Kisah Musisi Tunanetra Ikon Malioboro yang Berhasil Sekolahkan Dua Anak Didiknya

Kisah Musisi Tunanetra Ikon Malioboro yang Berhasil Sekolahkan Dua Anak Didiknya

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Hari Susmayanti
Tribunjogja/Miftahul Huda
Sosok Deden Abdurrahman saat ditemui di kediamannya, Selasa (14/7/2020) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Memiliki keterbatasan fisik bukan berarti tak memiliki impian. Hal itu ditunjukkan oleh tunanetra yang satu ini.

Meski berprofesi sebagai musisi jalanan, ia mampu menghidupi orang tua serta membiayai dua anak didiknya bersekolah.

Pria itu bernama Deden Abdurrahman. Deden memang bukan asli Yogyakarta, namun nama Deden nampaknya menjadi ikon musisi jalanan di Malioboro.

Videonya tersebar di mana-mana. Wisatawan luar daerah pun terlanjur kagum dengan pria kelahiran Bogor yang satu ini.

Meski sempat viral di tahun 2019 kemarin, rupanya hal itu tak merubah pendiriannya. Ia tetap saja sosok yang sederhana dan berjiwa sosial tinggi.

Ketika reporter Tribunjogja.com mendatanginya, Deden sudah menunggu di seberang jalan.

Ia mengenakan kaus berwarna merah marun, dan bercelana jeans. Instingnya begitu kuat, ketika motor saya menghampirinya di seberang jalan.

Tanpa ragu ia pun menunjukkan tempat tinggalnya selama ini. Kehidupannya tak jauh beda dengan anak kost pada umumnya.

"Saya ini terlahir beda, sulit bagi orang mau menerima saya. Namun saya selalu memandang ke bawah.

Rupanya ada yang lebih menderita lagi hidupnya dibanding kondisi saya saat ini," kata Deden, saat dijumpai Tribunjogja.com, di indekostnya di Jalan Gambiran, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Selasa (14/7/2020).

Kisah Putri Tukang Cukur Rambut asal Aceh yang Dilantik jadi Perwira Wanita Pertama Zeni Kowad

Prinsip hidup tersebut yang menjadi pemicu semangatnya dalam bekerja dan berkarya.

Ia datang ke Yogyakarta pada pertengahan 2015 sebagai mahasiswa di Universitas Cokromanoto Yogyakarta (UCY).

"Saya hanya punya uang Rp13 juta saat itu. Uang itu bantuan dari pak Sekda serta pejabat lain di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB)," imbuhnya.

Meski lahir di Bogor namun Deden besar dan tumbuh di NTT. Di sana ia terlibat dalam Dewan Pembina Anak.

Sebuah pergerakan yang berfokus pada penanganan anak putus sekolah. Tugasnya dia dulu mencari anak yang putus sekolah di NTB.

Berawal dari keterlibatannya itu, Deden kemudian memiliki cita-cita ingin melanjutkan kuliah.

"Saya kemudian memutuskan ke Yogyakarta. Masuklah saya ke UCY di jurusan pendidikan," tuturnya.

Pada 2015 ia mendaftar di UCY. Di bangku kuliah itu lah Deden memulai karirnya menjadi musisi jalanan di Malioboro.

Suka duka mulai ia rasakan. Bakat di bidang tarik suaranya luar biasa. Pernah sampai dirinya kebingungan melayani permintaan request lagu dari pengunjung Malioboro.

"Dulu pernah saya dikerumuni banyak orang. Mereka bertanya, apakah saya pernah ikut kursus, dan pertanyaan-pertanyaan lain," ungkapnya.

Dari hal itulah, Deden kemudian viral dan sempat menghadiri undangan di stasiun televisi swasta di Jakarta.

Setiap harinya pria berusia 30 tahun ini selalu rutin bernyanyi di depan Ramayana Mall, kawasan Malioboro, Yogyakarta.

Lagu-lagu yang dibawakan pun cukup hits, mulai dari pop hingga lagu-lagu jawa kekinian.

Di balik aktivitasnya itu, Deden memiliki tanggung jawab yang besar. Ia harus membiayai ibu kandungnya di NTB yang menderita sakit jantung.

Semenjak itu, kuliah Deden mulai ditinggalkan dan fokus mencari nafkah untuk kebutuhan ibunya.

"Tuhan kasih jalan yang mudah. Buktinya hanya dengan bernyanyi di pinggir jalan, saya mampu membiayai kebutuhan ibu saya yang sedang sakit," imbuhnya.

Mata kiri Deden memang bermasalah, penglihatannya terganggu. Namun, sangat jelas ketika ia mengingat kondisi ibunya, air matanya siang itu pun menetes.

"Sejak kecil saya tidak bersekolah, saya bantu kakak-kakak saya yang bersekolah dengan jualan es pepaya di Mataram. Sekarang saya harus biayai ibu saya. Itu pilihan, karena saya kan jauh tidak bisa merawat langsung," kenangnya.

Jalan bermusik seperti menjadi gerbang kebaikan bagi dirinya. Selain membiayai kebutuhan berobat orang tuanya, ia juga mampu memberi biaya kepada dua anak didiknya.

Saat ini kedua anak didik Deden sudah masuk SMP dan SMK. Sebuah cita-cita yang diinginkannya sejak dulu.

"Karena saya melihat diri saya dulu susah untuk sekolah. Sejak itu saya bertekad harus bisa menyekolahkan anak yang putus sekolah. Akhirnya saya berhasil, ya biayanya dari hasil ngamen," ujar pria yang juga mahir bermain drum ini.

Dari pencapaian selama ini, Deden berharap apa yang ia lakukan dapat memberi manfaat bagi masyarakat.

"Saya hanya ingin menunjukkan jika keterbatasan fisik tidak menjadi penghalang untuk berkarya dan berbuat baik," urainya.

Aktivitasnya di Malioboro biasa ia mulai sejak pukul lima sore hingga kondisi Malioboro mulai sepi pengunjung.

Selama dua jam minim dirinya mendapat Rp50 hingga Rp200 ribu. Uang itu ia kumpulkan untuk membiayai ibu, serta anak didiknya.

"Ada lebihnya juga dan sekarang sudah punya motor sendiri. Kalau mau pergi ya harus ajak orang buat mengantar saya. Bersyukur sekali," tutupnya.(Tribunjogja/Miftahul Huda)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved