"Jengkar" Masker Canggih Ciptaan Dosen Unsoed, Menyala Saat Lewat di Daerah Berpasien Virus Corona

"Jengkar" Masker Canggih Ciptaan Dosen Unsoed, Menyala Saat Lewat di Daerah Berpasien Virus Corona

Editor: Hari Susmayanti
KOMPAS.COM/DOK UNSOED
Dosen Fakutas Teknik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Jawa Tengah, Bangun Wijayanto, menciptakan masker pintar Iron Man. 

TRIBUNJOGJA.COM, PURWOKERTO - Pemerintah menganjurkan seluruh warga untuk menggunakan masker guna meminimalisir penularan virus corona.

Imbauan pemerintah itupun langsung berdampak terhadap kebiasaan masyarakat serta menjadi ladang bagi sejumlah pihak untuk ikut memproduksi masker.

Warga saat ini banyak yang mengenakan masker, baik masker kain maupun jenis lainnya sebagai upaya pencegahan penularan virus corona.

Berbagai model dan jenis masker pun banyak beredar di pasaran.

Namun dari sekian jenis masker yang diciptakan, mungkin masker ciptaan dosen Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto ini bisa menjadi pilihannya.

Masker yang diciptakan oleh dosen Fakultas Teknik Universitas Jenderal Soedirman ini dilengkapi dengan sensor pendeteksi pasien virus corona.

Masker ini dilengkapi lampu indikator yang dapat menyala jika melewati daerah berpasien corona.

Dirancang dosen teknik Unsoed

Sosok di balik masker tersebut adalah seorang dosen Fakultas Teknik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Jawa Tengah bernama Bangun Wijayanto. 

Bangun merancang masker pintar seperti "iron man" itu untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya penyebaran corona.

Masker tersebut juga menjadi alat pelindung diri ketika bepergian.

Bangun menamai masker ciptaannya 'Jengkar'.

Dalam bahasa Jawa, kata jengkar berarti pergi.

Bagaimana cara kerja jengkar? Bangun memanfaatkan informasi mengenai sebaran Covid-19 ke dalam perangkat berbasis internet of things (IOT) yang praktis serta mudah diakses.

Pengguna hanya cukup menyalakan hotspot pada ponselnya.

Masker yang dilengkapi tiga lampu indikator itu kemudian akan bekerja mendeteksi daerah sebaran corona.

" Masker pintar ini akan membantu seseorang dalam melihat informasi mengenai keadaan lokasi yang dilewati dalam perjalanan," kata dia.

Adapun data sebaran pasien corona yang digunakan berasal dari website resmi pemerintah kabupaten tempat sang pemakai masker berada.

Lampu indikator pada masker akan menyala merah jika melewati daerah yang memiliki pasien positif Covid-19.

Kemudian, warna kuning akan menyala saat melewati daerah yang memiliki pasien dalam pengawasan (PDP) Covid-19.

Sedangkan, jika wilayah itu memiliki orang dalam pemantauan (ODP) maka lampu akan menyala kuning.

Masker ini pun dapat digunakan sebagai alat bantu melakukan tracing apabila penggunanya terpapar Covid-19.

"Masker pintar saat ini dalam tahap prototipe yang berfungsi baik ketika dilakukan pengujian," kata Bangun yang merupakan ahli rekayasa perangkat lunak tersebut.

UPDATE Data Virus Corona Rabu 15 April, Jakarta Terbanyak, DI Yogyakarta Urutan ke-10, Jatim Nomor 3

Temuan Tim Ahli Prancis : Virus Corona Masih Bertahan di Suhu 60 Derajat Celcius

Masker berwarna Pink

Virus corona telah menyebar ke seluruh dunia. Kini, masyarakat diwajibkan menggunakan masker agar terhindar dari virus yang belum memiliki vaksin tersebut.

Terkait masker, salah satu kejadian unik terjadi di Taiwan. Ada seorang ibu yang bercerita di media sosial karena anak laki-lakinya dirundung oleh teman sekelas.

Permasalahannya simpel, sang anak mengenakan masker berwarna pink.

Pemerintah Taiwan yang mendengar kisah itu langsung menanggapinya.

Melalui konferensi pers di Taipei, Selasa (14/4/2020), Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Taiwan, Chen Shih Chung meminta para petinggi untuk mengenakan masker pink.

Pemerintah Taiwan Gunakan Masker Pink, Respons dari Perundungan Siswa di Sekolah (YouTube Ministry of Health and Welfare)
“Pink itu tidak buruk,” katanya dalam konferensi pers.

Menurut Chen, pihaknya sengaja melakukan ini agar tak ada lagi diskriminasi gender di masyarakat.

Di Taiwan, pemerintah menyediakan masker dengan harga terjangkau. Namun, pembeli tak bisa memilih warna apa yang tersedia.

Kisah tersebut pun terdengar hingga telinga Presiden Taiwan, Tsai Ing Wen. Di media sosialnya, Tsai mengatakan pink adalah warna yang bagus untuk laki-laki maupun perempuan.

Ia juga mendukung para menteri dan pihak berwenang yang mengenakan masker berwarna pink.

“Masker itu digunakan untuk melindungi kita. Sata minta semuanya untuk tidak membatasi piihan berdasarkan stereotip warna. Apapun warnanya, asal bisa melindungimu, itu yang paling cocok,” katanya.

Mengikuti komentar presiden, Menteri Perhubungan dan Komunikasi Lin Chia Lung dan Menteri Pendidikan Pan Wen Chung mengunggah foto mereka menggunakan masker pink.

Unggahan itu juga untuk mendukung pernyataan Menteri Chen.

“Warna itu tidak bergender,” kata Pan di Facebook.

“Selama itu digunakan dengan benar untuk melindungi kita, masker apapun cantik dan pantas,” paparnya.

Tak hanya jajaran menteri, Perdana Menteri Su Tseng Chang juga menggunakan masker pink di muka umum.

Untuk memperkuat argumen mereka, beberapa logo kementerian juga diganti warna pink agar tak ada lagi perundungan berdasarkan warna.

Hingga kini, Taiwan bisa dibilang menjadi salah satu negara yang cukup sukses mengatasi wabah virus corona.

Padahal, mereka bukan termasuk anggota WHO. Akan tetapi, mereka adalah negara yang mau belajar dari pengalaman.

Gerak cepat pemerintah yang disertai kepatuhan warga menjadi kunci utamanya. Selama wabah sindrom pernapasan akut (SARS) pada 2003, Taiwan adalah salah satu wilayah dengan dampak terparah bersama Hong Kong dan China selatan.

Lebih dari 150.000 orang dikarantina di pulau itu, dengan 181 korban meninggal dunia.

Jika dibandingan dengan Covid-19 dampak SARS memang berbeda. Namun, SARS berjasa memberi gelombang kejut ke sebagian besar Asia dan memberi bayangan jangka panjang tentang bagaimana seharusnya merespons wabah.

Menurut analisis CNN, terbukti dengan pengalaman itu Taiwan bisa bereaksi lebih cepat menangani wabah virus corona.

Dari tingkat pemerintah sampai masyarakat juga menunjukkan kekompakan, mulai dari kontrol perbatasan dan pemakaian masker langsung jadi rutinitas sejak Januari.

Apakah Vitamin C Dapat Melindungi Kita dari Virus Corona? Ini Penjelasannya

Dalam sebuah penelitian pada Januari, Universitas Johns Hopkins di Amerika Serikat (AS) mengatakan Taiwan adalah salah satu daerah paling berisiko di luar daratan China.

Alasannya adalah kedekatan geografis, ikatan warganya, dan hubungan transportasi. Pada 25 Januari Taiwan dan Australia sama-sama mencatatkan 4 kasus virus corona di negaranya.

Australia dan Taiwan memiliki populasi yang hampir sama, sekitar 24 juta orang.

Taiwan Laporkan Kematian 56 Orang Akibat Virus Flu Babi yang Ikut Tersebar bersama Virus Corona (straitstimes)
Bentuk negaranya juga sama-sama pulau, dan sama-sama memiliki hubungan perdagangan serta transportasi yang kuat dengan China.

Namun 10 hari kemudian, Australia memiliki 5.000 kasus virus corona sedangkan di Taiwan kurang dari 400 kasus.

Negara yang beribu kota di Taipei ini melakukan sejumlah tindakan ketika negara-negara lain masih memperdebatkan tindakan apa yang akan diambil.

Langkah-langkah awal yang sangat menentukan adalah melarang perjalanan dari banyak bagian China, menghentikan kapal pesiar berlabuh, dan menerapkan hukuman berat bagi yang melanggar aturan karantina rumah.

Selain itu petinggi negara Taiwan juga bergerak untuk meningkatkan produksi masker dalam negeri guna memastikan pasokan lokal.

Taiwan juga melakukan pengujian virus corona di seluruh pulau, termasuk pengujian orang yang sebelumnya memiliki riwayat pneumonia janggal. Pemerintah pun menerapkan hukuman baru bagi para penyebar hoaks tentang virus corona.(kompas.com/Tribunjogja.com)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Masker Canggih ala Dosen Unsoed, Menyala Saat Lewati Daerah Berpasien Corona

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved