Aktivitas Merapi
BPPTKG Sebut Magmatisme Gunung Merapi Lebih Kompleks
Gas Gunung Merapi yang dikeluarkan pada September 2019-Juni 2020 tidak terdeteksi adanya SO2 pada sebelum, saat, dan setelah erupsi.
Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Selama 2020 telah terjadi 11 kali letusan eksplosif Gunung Merapi.
Angka ini cukup tinggi jika dibandingkan tahun sebelumnya yang terjadi 15 kali letusan sepanjang 2019.
Kepala Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Hanik Humaida mengatakan intensitas erupsi yang cukup sering ini mungkin mengagetkan masyarakat.
Namun di sisi lain, kata dia, saat ini kita memiliki kesempatan bagus dalam artian bisa melihat tiga karakter erupsi Merapi yang berbeda, antara 2006, 2010, dan 2018-2020.
• Gunung Merapi Mengalami Deformasi di Sektor Barat Laut Pasca-erupsi 21 Juni 2020
Hanik menjelaskan, dari sisi geokimia, pada letusan 2010 komposisi kimia abu erupsi yang dilontarkan Gunung Merapi bersifat lebih asam. Kandungan Si, Na, dan K lebih tinggi.
Selanjutnya, pada 2014 abu erupsi disebut basaltic trachyandesite yang bersifat lebih basa, abu ini sama dengan abu yang keluar pada erupsi 2018-2020.
“Pra kubah lava 2018 adalah pada bulan Mei-Juni 2018, didominasi oleh material sisa erupsi 2010 yang merupakan bagian bawah dari suatu volume magma. Bagian bawah tersebut bersifat lebih basa karena proses diferensiasi magma,” papar Hanik dalam Seminar Mitigasi Bencana Geologi secara daring, Rabu (1/7/2020).
Ia menambahkan, kubah lava terbentuk pada Agustus 2018 dengan kecepatan yang rendah, yakni 3.000-5.000 m3 per hari. Hal ini mengindikasikan dimulainya fase magmatik Gunung Merapi.
Komposisi kimia abu vulkanik selama letusan 2018-2020 tidak jauh berbeda. Teksturnya didominasi dengan butiran yang sifatnya pejal atau blocky.
Berbeda dengan abu vulkanik November 2010 yang memiliki banyak vesicles atau lubang yang mengindikasikan tingginya kandungan gas.
• Kubah Lava Gunung Merapi Mengecil Lebih dari Setengah Sejak September 2019
“Magmatisme suatu proses erupsi itu sangat tergantung komposisi magma, gas, dan sebagainya. Untuk Merapi, magmatismenya sangat kompleks. Erupsi 1872 dengan VEI 4 bersumber dari magma yang lebih basa dari erupsi 2006 dan 2010,” ungkapnya.
“Eksplosivitas Merapi tidak mengikuti model standar di mana magma yang lebih asam akan menghasilkan letusan yang lebih eksplosif. Untuk menghasilkan suatu erupsi yang eksplosif, baik asam maupun basa ini terjadi pada Merapi,” sambungnya.
Lalu, apa yang menyebabkan erupsi Merapi bersifat eksplosif?
Hanik beranggapan, kemungkinan pengontrolnya adalah gas.