Yogyakarta

Abalakuswa: Hadibusana Keraton Yogyakarta, Rekam Jejak Peradaban dalam Busana

Abalakuswa ini menjadi bagian dari rangkaian Tumbuk Ageng Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Penulis: Amalia Nurul F | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Amalia Nurul
Pameran Abalakuswa, rekam jejak busana di peradaban Keraton Yogyakarta. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Busana menjadi bagian dari peradaban manusia, menjadi artefak yang mencatatkan kekayaan intelektual budaya.

Tak hanya sebagai pelindung raga, tapi juga menjadi simbol identitas pemakainya.

Keraton Yogyakarta, rekam jejak peradabannya tak terbatas pada lembar-lembar serat serta babad.

Ada busana yang menjelma narasi, mengekspresikan berbagai kondisi dan identitas diri.

Laiknya kitab dengan bab-babnya, busana di peradaban Keraton Yogyakarta dirangkum dalam pameran bertajuk Abalakuswa: Hadibusana Keraton Yogyakarta.

Rangkaian busana kebesaran menjadi makna di balik Abalakuswa.

Tribunjogja.com pun berkesempatan menilik rangkuman jejak peradaban tersebut.

BERITA FOTO : Pertemuan Dua Raja dan Suguhan Indah Tari Beksan Lawung Ageng di Keraton Yogyakarta

Busana blenggen berbahan laken atau bludru, megah dan anggun menyambut di ruang pamer pertama.

Bak tuan rumah, menyapa, memperkenalkan diri dengan narasi-narasi suguhan selanjutnya.

Memasuki bab pertama dalam pameran Abalakuswa, disuguhkan batik dan filosofi.

Berbagai jenis kain batik ditata, dibentang, menjadikannya terlihat setiap detailnya.

Seperti kampuh pernikahan GKR Hayu dan KPH Notonegoro yang begitu megah tergelar.

Kain kampuh ini membentang dengan ukuran kurang lebih empat meter.

Detail hiasan prada emas pada motif batiknya berkelip tertimpa cahaya.

Dalam narasi resmi pameran Abalakuswa dituturkan, selayaknya busana yang bersifat personal, batik pun demikian.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved