan Indonesia termasuk Jogja," ujar Etik.
Intrusi angin dingin Australia ini di samping sifatnya dingin juga bersifat kering karena kandungan uap air sangat rendah. Sehingga, pertumbuhan awan saat ini juga sangat kecil terjadi.
"Dengan kurangnya tutupan atau pembentukan awan, berdampak pula pada radiasi balik bumi ke atmosfer dengan cepat keluar dari bumi, akibatnya temperatur di bumi menjadi cepat dingin," sambung Etik.
• Minta Tak Salahkan Pemerintah, Ini Saran SBY untuk Presiden Jokowi Dalam Tangani Ekonomi dan Corona
• DPRD Kota Yogya Dukung Pemkot Fokuskan Alokasi Danais untuk Kegiatan Non Fisik
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Potensi Gelombang Tinggi