Update Corona di DI Yogyakarta

Terkait Video Simulasi Pasien Covid-19 Kabur, Pakar UGM: Terkesan Timbulkan Kepanikan yang Tak Perlu

Satpol-PP DIY dalam hal ini terlihat ingin mencari cara untuk mengimbau masyarakat yang tidak represif.

Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Gaya Lufityanti
istimewa
Screenshot video dengan narasi pasien COVID-19 kabur dari rumah sakit menggegerkan dunia maya. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Pada Kamis (21/5/2020) sempat beredar video yang membuat gempar warganet.

Video tersebut menunjukkan petugas dari pemerintah DIY yang mengenakan pakaian alat pelindung diri (APD) lengkap keluar di sekitar jalan raya.

Mereka berjalan di tengah kerumunan warga dan sesekali turun ke tengah jalan meneriakkan bahwa ada satu pasien positif Covid-19 yang kabur.

Aksi tersebut semula dikabarkan terjadi di Jalan Sorogenan, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta.

Dikutip dari Tribunjogja.com, terungkap fakta video tersebut ternyata hanyalah simulasi yang digelar Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) DIY.

Viral Video Pasien COVID-19 di Yogyakarta Kabur, Ternyata Ini Faktanya Menurut Kasatpol PP DIY

Kasatpol PP DIY, Noviar Rahmad telah memberikan klarifikasi bahwa video itu memang betul sebuah simulasi.

Dia pun mengakui, dampak dari simulasi tersebut menimbulkan kehebohan dan keresahan masyarakat yang luas.

“Mohon maaf kalau bikin heboh. Karena sebenarnya tujuannya supaya masyarakat tidak berkerumun,” ungkap Noviar.

Menanggapi hal itu, pakar psikologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Galang Lufityanto, M.Psi, Ph.D mengakui, tindakan Satpol-PP tersebut dilakukan dengan tujuan yang baik, namun kurang tepat pada eksekusinya.

“Menurut saya, tindakan Satpol-PP tersebut dilakukan dengan tujuan yang baik, yaitu mengedukasi masyarakat. Namun, eksekusinya kurang tepat karena tidak memerhatikan konteks yang tengah berlaku, yaitu kondisi yang sensitif terkait Covid-19,” ujarnya saat dihubungi Tribunjogja.com, Jumat (22/5/2020).

Dosen Fakultas Psikologi UGM itu menambahkan, dalam prinsip komunikasi yang efektif, perlu diperhatikan beberapa aspek.

Satu di antaranya adalah faktor komunikan (orang yang diajak berkomunikasi) yang sangat dipengaruhi oleh konteks dan situasi yang tengah terjadi.

“Dalam kasus ini, video menyebar di kalangan masyarakat yang tidak semuanya acuh dengan social distancing sehingga mungkin hal ini menjadi blunder,” ungkap Galang.

BREAKING NEWS : Update Covid-19 DIY 22 Mei 2020, 13 Pasien Berhasil Sembuh

“Bagi masyarakat yang benar-benar sensitif terhadap situasi ini (dan bukan merupakan target video ini) akan bereaksi keras terhadap video ini karena terkesan menimbulkan kepanikan yang tidak perlu,” sambungnya.

Terpisah, Ketua Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM, Dr. Arie Sujito, S.Sos., M.Si. mengungkapkan, Satpol-PP DIY dalam hal ini terlihat ingin mencari cara untuk mengimbau masyarakat yang tidak represif.

“Saya kira ini hanya bagian dari upaya Satpol-PP untuk mengurangi tindakan represi. Satpol-PP ingin mencari cara supaya tidak represif, inginnya persuasif. Mungkin begitu. Tapi, sebetulnya selain cara itu perlu diikuti langkah persuasif yang mengimbau masyarakat,” ujarnya.

Arie menambahkan, imbauan-imbauan kepada masyarakat bukan tugas Satpol-PP semata.

Namun, harus disertasi kerja sama dengan unsur pemerintahan lainnya dan tokoh-tokoh masyarakat.

“Kerjasama dengan tokoh-tokoh masyarakat. Tugas Ketua Gugus Tugas Covid-19 untuk mencari cara yang kreatif. Cara kreatif perlu dilakukan, tetapi tidak cukup itu saja, harus selalu diikuti langkah persuasif berupa imbauan,” ungkap Arie.

Terkait Video Pasien Covid-19 yang Kabur, Pemda DIY : Maaf Kalau Bikin Heboh

Dia menambahkan, menerbitkan peraturan saja tidak cukup untuk mencegah penyebaran Covid-19.

“Kalau aturan efektif seharusnya masyarakat tunduk,” imbuhnya.

Ditanya mengenai keefektivitasan efek kejut lewat simulasi yang dilakukan Satpol-PP DIY ini, Arie menuturkan efektif atau tidaknya tidak bisa diukur dalam jangka pendek.

“Ini kan untuk mengukur, sebetulnya masyarakat juga takut (dengan Covid-19). Kreatif perlu dilakukan tetapi tidak cukup itu saja,” tambahnya.

Terakhir, Arie mengungkapkan, masyarakat DIY perlu memiliki kesadaran kolektif.

“Harus sadar bahwa Covid-19 ini tidak bisa diremehkan. Kita harus merasa berkepentingan untuk penyelamatan kemanusiaan. Setidaknya dari masing-masing individu bisa mengurangi tingkat risiko,” pungkasnya. (TRIBUNJOGJA.COM

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved