Bupati Klaten Izinkan Warganya di Perantauan Tetap Mudik, Tapi Ada Syaratnya

Bupati Klaten Izinkan Warganya di Perantauan Tetap Mudik, Tapi Ada Syaratnya

Editor: Hari Susmayanti
Dokumentasi Pemkab Klaten
Bupati Klaten Sri Mulyani menyerahkan bantuan sembako, masker dan handsanitizer di Halaman Kantor Kecamatan Delanggu, Kamis pagi, 16 April 2020. 

TRIBUNJOGJA.COM, KLATEN – Kebijakan berbeda dikeluarkan oleh Bupati Klaten, Sri Mulyani terkait dengan larangan mudik oleh pemerintah pusat.

Jika pemerintah pusat memutuskan larangan mudik, Bupati Klaten Sri Mulyani tetap mempersilahkan kepada warga Klaten yang ada di perantauan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi serta wilayah lain di Indonesia untuk pulang kampung.

Alasan Sri Mulyani mempersilahkan warga perantauan untuk mudik karena khawatir warganya tersebut tidak bisa makan sehingga kelaparan jika tetap bertahan.

"Kami tidak mau masyarakat kami di perantauan di sana, tidak bisa makan, kelaparan dan telantar di sana," ungkap dia kepada TribunSolo.com, di Kantor Desa Glodogan, Klaten Selatan, Klaten, Kamis (22/4/2020).

Orang nomor satu di Klaten itu mengaku, masih membolehkan perantau asal Klaten mudik jika kehidupan mereka tak terjamin di sana.

Hanya saja pihaknya tetap mamatuhi larangan Presiden Jokowi terkait kebijakan tidak mudik, termasuk menjelang Lebaran.

"Tetapi jika ada perantau asal Klaten yang terpaksa untuk mudik, tapi persilahkan dengan syarat," ucap Sri.

Pemerintah Larang Mudik, Polda Metro Jaya Siap Jalankan Operasi Lebaran Mulai H-1 Ramadan

Pemudik dari Zona Merah Tak Diizinkan Masuk DIY, Polisi dan Dishub Bakal Perketat Penjagaan

Sri memaparkan syarat-syarat untuk perantau Klaten diperbolehkan mudik ke Klaten jika tidak mendapat jaring pengamanan sosial (JPS) atau bantuan untuk bertahan hidup di perantauan.

"Jika memang di sana mereka benar-benar tidak menerima JPS, bisa mudik," jelasnya.

"Namun untuk yang memang mendapatkan JPS di sana, jangan mudik ke Klaten," ucap Sri menekankan.

Pasalnya lanjt Sri, jika di perantauan tidak memiliki bekal dan tidak mendapatkan JPS masyarakatnya tidak makan dan telantar.

Sri mengatakan akan menjamin ekonomi dan perut mereka bagi perantau yang terpaksa mudik karena tidak bisa makan di sana.

"Jika memang terpaksa untuk mudik karena disana telantar, silahkan tapi harus jalani isolasi selama 14 hari," tegasnya. 

Jokowi Umumkan Larang Mudik

Presiden Jokowi tetapkan status darurat kesehatan di Indonesia dan lakukan Pembatasan Sosial Skala Besar.
Presiden Jokowi tetapkan status darurat kesehatan di Indonesia dan lakukan Pembatasan Sosial Skala Besar. (Kompas Tv)

Presiden Jokowi resmi menyatakan pemerintah melarang segala kegiatan mudik, di tengah pandemi Corona.

Pengumuman itu disampaikan Jokowi Selasa (21/4/2020).

Hal itu diputuskan sebagai upaya pemerintah menekan penyebaran virus corona (Covid-19).

Keputusan tersebut diumumkan Jokowi melalui rapat terbatas melalui video conference, pada Selasa (21/4/2020).

Menurut Jokowi, pengumuman itu diambil setelah hasil survey menyebut, masyarakat yang berkeinginan mudik masih besar, yakni sekitar 24 persen.

"Yang tetap bersikeras mudik 24%, yang sudah mudik 7%. Artinya masih ada angka sangat besar 24% lagi," katanya.

Jokowi menegaskan bahwa pemerintah sebelumnya telah menerbitkan larangan mudik bagi seluruh aparatur sipil negara (ASN), TNI, Polri, hingga jajaran pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Lalu, andai nekat mudik, apakah akan ada sanksi dari penegak hukum?

Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi, menegaskan bahwa aturan itu tentu saja akan dilengkapi sanksi.

Untuk menegakkan peraturan, menurutnya diperlukan adanya sanksi atas pelanggaran.

Dengan adanya pernyataan resmi dari pemerintah yang melarang mudik, tentu perlu ada sanksi bagi yang melanggar.

"Bagi masyarakat yang memaksa untuk mudik, harus ada sanksi di sana," kata Budi Setiyadi dalam keterangan resmi, Selasa (21/4/20).

Ia mengatakan sanksi tersebut bisa diterapkan mengacu pada UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

"Sanksinya itu ada di UU Karantina no 6 tahun 2018 ada itu. Saya nggak hapal persis, tapi mungkin akan kita ambil dari situ," jelas Budi.

Sanksinya menurut Budi paling berat ada denda dan hukuman kurungan.

"Ada denda sama hukuman. Dendanya berapa lupa saya, dilihat UU-nya aja. Kalau hukuman ya mungkin kurungan." kata Budi.

Jika ditinjau dari UU no 6 tahun 2018, dalam pasal 93 disebutkan ada hukuman kurungan paling lama setahun dan denda maksimal hingga Rp 100 juta.

"Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)" bunyi pasal 93.

Sementara  dalam Pasal 9 ayat (1) menyebutkan, "Setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan".(*)

Artikel ini telah tayang di Tribunsolo.com dengan judul Jika Kelaparan & Terlantar di Jakarta, Bupati Klaten Bolehkan Warganya Mudik Meski Dilarang Jokowi

Sumber: Tribun Solo
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved