Prediksi Puncak Musim Kemarau di DIY, Diperkirakan Akan Berlangsung hingga September 2020
BMKG memprediki musim kemarau di wilayah DIY kemungkinan masih akan berlangsung hingga September 2020 mendatang.
Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan saat ini musim kemarau telah terjadi secara merata di wilayah DIY.
Musim kemarau tersebut telah terjadi sejak awal bulan Juli kemarin.
Diprediksi, puncak kemarau di wilayah DIY akan terjadi pada Agustus.
Meski demikian, musim kemarau kemungkinan masih akan berlangsung hingga September 2020 mendatang.
Demikian disampaikan oleh Kepala Stasiun Klimatologi Mlati, Reni Kraningtyas.
“Sebenarnya (musim kemarau) sudah mulai Mei kemarin. Tapi memang bervariasi untuk daerah-daerah di DIY. Memang yang awal masuk musim kemarau kan Gunungkidul dulu. Juli ini mulai merata seluruhnya. Puncaknya Agustus nanti,” ujar Reni saat dihubungi Tribunjogja.com, Sabtu (4/7/2020).
• Gempa 5,3 SR Guncang Blitar Minggu Dini Hari Tadi, Berikut Penjelasan Resmi BMKG
• Empat Kasus Baru Covid-19 di Yogyakarta, Dua Pasien Perjalanan Sidoarjo dan Tangerang
Reni menjelaskan, pada musim kemarau bukan berarti tidak ada hujan sama sekali.
Dikatakan musim kemarau karena curah hujan sudah di bawah 50 mm perdasarian atau per 10 hari selama 3 hari berturut-turut.
“Jadi akumulasi perdasarian itu di bawah 150 mm. Itu bisa dikatakan sudah masuk musim kemarau. Walaupun puncak kemarau juga bisa ada hujan. Tapi memang berangsur-angsur potensi hujan menurun,” tuturnya.

Ia menambahkan, curah hujan pada bulan Juni 2020, yang mana masih sering terjadi hujan, rata-rata antara 20-50 mm per dasarian.
“Tapi kalau Juli ini kita prediksikan sudah di bawah 20 mm perdasarian merata di DIY,” imbuhnya.
Selain itu, kata dia, angin timuran juga sudah kuat atau sangat terlihat.
Angin timuran ialah angin yang bertiup dari timur sampai tenggara dan bertiup dari Australia.
“Angin timuran itu kan sifatnya kering. Itu sudah terlihat bertiup di wilayah Indonesia, tidak terkecuali di DIY,” imbuhnya.
Ia juga menerangkan, pada musim kemarau suhu udara saat pagi akan terasa lebih dingin dikarenakan sedikitnya pertumbuhan awan.
“Pagi dingin sekali karena di atmosfer itu tidak banyak pertumbuhan awan-awan. Sinar matahari akan dipancarkan kembali sebagai radiasi gelombang ke angkasa tanpa ada halangan. Kalau ada awan kan (sinar matahari) balik lagi jadi hangat, kalau sekarang perginya ke angkasa semua. Sehingga yang dirasakan masyarakat kondisi udara cukup dingin saat Subuh,” urainya.

Ditanya terkait sampai kapan musim kemarau kemungkinan terjadi, Reni menerangkan dari prediksi sementara, kondisi ini masih bertahan hingga September.
Sementara, mendekati Oktober sudah akan mulai ada hujan.
Ia pun mengimbau kepada masyarakat untuk bijak dalam menghadapi kondisi kemarau.
Di antaranya menghemat air sebab cadangan air tanah sedikit dikarenakan curah hujan yang menipis.
“Musim kemarau saat ini sebenarnya tidak kering sekali. Cuma pada puncak kemarau biasanya memang yang dirasakan masyarakat kondisi cuaca yang cukup terik, nah masyarakat diimbau untuk menyikapi dengan bijak terkait cuaca yang panas. Di antaranya dengan menjaga kondisi tubuh agar tidak dehidrasi pada saat keluar rumah,” bebernya.
• Kekeringan Berpotensi Terjadi di 17 Desa di Kabupaten Magelang Saat Kemarau
• Persiapan Hadapi Musim Kemarau, BPBD Gunungkidul Mulai Petakan Wilayah Rawan Kekeringan
Sementara, bagi petani pada saat ini karena tidak ada curah hujan dapat menyikapinya dengan menanam palawija, bukan padi.
Sedangkan untuk masyarakat di pesisir pada Juli dan Agustus diimbau untuk tidak mendekati bibir pantai.
“Karena angin timurannya cukup kencang biasanya tinggi gelombang dominan tinggi. Harus bijak menghadapi kondisi cuaca seperti itu dengan tidak berada di pinggir pantai. Berwisata silakan, tapi tidak mendekati bibir pantai. Update terus informasi BMKG di media sosial BMKG,” pungkasnya. (*)