Banyak Alih Fungsi Lahan Produktif di DIY, Walhi Sebut Ancam Ketersediaan Air di Masa Mendatang

Banyak Alih Fungsi Lahan Produktif di DIY, Walhi Sebut Ancam Ketersediaan Air di Masa Mendatang

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM / Rendika Ferri K
ilustrasi alih fungsi lahan pertanian 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Darurat Agraria mulai mengintai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) akibat pembangunan tanpa adanya moratorium.

Hal tersebut diakui Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DIY, Halik Sandera.

Secara garis besar, alih fungsi lahan terjadi di hampir seluruh Kabupaten/Kota di DIY.

Halik menyebut, dari Kabupaten Kulonprogo, terdapat sekitar 99 kapling lahan produktif dialih fungsikan untuk pembangunan bandara Yogyakarta Internasional Airport (YIA).

Lahan tersebut mulai dari sawah, hunian, serta perkebunan dialih fungsikan untuk kebutuhan pembangunan dari proyek strategis pemerintah tersebut.

Selain itu sarana penunjang yakni pembangunan jalur kereta api (KA) bandara YIA juga memakan 560 bidang lahan.

"Nah ini harus ada kontrol dari pemerintah. Kami baru akan memulai melakukan kajian mendalam terkait dampak luas tentang alih fungsi lahan ini," katanya kepada Tribunjogja.com, Senin (20/7/2020).

Helik menambahkan, bukan hanya di wilayah Kulonprogo saja, Kabupaten Gunung Kidul juga sedang menyiapkan proses pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS).

Menurut Helik, dampak proyek straregis tersebut mulai terasa di era pandemi seperti sekarang ini.

Dimana daya beli masyarakat rendah, pengaruhnya terhadap perputaran ekonomi.

Hari Jadi ke 189 Kabupaten Bantul, Bupati Suharsono: Kedepan Harus Lebih Baik

Jus Jeruk Tak Sesehat Seperti yang Anda Kira, Ini Alasannya Menurut Ahli

Imbas terbesar yakni banyak lahan produktif yang beralih fungsi dengan pembangunan infrastruktur di berbagai tempat.

"Dampaknya bukan hanya soal penggunaan lahan yang alih fungsi saja. Adanya aktivitas berlebihan di sekitar lahan produktif juga berpengaruh terhadap ekosistem dan ketersediaan air. Misalnya pembanguna jalan tol dan lainnya," imbuh dia.

Helik mengatakan, pembangunan infrastruktur harus diimbangi dengan penataan lapangan kerja.

Ia menyebut, ketimpangan sosial akan terasa ke depan. Pasalnya, masyarakat yang bekerja sebagi petani dapat dipastikan akan kehilangan mata pencaharian.

Hal itu lantaran bisnis atau usaha yang berkembang di sekitar pembangunan tersebut akan dikuasai oleh investor.

"Tentu yang akan terjadi seperti itu. Mulai muncul investor yang bangun restoran, dan sebagainya. Sementara untuk masyarakat menengah ke bawah akan kesulitan," urainya.

Helik juga menyorot terkait pembangunan tol Yogyakarta-Solo. Menurutnya jika melihat dari kebutuhan transportasi, pembangunan tol tersebut belum begitu mendesak.

Alasannya, lanjut dia, jarak Yogyakarta-Solo hanya sejauh sekitar 64 Kilometer. Dengan perkiraan memakan waktu sekitar 45 menit.

Sementara di sisi lain, pemerintah juga sudah menyiapkan peningkatan tranportasi kereta api listrik.

"Ini kan menjadi tidak perlu. Karena jalur Yogyakarta-Solo masih dapat ditempuh dengan jalur yang ada. Arah pembangunan ini seharusnya berpihak ke siapa?" tegas dia.

Apa Kata Ahli Epidemiologi Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Yogyakarta

Ke depan, Walhi DIY baru akan melihat dampak secara menyeluruh akibat alih fungsi lahan tersebut.

Karena menurutnya, Pemda DIY memiliki lahan pertanian yang seharusnya menjadi lumbung pangan untuk tetap dilindungi.

Dari pembangunan proyek nasional tersebut, secara garis besar Helik melihat dari tiga sisi persamalahan yang menjadi perhatian.

Pertama, menyinggung terkait konflik yang muncul di masyarakat. Hal itu sering terjadi di berbagai daerah, imbas dari pembangunan yang tak terkendali.

Kedua, terkait darurat lahan produktif dan ketahanan pangan. Menurutnya, aktivitas pembangunan berlebihan akan memicu terganggunya ekosistem alam.

Ketiga terkait ketersediaan air dimasa mendatang. Ia menganggap ada sekitar 119 mata air yang perlu mendapat perawatan.

Data tersebut bersumber dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY. Menurutnya, aktivtas pembangunan yang berlebihan akan semakin mengancam keberadaan dan ketersediaan air untuk masa mendatang.

"Sekarang pun sudah mulai terasa sebenarnya. Anomali cuaca dan kualitas air yang di bawah mutu baku konsumsi sudah dapat dirasakan," ungkapnya.

Pihaknya mendesak agar Pemda DIY beserta Pemkab maupun Pemkot serta pada legiatif agar memperhatikan hal tersebut. (Tribunjogja/Miftahul Huda)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved