Pembebasan Lahan Proyek Tol Yogyakarta-Solo Mundur dari Jadwal Semula

royek pengerjaan Tol Yogyakarta-Solo dipastikan mundur dari jadwal semula. Tahapan pembebasan lahan yang seharusnya berakhir April

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Iwan Al Khasni
IST
Desain Tol di Sariharjo Garis Ungu Desain lama Garis Hijau Desain Baru 

Tribunjogja.com Yogyakarta -- Proyek pengerjaan Tol Yogyakarta-Solo dipastikan mundur dari jadwal semula. Tahapan pembebasan lahan yang seharusnya berakhir April diundur karena dampak virus Corona.

Setelah tahap sosialisasi pembebasan lahan di wilayah DIY seluas 2.905 bidang berakhir, harusnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kemen PUPR segera menggeber tahap konsultasi publik.

"Tahap konsultasi publik ini merupakan kesepakatan bahwa lahan warga tidak bermasalah dan warga mengizinkan lahannya bisa digunakan sebagai jalan tol,"kata Staf Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satuan Kerja (Satker) Pelaksana Jalan Bebas Hambatan (PJBH) Kemen PUPR Yogyakarta-Solo, Galih Alfandi, saat dihubungi Tribunjogja.com Rabu (25/3/2020).

Galih menyebut, harusnya awal April proses konsultasi publik dan penetapan trase sudah berakhir. Namun, akibat dampak dari virus Corona, tahapan pengerjaan tersebut sedikit terhambat.

"Akhirnya mau tidak mau harus diundur. Karena pertimbangan keselamatan akibat virus Corona,"katanya.

Lebih lanjut, dirinya mengatakan, baru enam desa yang sudah melalui tahapan konsultasi publik dan penetapan lahan.

Enam desa tersebut diantaranya, Desa Bokoharjo, Solomartani, Tirtomartani, Tamanmartani, Tirtonadi, Tlogoadi.

"Yang satu lagi Desa Purwomartani, data lengkapnya ada di kantot. Tapi yang pasti baru enam desa yang sudah ditetapkan, kurang delapan desa lagi. Itu untuk Jogja-Solo,"tuturnya.

Awalnya, Kemen PUPR menunda tahapan pengerjaan sampai bulan April.

Berhubung kondisi penyebaran virus semakin masif, penundaan penetapan jalur mundur sampai waktu yang belum ditentukan.

"Ya sampai menunggu kebijakan dari pemerintah pusat, kapan kira-kira bisa berjalan kembali,"tegasnya.

Kondisi rumah 25 KK yang terdampak proyek Jalan Tol Jogja-Solo di Desa Selomartani, Rabu (25/3/2020)
Kondisi rumah 25 KK yang terdampak proyek Jalan Tol Jogja-Solo di Desa Selomartani, Rabu (25/3/2020) (TRIBUNJOGJA.COM / Miftahul Huda)

Mundurnya tahapan alur pengerjaan kali ini, menurut Galih, juga berpengaruh pula terhadap deadline pengerjaan proyek.

Seharusnya, pengerjaan fisik tol sepanjang 93,14 Kilometer itu ditargetkan akan dimulai akhir 2020. Dalam kondisi saat ini, pihaknya was-was pengerjaan akan sedikit terganggu.

"Tentu akan mundur semuanya. Karena skema kami harusnya sesuai. Namun adanya kendala disalah satu proses kali ini berpotensi mundur di tahap selanjutnya,"sambung Galih.

Sampai saat ini, Satker PJBH Kemen PUPR belum menemukan skema lain, terkait proses konsultasi publik atau penetapan jalur tersebut.

"Belum ada skema darurat dari kami. Semua masih melakukan Work From Home (WFH) sementara konsultasi publik berkaitan dengan data lapangan,"imbuhnya.

Sementara itu, seorang warga Dusun Kringinan, Tirtomartani, Teknyo mengatakan, harusnya minggu kedua bulan ini sudah dilakukan penetapan lahan.

Adanya virus Corona sekarang ini, penetapan lahan terpaksa diundur.

"Harusnya minggu kedua sudah ada jadwalnya. Tapi katanya diundur dan belum diberitahu oleh PPK kapan akan dilanjut,"katanya.

Desa Tirtomartani memang satu diantara desa yang terdampak.

Namun, terpaksa harus diundur lantaran menunggu kondisi kembali membaik.

Padahal, lanjut Teknyo, ada 25 KK yang menanti kejelasan penetapan lahan tersebut.

"Karena kami juga harus mikir ke depan mau cari tempat tinggal di mana lagi. Kalau seperti ini ya gantung. Kami memaklumi adanya virus Corona saat ini,"imbuhnya.

Teknyo memiliki lahan seluas 170 meter persegi.

Lahan tersebut digunakan untuk berjualan soto yang berada di Jalan Jogja-Solo Km 13.

Wilayah Purwomartani Kalasan Sleman
Wilayah Purwomartani Kalasan Sleman (Googleearth)

"Luasnya 170 meter persegi. Tapi kan belum pasti berapa meter nanti yang terkena dampak,"ujarnya.

Pria usia 58 tahun ini berharap, jika ada kesepakatan, pihaknya menginginkan tanah miliknya supaya dihargai sebesar Rp 20 juta per satu meter.

"Karena lahan ini saya gunakan untuk berdagang, kalau dibebaskan untuk jalan tol, terus sumber penghasilan saya dari mana?"tutur bapak tiga anak ini.

Alasan kedua, menurut Teknyo, proyek tol arahnya bisnis, maka dari itu ia meminta supaya pemerintah juga perhatikan rakyat kecil seperti kami.

"Yang lewat jalan tol itu kan rata-rata kalangan ekonomi menengah ke atas. Khusus yang punya mobil, beda dengan jalan Provinsi. Jadi ya itu pertimbangan kami,"pungkasnya. (Tribun Jogja.com | Miftahul Huda )

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved