Gunungkidul
Pelaku Klitih di Yogyakarta Kebanyakan Tidak Memiliki Motif
Agar anak tidak melakukan perbuatan yang sama LPKA, melakukan tiga langkah pendampingan kepada anak, yaitu Kemandirian, Kepribadian, dan Sosial.
Penulis: Wisang Seto Pangaribowo | Editor: Ari Nugroho
Laporan Reporter Tribunjogja Wisang Seto Pangaribowo
TRIBUNJOGJA.COM,GUNUNGKIDUL - Pelaku kejahatan jalanan (klitih) yang tertangkap dan menjadi warga binaan Lembaga Permasyarakatan Khusus Anak (LPKA) Yogyakarta di Wonosari, kebanyakan tidak bermotif.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala LPKA Yogyakarya, Teguh saat ditemui Tribunjogja, Selasa (28/1/2020).
"Pelaku klitih ini memang berbeda jika dibandingkan dengan kejahatan-kejahatan di tempat lain yang membawa senjata api yang ingin merampok disini tidak, saat kita ngobrol disini mereka ngomong gak tau motifnya hanya senang-senang saja sama teman," katanya.
• Pelajar SMP Negeri 2 Banguntapan Gelar Deklarasi Anti Klitih
Ia mengungkapkan ada dua tipe klitih yang terjadi di Yogyakarta, yang pertama adalah individu yang kedua adalah kelompok.
"Individu itu biasanya hanya berdua dan yang kami tangani terpengaruh minuman keras, kalau kelompok seperti yang terjadi di Karangkajen itu mereka suporter futsal bertemu di jalan dan terjadi gesekan," ucapnya.
Saat disinggung mengenai apakah pelaku klitih menyesal, dirinya mengungkapkan fakta yang menggelitik. Ia mencontohkan satu diantara pelaku pembacokan, setelah melakukan aksinya pelaku langsung memijit orangtua.
"Ada satu orang yang setelah melakukan pembacokan langsung pulang dan memijit orangtua karena merasa bersalah," ungkapnya.
• Tangani Klitih, Pemkot Yogya Bakal Bentuk Satgas
Agar anak tidak melakukan perbuatan yang sama LPKA, melakukan tiga langkah pendampingan kepada anak, yaitu Kemandirian, Kepribadian, dan Sosial.
Pembinaan kepribadian meliputi agama, kepramukaan dan sekolah.
"Untuk pembinaan kemandirian setahun ada 3 kali kami beri pelatihan untuk tahun ini ada pangkas rambut dan sablon, kami juga kerjasama dengan beberapa universitas untuk melakukan pendampingan psikologi," katanya.
Saat ini terdapat 16 warga binaan LPKA yang terdiri dari berbagai kasus termasuk penganiayaan, sedangkan jumlah kapastitas LPKA Yogyakarta mencapai 90 orang.
• Ketua PN Yogyakarta : Perlu Ada Kajian Mendalam Soal Klitih
Pelaku klitih dibawah umur tidak serta merta dimasukkan ke LPKA, karena ada beberapa kasus yang diselesaikan dengan cara diversi yaitu penyelesaian masalah di luar sidang.
"Jadi untuk anak menurut undang-undang jika ancaman kurang dari 7 tahun bisa diselesaikan secara diversi, yaitu menemukan antara Bapas, Polisi, Pelaku dan juga korban. Bisa putusannya nanti dititipkan di balai rehabilitasi remaja di Sleman, bisa dikembalikan ke orangtua, jadi tidak masuk ranah pidana," katanya.
Lanjtnya, jika klitih hingga menyebabkan korban jiwa masuk ke LPKA seperti yang terjadi di Yogyakarta, LPKA mendapat 6 warga binaan yang sudah masuk 2 bulan.
"Ke 6 pelaku dipidana selama 4 hingga 7 tahun," pungkasnya.(TRIBUNJOGJA.COM)
