Kisah Inspiratif
Jamu Bu Nur di Kota Magelang Layani Pelanggan Sejak Tahun 1982
Depot Jamu Bu Nur yang ada di Pasar Rejowinangun Kota Magelang memang sudah seperti rumah sakit. Segala macam penyakit, ada obatnya.
Penulis: Rendika Ferri K | Editor: Gaya Lufityanti
Mulai dari Rp 3.000 sampai yang paling mahal hanya Rp 20 ribu saja.
Setiap hari Kios Jamu Bu Nur buka, tujuh hari dalam seminggu.
Kios Jamu Bu Nur ini pertama kali ada di depan Toko Abadi.
• Virus Corona Mewabah, Permintaan Jamu Herbal di Bantul Meningkat
Saat itu, Bu Nur yang masih berjualan dibantu Sutini sebagai rewang.
Setelah beberapa lama, mereka pun pindah ke pasar, tetapi terjadi kebakaran di pasar.
Mereka pun pindah ke pasar darurat di Pasar Setres.
Baru kembali lagi ke Pasar Rejowinangun pada tahun 2013.
"Tiap hari buka, dari Senin-Minggu. Kalau libur, nanti dimarahin pelanggan yang jauh-jauh. Sudah sejak dulu seperti ini, sejak tahun 1982. Walaupun sudah pindah berkali-kali. Pertama di depan Abadi. Setelah pasar kebakaran itu, pindah ke Pasar Setres, ya tetap dicari. Kemudian pindah lagi ke sini, kalau ga salah tahun 2013," tuturnya.
Di saat, teknologi kesehatan dan obat yang begitu pesar, ternyata jamu masih bertahan.
Begitu juga dengan Kios Jamu Bu Nur yang masih terus bertahan sampai sekarang. Sutini, sang peracik jamu sendiri percaya akan khasiat jamu.
Jamu adalah kearifan lokal dan tinggalan dari nenek moyang yang dipercaya dulu hingga sekarang.
• Permintaan Meningkat, Pedagang Pasar Beringharjo Yogyakarta Racik Empon-Empon Corona
Dia pun tetap tenang dan tak khawatir jamu akan punah.
Buktinya, Sutini masih terus menumbuk racikannya dan menanti pembeli menjemput jamunya.
"Kenapa masih jamu kan banyak pengobatan lain, ya karena yang mengambil jamu juga banyak sampai sekarang. Jamu ini kan sudah ada sejak dulu dan banyak khasiatnya. Kalau ditanya sampai kapan bikin jamu ya, sampai tidak tahu, sampai nanti. Sekarang putra saya pegawai, tapi nanti entah yang meneruskan pasti ada. Saya yakin," kata Sutini.
Sementara Bu Sutini menceritakan perjalanan jamunya, sang pelanggan yang sakit lambung itu sudah agak baikan.
Pelanggan itu ternyata seorang warga Jawa Barat yang pindah ke Jogja, dan bekerja di Magelang. Dadi (45), mengatakan, ia sudah berlangganan jamu di Kios Jamu Bu Nur Pasar Rejowinangun ini sudah sejak lama.
Sejak perintisnya, Nur masih ada. Saat itu awal reformasi tahun 1998.
"Saya warga Jawa Barat, tetapi langganan jamu di sini. Saya sudah langganan di sini sejak 1998 pas reformasi sudah di sini, sejak ibu (Nur) masih ada. Dulunya yang punya bu Nur, sekarang sudah almarhum. Sekarang Mbah Sutini ini," kata Dadik.
• Pemkab Klaten Gencar Promosikan Jamu Tradisional untuk Jaga Warisan Leluhur
Cocok, menjadi alasan Dadi terus berlangganan di sini.
Ia melihat proses pembuatan jamu yang menggunakan bahan-bahan alami.
Ramuan jamu, tidak menggunakan bahan tambahan, kimia atau pengawet, itu yang membuat Dadi tak merasa khawatir.
Ketika ia merasa keluhan, tinggal bilang sakit apa, nanti jamu akan dibuatkan.
Sakit pun reda.
"Pesan jamu, keluhan apa yang dirasakan apa. Kadang-kadang capek, kayak sekarang asam lambung, kalau itu jamu yang bikin ibunya. Saya tinggal minum. Kurang hapal. keluhan apa, tinggal saya minum. Rasanya, alhamdulillah, cocok. Jauh-jauh dari jogja, pas kesini mampir sini. Yang pertama harga terjangkau, kan murah to. Kalau harga ga masalah yang penting cocoknya itu. Sebetulnya kalau masalah harga mau murah mahal, tidak jadi masalah yang penting cocok. Ini asli tradisional, tidak ada unsur kimia bahan tambahan. Dari dulu sampai sekarang ya begini. Orang pada tahu karena sudah langganan, walaupun pindah kios orang cari," pungkasnya. (TRIBUNJOGJA.COM)