Yogyakarta
Mengenang 14 Tahun Gempa Yogyakarta, Kisah dari Keluarga Robby Surya Putra
Robby sekeluarga, dan semua warga Yogyakarta yang kala itu menjalani masa-masa berat karena bencana kini telah pulih, sekalipun ingatan akan kejadian
Penulis: Irvan Riyadi | Editor: Ari Nugroho
"Waktu itu, kayaknya ada tiang gede (besar) yang ngalangin (menghalangi), jadi ibu meskipun tertimbun, tapi nggak parah. Luka-luka, iya pasti," tambah Robby.
Segera, Robby, saat itu mengupayakan pertolongan bagi kedua orang tuanya.
"Ya waktu itu, kejadian tiba-tiba begitu, langsung coba bawa bapak ibu, ke rumah sakit kan, lho kok susah nyari kendaraan bantuan, ternyata, dimana-mana udah kayak gitu, berantakan di sana-sini," kenangnya.
Begitu pula ketika ia berhasil mengantarkan kedua orang tuanya ke rumah sakit umum daerah.
Pemandangan yang tidak biasa disaksikannya.
"Bapak ibu, itu tidak bisa masuk rumah sakit, udah penuh, pokoknya kacau lah waktu itu, darah di lantai, orang luka-luka, yang meninggal, wah. Bapak ibu aja waktu itu, dirawat di trotoar jalan, saking penuhnya rumah sakit. Kepala bapak yang luka, waktu itu aja, sampai dijahit tanpa dibius dulu, pokoknya waktu itu berat bangetlah," kenang Robby, lagi.
Robby, pun menyempatkan diri berkeliling melihat-lihat kawasan mana saja yang terdampak gempa.
Ternyata seisi Yogyakarta merasakan dampaknya.
Aliran listrik terputus, jaringan telepon terganggu, bangunan-bangunan roboh, korban di mana-mana.
Masa Pemulihan
Bukan hal yang mudah bagi Robby dan keluarganya, untuk pulih dari keadaan tersebut.
Bukan hanya pemulihan kesehatan orang tuanya yang menderita luka-luka akibat tertimpa bangunan rumah, trauma psikis pun masih membekas.
• Gaya PM New Zealand Jacinda Ardern saat Terjadi Gempa Cukup Besar, Tetap Tenang dan Tersenyum
"Waktu itu, karena rumah ambruk, bapak ibu menjalani masa pemulihan kesehatan di rumah keluarga, yang kebetulan tidak terdampak parah. Kira-kira tiga bulanan lah, baru pindah ke rumah dinas SD lain," ungkapnya.
Selama masa itu, ia tidak ikut tinggal bersama keluarga. Namun memilih untuk tidur di parkiran kampus tempatnya berkuliah.
Dari sana, ia bisa sekalian membantu aktifitas relawan, mengecek keadaan orang tuanya, termasuk mengemasi barang-barang yang masih bisa diselamatkan diantara puing reruntuhan bangunan rumah.