Memahami Konflik Libya : Khadaffi Didongkel Gara-gara Minyak dan Ide Dinar Jadi Alat Transaksi Migas

libya adalah negara makmur sebelum jet-jet tempur NATO dan AS membombardir negara

Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
NET
Akar konflik Libya 

Begitu Khadaffi jatuh, Libya terperosok ke perang saudara tak berkesudahan hingga hari ini.

Libya juga menjadi arena perdagangan budak Afrika, penyelundupan manusia ke Eropa, ekonominya terseok-seok, dan infrastrukturnya nyaris hancur binasa.

Kini terdapat dua faksi besar, General National Accord (GNA) yang dipimpin Fayez Mustafa al-Sarraj dan Libyan National Army (LNA) dipimpin Field Marshal Khalifa Haftar. GNA kuat di Tripoli dan Misrata, didukung Turki, Qatar, dan NATO serta diakui PBB.

Sedangkan LNA yang berawal dari Benghazi, didukung Rusia dan Mesir. Haftar kini memimpin pengepungan Tripoli, dan mereka sudah mengontrol jalur-jalur ekspor minyak di pelabuhan-pelabuhan utama Libya.    

Sementara kelompok teroris ISIS memiliki kantong-kantong kecil, terutama di Sirte, daerah asal Khadaffi.

Sisanya terdapat faksi-faksi bersenjata, termasuk kelompok suku pengembara Tuareg di gurun Sahara, dekat perbatasan Libya-Chad.

Menurut Almassian, NATO dan AS menggempur Libya untuk alasan melindungi rakyat Libya dari kesewenang-wenangan rezim Moammar Khadaffi. Narasi ini yang dipropagandakan media arus utama barat yang hanya meneruskan sikap politik Washington dan NATO.

Demo besar terjadi, dan Libya akhirnya jatuh dalam kekacauan. Beruntung, lebih dari 3.000 surat elektronik di akun email Hillary Cllinton, waktu itu Menteri Luar Negeri pemerintahan Barrack Obama, terkuak pada 2016.

Isi surat elektronik itu sebagian menjelaskan Libya memang sengaja dihancurkan NATO, dan Qaddafi dibunuh di jalanan oleh milisi di Sirte karena Prancis ingin mempertahankan cengkeraman keuangan mereka di negara-negara Afrika Utara.

Perang NATO menurut Kevork Almassian, bukan untuk melindungi rakyat Libya, melainkan usaha menggagalkan upaya Khaddafi menjadikan emas dinar sebagai alat transaksi internasional, mendobrak monopoli barat.

Setelah sembilan (9) tahun perang berkobar, konflik Libya kini menuju fase baru, ditandai intervensi militer Turki. Presiden Tayyip Erdogan mengirimkan alat perang serta tentaranya ke Tripoli.

Erdogan juga mengirim petempur-petempur Suriah, yang kelompoknya diciptakan Turki beberapa tahun lalu untuk ikut mendongkel pemerintahan Damaskus. Ada ribuan petempur sipil disiapkan, sebagian sudah terjun ke jalanan Tripoli.

Mereka umumnya diambil dari Provinsi Idlib, Suriah. Kevork Almassian secara retoris bertanya, apa yang diinginkan Turki dari Libya? Sekurangnya ada dua faktor utama yang membuat Erdogan bernafsu masuk Libya; ekonomi dan politik.

Libya adalah negara yang kaya akan cadangan minyak dan gas, yang berbatasan dengan rute perdagangan Mediterania yang penting. Banyak perusahaan Turki sudah aktif di Libya di bawah rezim Khaddafi.

Perusahaan Turki juga terlibat berbagai proyek konstruksi yang menguntungkan di Libya. Angka tepat tidak tersedia, tetapi volume investasi diyakini telah mencapai beberapa miliar dolar AS.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved