Bisnis
Batik Gee Yogyakarta Manfaatkan Peluang Penjualan Daring untuk Siasati Pasar di Tengah Pandemi
Penjualan secara daring banyak dimanfaatkan pelaku usaha sebagai peluang untuk memasarkan produknya di tengah pandemi Corona.
Penulis: Nanda Sagita Ginting | Editor: Ari Nugroho
Laporan Reporter Tribun Jogja, Nanda Sagita Ginting
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Penjualan secara daring banyak dimanfaatkan pelaku usaha sebagai peluang untuk memasarkan produknya di tengah pandemi Corona.
Satu diantaranya, Sugeng Waskito, Desainer batik Abstrak Kontemporer sekaligus pemilik Usaha Batik Gee, di jalan Tunjung, Baciro, kota Yogyakarta.
Sugeng mengatakan, penjualan secara daring dilakukan untuk menyikapi lesunya pasar batik dalam transaksi konvensional.
"Sebenarnya penjualan daring sudah dilakukan sebelum pandemi. Namun, masih bergantung terhadap penjualan lansung. Kini, karena tak ada pembeli yang datang ke toko, penjualan secara daring pun lebih digiatkan,"jelas Sugeng kepada TRIBUNJOGJA.COM, pada Jumat (19/06/2020).
• Batik Analyzer, Aplikasi untuk Deteksi Keaslian Batik
Adapun, platform sosial yang dipakai oleh Sugeng dalam memasarkan produknya melalui akun Instagram dan Facebook yaitu gee_batik.
Menurut Sugeng, bertahannya usaha batik di tengah pandemi miliknya akibat pengaruh dari penjualan daring yang dilakukan.
"Kalau mengharapkan konsumen datang membeli di situasi seperti ini, peluangnya kecil sekali. Maka perlu kreativitas dan insting yang kuat untuk memprediksi pasar di tengah wabah ini," terang pria yang pernah mengkampanyekan batik hingga ke negara Finlandia.
Sekitar 30 persen pendapatan yang didapatkan dari berjualan daring selama pandemi Corona.

Meskipun tak banyak namun dapat memutar modal Sugeng dalam memproduksi batik.
• BBKB Yogyakarta Fasilitasi Pelatihan Daring kepada IKM Batik dan Kerajinan Tangan
"Kalau dibandingkan dengan penghasilan saat normal memang jauh sekali. Namun, penjualan daring cukup menolong untuk perputaran modal agar tetap berproduksi sehingga para karyawan pun tidak ada yang diberhentikan," ujar pria yang rutin mengikuti acara fashion di berbagai negara ini.
Walaupun permintaan baju rancangannya menurun saat ini. Sugeng berusaha agar tetap berproduksi meskipun dengan jumlah yang dibatasi.
Sugeng menjelaskan, biasanya dalam kondisi normal, ia dapat memproduksi batik hingga 100 baju per bulannya.
Saat ini, produksi dikurangi hanya 30 baju saja per bulannya.
"Produksi kami batasi, karena permintaan juga menurun. Ini dilakukan untuk membantu para karyawan juga, karena kasihan jika tidak ada pekerjaan," ungkap Sugeng.
Saat ini, sekitar 17 karyawan yang membantu Sugeng dalam memproduksi batik tulis. Diantaranya sebanyak 6 orang sebagai pembuat batik tulisnya.
Adapun, harga batik abstrak hasil karyanya dijual dengan harga yang bervariasi mulai Rp750.000 hingga puluhan juta.
Patokan harga tergantung dari sulitnya pembuatan, proses pengerjaan serta bahan dasar kain yang digunakan.
Selain memanfaatkan penjualan daring, Sugeng pun memproduksi masker kain berbahan batik tulis untuk menambah pemasukan di tengah sepinya peminat baju rancangannya.
Sejak Maret 2020, ia sudah memproduksi masker kain. Beberapa hasil produksinya juga disumbangkan ke beberapa rumah sakit.
• Hikmah di Balik Pandemi Virus Corona, Lusi Sukses Pasarkan APD Motif Batik Lurik
Sugeng menjelaskan, untuk memproduksi masker kain dengan memanfaatkan bahan kain batik dari sisa pembuatan baju.
"Sebagai pemilik usaha memang harus cerdik melihat peluang. Saat pandemi permintaan baju menurun sekali sedangkan permintaan masker melonjak naik, maka mulailah kami produksi masker," ujar Sugeng.
Saat ini, Sugeng bersama Dekranas (Dewan Kerajinan Nasional) Yogyakarta terus aktif dalam membina para pelaku UMKM di Yogyakarta untuk terus berinovasi dalam memanfaatkan pasar di tengah pandemi. (TRIBUNJOGJA.COM)