Yogyakarta
Mengenang 14 Tahun Gempa Yogyakarta, Kisah dari Keluarga Robby Surya Putra
Robby sekeluarga, dan semua warga Yogyakarta yang kala itu menjalani masa-masa berat karena bencana kini telah pulih, sekalipun ingatan akan kejadian
Penulis: Irvan Riyadi | Editor: Ari Nugroho
Laporan Reporter Tribun Jogja, Irvan Riyadi
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Hari ini, tanggal 27 Mei bagi warga Yogyakarta terasa berbeda dengan penanggalan lainnya.
Sebabnya, tepat 14 tahun silam, tanggal ini adalah hari di mana sebagian besar wilayah Yogyakarta luluh-lantak setelah diguncang gempa berkekuatan 5,9 dalam skala richter.
Begitu pula yang membekas pada ingatan keluarga Dwi Mulyanto.
Ia, istri dan seorang anaknya, masih ingat betul detik-detik menjelang terjadinya peristiwa itu.
Pagi itu, 14 tahun yang lalu, mestinya, seperti hari-hari biasanya, Dwi Mulyanto (65), bersama sang istri selalu rutin melakukan aktivitas jogging keliling kawasan sekitar.
Ia yang saat itu bertugas sebagai kepala sekolah salah satu sekolah dasar di Yogyakarta, memang tinggal bersama istrinya, Suparyati (55), dan Robby Surya Putra (34), anaknya, di rumah dinas sekolah tersebut.
• Refleksi Gempa 2006, BPBD Bantul Ajak Warga Tingkatkan Mitigasi Bencana
Setiap kali berolahraga pagi, maka pintu rumah akan dikuncinya dari luar.
Namun, pagi itu entah mengapa, kegiatan itu urung dilakukan.
"Setiap pagi, itu selalu rutin jalan-jalan atau jogging keliling kampung. Mas Robby, dikunciin dari luar, karena biasanya masih tidur. Tapi waktu itu, nggak tahu kok kenapa, nggak jadi aja. Eh tiba-tiba ada kejadian itu (gempa)," tutur pak Dwi.
Tiba-tiba, seluruh bangunan rumah bergetar, kemudian ambruk karena guncangan gempa.
Ia menceritakan, saat itu ia langsung bergegas untuk menyelamatkan diri dan keluarganya.
Sang anak, Robby Surya Putra menuturkan, tiba-tiba saja ia bangun dan sudah berada di dekat pagar belakang rumah.
"Kaget, langsung bangun, dibantu bapak lompatin tembok belakang, pas itu rumah langsung, byarr, ambruk. Liat bapak belum sempat keluar terus tertimpa cor-coran, di kepala sama dipunggung, terus ibu, setengah badan udah tertimbun bangunan. Pokoknya, hari itu, ah, tidak bisa diungkaplan lagi dengan kata-kata," ujar Robby.
• Video Viral Gaya Santuy Perdana Menteri Selandia Baru Saat Rasakan Gempa di Tengah Wawancara Live
Robby menambahkan, sang ibu kala itu sekalipun tertimbun sebagian bangunan, namun cedera yang dialami tidak terlampau parah.
"Waktu itu, kayaknya ada tiang gede (besar) yang ngalangin (menghalangi), jadi ibu meskipun tertimbun, tapi nggak parah. Luka-luka, iya pasti," tambah Robby.
Segera, Robby, saat itu mengupayakan pertolongan bagi kedua orang tuanya.
"Ya waktu itu, kejadian tiba-tiba begitu, langsung coba bawa bapak ibu, ke rumah sakit kan, lho kok susah nyari kendaraan bantuan, ternyata, dimana-mana udah kayak gitu, berantakan di sana-sini," kenangnya.
Begitu pula ketika ia berhasil mengantarkan kedua orang tuanya ke rumah sakit umum daerah.
Pemandangan yang tidak biasa disaksikannya.
"Bapak ibu, itu tidak bisa masuk rumah sakit, udah penuh, pokoknya kacau lah waktu itu, darah di lantai, orang luka-luka, yang meninggal, wah. Bapak ibu aja waktu itu, dirawat di trotoar jalan, saking penuhnya rumah sakit. Kepala bapak yang luka, waktu itu aja, sampai dijahit tanpa dibius dulu, pokoknya waktu itu berat bangetlah," kenang Robby, lagi.
Robby, pun menyempatkan diri berkeliling melihat-lihat kawasan mana saja yang terdampak gempa.
Ternyata seisi Yogyakarta merasakan dampaknya.
Aliran listrik terputus, jaringan telepon terganggu, bangunan-bangunan roboh, korban di mana-mana.
Masa Pemulihan
Bukan hal yang mudah bagi Robby dan keluarganya, untuk pulih dari keadaan tersebut.
Bukan hanya pemulihan kesehatan orang tuanya yang menderita luka-luka akibat tertimpa bangunan rumah, trauma psikis pun masih membekas.
• Gaya PM New Zealand Jacinda Ardern saat Terjadi Gempa Cukup Besar, Tetap Tenang dan Tersenyum
"Waktu itu, karena rumah ambruk, bapak ibu menjalani masa pemulihan kesehatan di rumah keluarga, yang kebetulan tidak terdampak parah. Kira-kira tiga bulanan lah, baru pindah ke rumah dinas SD lain," ungkapnya.
Selama masa itu, ia tidak ikut tinggal bersama keluarga. Namun memilih untuk tidur di parkiran kampus tempatnya berkuliah.
Dari sana, ia bisa sekalian membantu aktifitas relawan, mengecek keadaan orang tuanya, termasuk mengemasi barang-barang yang masih bisa diselamatkan diantara puing reruntuhan bangunan rumah.
"Karena waktu itu masih kuliah, tidur di parkiran kampus, sekalian sempat beres-beres di sisa bangunan rumah," kenang Robby.
Kini, Robby dan keluarganya, sudah kembali menjalani hari-hari dengan normal.
Bapaknya, yang kala itu masih aktif bertugas, kini sudah menjalani masa pensiun.
Keluarga Dwi Mulyanto kini tinggal di daerah Pundong, Bantul.
Tentang beratnya hari, 14 tahun lalu, perlahan-lahan sudah berlalu.
Namun bekasnya masih tertinggal.
Akibat cidera yang dialami kala itu, kini pak Dwi, tidak bisa secara normal lagi menggunakan salah satu tangannya.
"Karena punggung bapak waktu itu kan ketimpa potongan bangunan, sampai sekarang nggak bisa seperti biasanya. Nggak bisa diangkat lewatin kepala lah," timpal Robby.
Tidak hanya itu, Robby, yamg sehari- hari beraktivitas di wilayah kota Yogyakarta, mengaku selalu terkenang bayangan hari itu, jika kebetulan melewati sekitar rumah sakit umum daerah.
"Kalau kebetulan, lewat Wirosaban (RSUD), wah, pasti kebayang," pungkas Robby.
• 16 Kali Gempa Guguran di Merapi, BPPTKG Yogyakarta Imbau Warga di Sungai Gendol Waspada
14 tahun telah berlalu.
Robby sekeluarga, dan semua warga Yogyakarta yang kala itu menjalani masa-masa berat karena bencana kini telah pulih, sekalipun ingatan akan kejadian itu masih membekas.
Namun, warga Yogyakarta membuktikan, telah membuktikan ketangguhan dalam menghadapi masa itu.
Sektor ekonomi, infrastruktur dan sosial, yamg kala itu terguncang, sudah kembali normal.
Tidak butuh waktu lama, sebenarnya untuk memulihkan sektor-sektor tersebut.
Karena, warga Yogyakarta, memang terkenal dengan solidaritas sosial yang mumpuni.
Saling bahu-membahu dalam membangun dan menguatkan kembali sekalipun pada dasarnya, semua orang kala itu terdampak.
Modal Pengalaman Menangani Gempa Untuk Menghadapi Pandemi
Kini, kita, tidak hanya Yogyakarta, tetapi seluruh dunia, sedang menghadapi keadaan lain, bencana non-alam, pandemi covid-19.
Sekalipun, dampaknya tidak seperti 14 tahun lalu, dimana gedung-gedung, rumah-rumah roboh karena gempa, namun kali ini, dampak sosial dan ekonominya hampir sama.
Terbukti, jaringan pengaman sosial yang dimiliki warga Yogyakarta, yang saling gotong-royong, kala itu menjadi satu modal besar dalam memulihkan keadaan sosial.
Bahkan, hal tersebut, pernah disinggung oleh wakil walikota Yogyakarta, Heroe Poerwadi.
Heroe menyebut, bahwa jaring pengaman sosial yang sudah terbentuk antar sesama warga, dapat menjadi modal menghadapi masa-masa pandemi ini. (TRIBUNJOGJA.COM)