Yogyakarta
Jumlah Korban Kekerasan yang Ditangani Shelter Rekso Dyah Utami Meningkat Saat Pandemi
Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Korban Kekerasan (P2TPAKK) Rekso Dyah Utami (RDU) tetap membuka layanan di tengah pandemi Covid-19.
Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Ari Nugroho
Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Korban Kekerasan (P2TPAKK) Rekso Dyah Utami (RDU) tetap membuka layanan di tengah pandemi Covid-19.
Bahkan, klien atau korban kekerasan yang sempat dirawat di shelter pelayanan di bawah Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY ini mengalami peningkatan saat pandemi.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Pelaksana P2TPAKK RDU, Sri Maryani. Ia mengatakan selama Mei dan Juni 2020 terdapat 12 korban kekerasan yang dirawat di shelter penanganan RDU.
Para korban pun tidak hanya berasal dari DIY, namun juga daerah sekitar semisal Klaten dan Wonogiri.
• Selama Pandemi Virus Corona, Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga di Sleman Alami Penurunan
Sri mengungkapkan, jumlah tersebut terbilang tinggi untuk jumlah korban yang pernah dilayani di shelter RDU.
Angka yang tinggi ini menurutnya disebabkan oleh beberapa hal.
Di antaranya, lembaga perlindungan lain banyak menutup layanan selama pandemi, juga karena kondisi pandemi itu sendiri yang memicu kerentanan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
“Termasuk tinggi. Karena lembaga lain banyak yang ragu untuk membuka layanan. Mereka ada yang menerima tetapi dengan berbagai syarat, misalnya korban diharuskan menjalani rapid diagnostic test (RDT) dahulu. Kalau di sini cukup cek kesehatan oleh dokter yang bertugas di sini,” tutur Sri.
• Cegah Tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Perlu Diusahakan Membangun Kebahagiaan Keluarga
“Selain itu, pandemi ini membuat kondisi ekonomi terpuruk, sehingga bisa memengaruhi kondisi rumah tangga. Pegawai banyak dirumahkan, kerentanan dari sisi ekonomi terhadap rumah tangga meningkat,” sambungnya.
Ditanya terkait jumlah korban yang ditangani di shelter RDU pada bulan-bulan sebelumnya, Sri mengaku belum memiliki data pasti.
Namun, ia menyebutkan data klien yang ditangani RDU secara keseluruhan, baik yang hanya berkonsultasi hingga penanganan di shelter.
Pada Januari terdapat 18 orang, Februari juga 18 orang, Maret 10 orang, April 8 orang, Mei 10 orang, dan Juni melonjak menjadi 19 orang.
Adapun dari Januari hingga Juni, korban anak tercatat sebanyak 19 orang dari total 83 orang yang ditangani.
“Saat ini yang ditangani di shelter tinggal satu orang. Kasus kehamilan yang tidak dikehendaki, rencananya akan kami rujuk ke Balai Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Wanita Sidoarum (BPRSW). Agar ibunya bisa mendapat pelatihan keterampilan di sana,” imbuhnya.