Bantul
Kisah Tukang Cukur Tradisional Asal Bantul yang Telah Tekuni Profesinya Selama 30 Tahun
Selain di Gathak, untuk menawarkan jasa cukur rambut, Suwardi juga terbiasa berkeliling dari pasar dan kampung.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Pagi itu, pukul 08.00, Suwardi (55) warga Patalan, Jetis Bantul sudah membuka lapak di Pasar Gathak, Desa Sumbermulyo, Bambanglipuro.
Ia merupakan satu dari sejumlah tukang cukur tradisional yang biasa mencari rizki di sana.
Seperti namanya, tukang cukur tradisional, alat-alat yang dibawa Suwardi sederhana saja.
Sebut saja gunting, mesin potong rambut, cermin, spon, bedak, dan pemotong jenggot.
Tak ada tempat pangkalan pasti, semacam ruko ataupun bangunan.
• Tidak Punya Pelabuhan, Hasil Tangkapan Ikan di Bantul Cenderung Minim
Suwardi dan rekan sejawatnya, biasa membuka lapak di pinggiran jalan.
Mungkin agar bisa langsung terlihat dengan calon pelanggan.
Kepada Tribunjogja.com, Suwardi bercerita, profesi sebagai tukang cukur rambut tradisional sudah dilakoni selama hampir 30an tahun silam, dimulai sejak tahun 1990-an.
"Dulu satu kali cukur cuma seribu. Tahun 1990an. Sekarang, bayar seikhlasnya, tapi biasanya satu kali cukur, sepuluh ribu," kata dia.
Selain di Gathak, untuk menawarkan jasa cukur rambut, Suwardi juga terbiasa berkeliling dari pasar dan kampung.
Dia tidak sendirian, memiliki banyak rekan dengan profesi serupa.
• Asap Limbah Tripleks yang Terbakar di Bantul Ganggu Pernafasan Warga
Satu di antaranya adalah Paimin.
Paimin saat ini berusia 68 tahun.
Meski sudah tak lagi muda, namun warga Palbapang Bantul itu tetap gigih bekerja.
Ia bahkan mengaku menjalani profesi sebagai tukang cukur rambut sejak masih bujangan.