Pemakzulan Donald Trump : Dua Kasus yang Didakwakan Hingga Surat Trump yang Penuh Amarah

Presiden Donald Trump didakwa dengan dua pasal sekaligus. Meliputi Tuduhan atas penyalahgunaan kekuasaan dan upaya menghalang-halangi kongres

Penulis: Mona Kriesdinar | Editor: Mona Kriesdinar
IST/ABCNews
Presiden Donald Trump dan dokumen dari Komite Intelijen DPR AS yang dipakai untuk pemakzulan presiden. 

Presiden AS Donald Trump resmi dimakzulkan pada Kamis (19/12/2019) pagi waktu Indonesia. Pemakzulan diambil secara resmi setelah dilakukan voting di DPR AS untuk menentukan pengambilan keputusan.

Adapun Presiden Donald Trump didakwa dengan dua pasal sekaligus. Meliputi Tuduhan atas penyalahgunaan kekuasaan dan upaya menghalang-halangi kongres.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kanan) dan Ketua DPR AS Nancy Pelosi.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kanan) dan Ketua DPR AS Nancy Pelosi. (Getty Images via BBC)

Dalam voting tersebut, sebanyak 230 orang anggota parlemen menyetujui bahwa Donald Trump telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan, sementara 197 anggota parlemen lainnya menolak.

Pasal kedua dalam dakwaan menghalangi-halangi kongres, sebanyak 229 anggota parlemen menyetujui pasal ini, sementara 197 anggota parlemen lainnya tak menyetujui.

Sehingga dengan demikian, Donald Trump resmi dimakzulkan.

Ia menjadi presiden AS ketiga yang dimakzulkan oleh DPR.

Sebelumnya ada nama Bill Clinton dan Andrew Johnson yang dimakzulkan DPR AS.

Meski sudah dimakzulkan di DPR AS yang dikuasai demokrat, proses ini masih harus dilanjutkan pada rapat senat AS yang dikuasai kubu republik.

Bagaimana awal mula munculnya pemakzulan terhadap Donald Trump?

Politisi Demokrat Nancy Pelosi tiga bulan lalu mulai melaksanakan penyelidikan terhadap Donald Trump.

Ini dilakukan setelah mereka mendapatkan bukti bahwa Trump melakukan panggilan telepon dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky pada tanggal 25 Juli lalu.

Dalam panggilan telepon itu disebutkan bahwa Trump meminta Zelensky untuk melakukan penyelidikan terhadap Joe Biden dan putranya Hunter Biden.

Untuk melancarkan permintaan itu, Trump pun menawarkan imbalan sebesar USD 400 juta berupa dana bantuan keamanan.

Banyak kalangan menilai bahwa ini merupakan salah satu upaya Trump dalam menjegal Joe Biden yang disebut-sebut akan maju dalam pemilihan presiden di tahun 2020.

Jika terlaksana, maka Joe Biden kemungkinan besar akan berhadapan dengan Donald Trump. 

Kirim surat penuh amarah

 Siang hari sebelum dilakukannya voting pemakzulan, Presiden Donald Trump sempat mengirimkan surat kepada Ketua DPR AS, Nancy Pelosi.

Dalam surat penuh kemarahan yang ditujukan kepada Pelosi, Trump menuduh si Ketua DPR AS "mengumumkan perang terhadap demokrasi".

"Engkau telah merendahkan dengan menganggap penting sebuah kata yang jahat, pemakzulan!" tulis presiden 73 tahun itu.

Soal Program Nuklir Korea Utara, Donald Trump : Akan Kita Bereskan!

Dalam surat sepanjang enam halaman itu dilansir BBC Selasa (17/12/2019), Trump mengkritik proses maupun terhadap Pelosi.

Dia mengklaim telah "dicabut dari proses dasar Konstitusi AS melalui pemakzulannya", dengan haknya untuk menyajikan bukti disanggah.

"Proses yang lebih adil diberikan kepada mereka yang dituduh sebagai penyihir dalam pengadilan di Salem," katanya.

Klaim itu langsung dibantah Wali Kota Salem, Kim Driscoll, melalui kicauannya di Twitter di mana dia meminta Trump membaca sejarah.

Dia menyatakan, peristiwa pengadilan penyihir Salem yang terjadi 1692 silam adalah korban tak bisa menyajikan bukti, dan tak punya kekuasaan.

"Karena itu dia digantung. Sementara pemakzulan 2019 si pelaku adalah orang berkuasa dengan bukti bisa disajikan," katanya.

Senat Dikuasi Republik, Demokrat Ajak Pendukung Presiden AS Dukung Upaya Pemakzulan Donald Trump

Selain itu dilaporkan BBC, Komisi Yudisial DPR AS sempat mengundang Trump maupun kuasa hukumnya untuk menghadiri sidang.

Saat itu, komisi yudisial mempersilakan tim sang presiden membeberkan bukti sekaligus mempertanyakan proses sidang, tetapi undangan itu ditolak.

Kepada awak media di Washington, Nancy Pelosi mengaku belum membaca surat itu secara utuh.

Namun, dia bisa memahami "isinya".

Dalam pernyataannya jelang hari pemakzulan, dia menuturkan DPR AS bakal menerapkan salah satu mandat yang diberikan konstitusi.

"Selama masa penuh harap di sejarah negara ini, kami harus menghormati sumpah pelantikan guna melindungi konstitusi dari segala musuh, baik itu di dalam dan luar negeri," katanya.

Dalam sidang paripurna Rabu, Trump didakwa telah menghalangi penyelidikan Kongres AS dan penyalahgunaan kekuasaan.

Di pasal menghalangi penyelidikan, Trump dituding tak bekerja sama dengan memaparkan bukti yang diperlukan oleh DPR AS.

Sementara di artikel kedua, dia disebut menekan Ukraina supaya menyelidiki calon rivalnya di Pilpres AD 2020, Joe Biden.

Jika sidang paripurna menyetujui, Trump bakal menjadi presiden ketiga yang hendak dimakzulkan di level Senat.

Di Senat, peluang Trump dilengserkan begitu kecil karena lembaga itu dikuasai oleh Republik, partai tempatnya bernaung.

Pemimpin Mayoritas Mitch McConnell apalagi sudah menyatakan, dia dan Republikan lainnya bakal "berkoordinasi" dengan Gedung Putih.

Padahal, para senator baik dari Republik maupun Demokrat berkewajiban untuk menjalankan tugasnya sebagai juri independen.

Sementara Pemimpin Minoritas Chuck Schumer mewanti-wanti supaya setiap senator menggelar sidang yang adil dan menghormati jabatan mereka. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jelang Malam Pemakzulan, Trump Kirim Surat Penuh Kemarahan ke Ketua DPR AS"

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved