Wabah Virus Corona

Hasil Rapid Test COVID-19 Reaktif Belum Tentu Positif Virus Corona

Dr Panji Hadisoemarto MPH menegaskan reaktif rapid test, belum tentu positif Virus Corona

Editor: Rina Eviana
istimewa
Dinkes Sleman Lakukan Rapid Test ke Petugas Medis yang Bertugas di GOR Pangukan 

TRIBUNJOGJA.COM - Rapid test COVID-19 marak dilakukan ketika pandemi Virus Corona. Terlebih jika ada temuan kasus positif COVID-19 di sebuah lingkungan atau tempat yang terdapat banyak orang.

Semisal di wilayah Yogyakarta beberapa waktu lalu. Setelah seorang karyawan Indogrosir positf COVID-19 maka seluruh karyawan dan pengunjung di rentang waktu tersebut ikuti rapid test.

Masyarakat Sleman yang merupakan pengunjung indogrosir melakukan rapid test massal hari kedua , Rabu (13/5/2020).
Masyarakat Sleman yang merupakan pengunjung indogrosir melakukan rapid test massal hari kedua , Rabu (13/5/2020). (Dok Humas Pemkab Sleman)

Lantas, apa itu reaktif rapid test COVID-19 dan apakah orang tersebut positif corona?

Menjawab hal itu, Dosen Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Dr Panji Hadisoemarto MPH menegaskan reaktif rapid test, belum tentu positif Virus Corona.

" Reaktif belum tentu infeksius, belum tentu orang itu sakit," kata dr Panji saat dihubungi Kompas.com, Kamis (4/6/2020).

Oleh sebab itu, kata dia, untuk memastikan seseorang positif terjangkit Virus Corona baru, SARS-CoV-2 atau tidak, adalah dengan melakukan tes PCR yakni dengan metode swab saluran pernapasan seperti hidung.

Tes PCR dilakukan untuk memastikan apakah virus menjangkit atau menginfeksi seseorang.

"Apalagi bila orang tersebut tidak bergejala (tidak menunjukkan gejala sakit)," jelas dr Panji.

18 Provinsi di Indonesia dengan Penularan Kasus Virus Corona yang Masih Tinggi

Sebelumnya juga terjadi seorang wanita berusia 45 tahun, warga pengungsi kebakaran di Tanjung Priok melakukan rapid test di sebuah rumah sakit.

Hasilnya, menunjukkan reaktif dan pasien tersebut oleh rumah sakit bersangkutan diminta untuk melapor ke puskesmas tempatnya tinggal.

Namun, ternyata rekomendasi rumah sakit tak dilakukan pasien, hingga dia mengungsi pascakebakaran.

Lebih lanjut dr Panji menjelaskan, kemungkinan besar rapid test COVID-19 yang dijalani wanita tersebut adalah untuk memeriksa antibodi.  

Sebab, antibodi tubuh itu dapat terdeteksi sekitar seminggu setelah virus penyebab penyakit COVID-19 menginfeksi tubuh.

"Bahkan, sebenarnya (virus sudah berada dalam tubuh) bisa cukup lama, bisa satu sampai dua bulan," ujarnya.

Edukasi hasil tes COVID-19 tak efektif

Petugas medis Dinas Kesehatan Kota Bogor melakukan uji cepat (rapid test) massal Covid-19 dengan skema drive thru di GOR Pajajaran, Bogor, Sabtu (4/4/2020). Sebanyak 128 orang dalam pemantauan (ODP) mengikuti rapid test ini dari target 284 orang.
Petugas medis Dinas Kesehatan Kota Bogor melakukan uji cepat (rapid test) massal Covid-19 dengan skema drive thru di GOR Pajajaran, Bogor, Sabtu (4/4/2020). Sebanyak 128 orang dalam pemantauan (ODP) mengikuti rapid test ini dari target 284 orang. (Kompas.com/Kristianto Purnomo)

Jika wanita tersebut dinyatakan reaktif dengan asumsi alat tes tersebut akurat, maka ada dua kemungkinan.

Dr Panji mengatakan bisa saja wanita tersebut memang sakit, artinya masih ada virus di dalam tubuhnya. Akan tetapi, infeksinya sudah berlangsung cukup lama.

"Atau, dia sudah tidak sakit, sudah tidak ada virus, hanya dia sudah pernah terinfeksi Virus Corona ini dalam waktu sekitar satu sampai dua bulan," jelas dia.

Menristek Sebut Indonesia Bisa Bikin Vaksin Virus Corona Mandiri, Imunisasi Massal Bisa Tahun Depan

Kendati demikian, dr Panji tetap menyayangkan perihal tak melapornya warga tersebut ke puskesmas, setelah mendapat saran dari rumah sakit tempat rapid test COVID-19 dilakukan.

"Asumsi saya, mungkin proses edukasi yang dilakukan ada dua hal. Pertama tidak dilakukan, atau kalau dilakukan tidak efektif," kata dr Panji.

Sebab, kemungkinan wanita tersebut tidak paham dengan hasil reaktif rapid test tersebut.

Bisa juga, dia merasa sedang tidak sakit, sehingga tidak perlu datang ke puskesmas untuk menindaklanjuti hasil reaktif dari rumah sakit.

"Tapi intinya, kelihatannya proses edukasi (hasil reaktif rapid test COVID-19) sudah dilakukan, namun tidak efektif. Jadi si ibu ini tidak menindaklanjutinya," ungkap dr Panji.(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Reaktif Rapid Test Covid-19 Belum Tentu Positif Corona, Ahli Jelaskan"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved