Imbauan Pakar Peternakan dan Mikrobiologi UGM Untuk Tangani Kasus Antraks di Gunungkidul
Imbauan Pakar Peternakan dan Mikrobiologi UGM Untuk Tangani Kasus Antraks di Gunungkidul
Penulis: Noristera Pawestri | Editor: Hari Susmayanti
Spora dari bakteri ini, jelasnya, bisa bertahan di tanah hingga puluhan tahun.
Karena itu, ia menegaskan agar hewan yang diduga terjangkit penyakit ini tidak boleh disembelih atau dibuka.
“Kalau hewan disembelih darahnya akan keluar, dan di situ bakterinya juga akan keluar. Begitu berhubungan dengan udara, dia akan membentuk spora yang bisa bertahan di tanah hingga puluhan tahun,” terangnya.
Karakter bakteri tersebut, ujarnya, membuat pengendalian penyakit antraks tidak mudah, karena sulit untuk mengetahui di mana letak spora bakteri yang keluar dari hewan.
Untuk itu peternak perlu melakukan penanganan bangkai hewan secara tepat.
Ia menyampaikan bahwa di beberapa negara, penanganan bangkai hewan yang terjangkit penyakit dilakukan dengan insenerator untuk menghancurkan bangkai secara menyeluruh.
Namun, alat tersebut belum bisa diterapkan untuk kasus penyakit ternak di Indonesia.
Alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan mengubur bangkai pada lubang dengan kedalaman minimal 2 meter yang ditutup dengan tanah dan diberi disinfektan.
Area tersebut juga sebaiknya diplester atau dilapisi dengan semen sebagai penanda bahwa di tempat tersebut pernah terjadi kasus antraks.
“Dan tempat itu tidak boleh dibangun ataupun digali,” imbuhnya.
Sebagai pencegahan, khususnya di daerah di mana penyakit antraks telah menjadi endemik, perlu dilakukan vaksinasi ternak serta pengawasan secara berkala terhadap hasil dari vaksinasi tersebut.
Ia menyarankan agar vaksinasi dilakukan dua kali dalam setahun karena antibodi mulai menurun setelah enam bulan.(Tribunjogja/Noristera Pawestri)