Yogyakarta

Upah Minim DIY Belum Dianggap Belum Sesuai KHL

Saat ini untuk menentukan UMP, Pemerintah masih menggunakan PP 78/2015, yang mana dalam PP tersebut tidak sesuai dengan KHL.

Penulis: Siti Umaiyah | Editor: Gaya Lufityanti
yangenak.com
Ilustrasi 

TRIBUNJOGJA.COM - Upah Minimum di DIY dirasa masih belum sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Kenyataan upah yang masih dianggap murah tersebut, dirasa tidak akan mampu mengangkat masyarakat yang ada di DIY dari jurang kemiskinan.

Irsyad Ade Irawan, Sekretaris KSPSI DIY menerangkan dari hasil survei KHL DIY per September 2019, berdasarkan Permenakertrans No 13/Men/VII/2012 ditemukan adanya defisit antara besaran UMK DIY, dengan jumlah KHL yang harusnya diterapkan saat ini di DIY.

Seperti halnya untuk wilayah Kota Yogyakarta, jumlah KHL yang harusnya diterima oleh pekerja sebesar Rp 2.794.126 akan tetapi, UMK yang ada hanya sebesar Rp 1.846.400.

Hal tersebut menyebabkan defisit sebanyak Rp 947.726.

Isuzu Resmi Kenalkan Produk Terbaru Isuzu Traga

Di Kabupaten Sleman sendiri, KHL yang harusnya diterima sebesar Rp 2.645.010, namun UMK yang ada hanya sebesar Rp 1.701.000.

Terdapat defisit sebesar Rp 944.010.

Untuk Kabupaten Bantul, KHL yang harusnya diterima sebesar Rp 2.559.861, sedangkan UMK hanya sebesar Rp 1.649.800.

Ada defisit sebesar Rp 910.061.

Di Kulon Progo, KHL yang harusnya diterima sebesar Rp 2.510.079, UMK yang ada hanya sebesar Rp 1.613.200.

Menimbulkan defisit sebesar Rp 896.879.

Sedangkan di Gunungkidul, KHL yang harusnya diterima sebesar Rp 2.501.992.

UMK yang ada hanya sebesar Rp 1.571.000, menyebabkan defisit sebesar Rp 930.992.

"Banyak buruh dan keluarganya mengalami defisit perekonomian. Sehingga, untuk bisa memenuhi kebutuhan, buruh harus berhutang. Fakta lain, sebagian besar buruh tidak memiliki simpanan atau tabungan," terangnya saat melakukan audiensi dengan DPRD DIY pada Jumat (18/10/2019).

Pemerintah Putuskan Upah Minimum Provinsi (UMP) Tahun 2020 Naik 8,51 Persen

Irsyad mengatakan, saat ini untuk menentukan UMP, Pemerintah masih menggunakan PP 78/2015, yang mana dalam PP tersebut tidak sesuai dengan KHL.

Menurutnya, upah berhubungan lurus dengan tingkat kemiskinan di DIY, ketika DIY masih menggunakan PP 78/2015, maka angka kemiskinan akan selalu tinggi.

"Kalau menggunakan PP 78, intinya akan mengabadikan tingkat kemiskinan di DIY. Harus ada sebuah terobosan agar angka kemiskinan bisa diturunkan. Pemerintah mengklaim Serikat Buruh/Pekerja masih memiliki hak untuk berunding tentang kenaikan upah, namun dalam prakteknya justru direduksi, dan dikebiri paska terbitnya PP 78/2015," terangnya.

Irsyad menyebutkan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY hendaknya melakukan pengawasan yang lebih ketat dalam penerapan struktur dan skala upah.

Selain itu, mengingat keterbatasan tenaga pengawas, hendaknya Disnakertrans DIY menginisiasi pengawasan bersama dan membentuk unit kerja pengawasan dan perlindungan kerja yang melibatkan seluruh serikat pekerja/buruh.

Arianto Wibowo, Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Industrial dan Perlindungan Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY, yang juga hadir dalam audiensi di DPRD menerangkan, dalam waktu dekat Dewan Pengupahan akan melakukan pembahasan mengenai UMP 2020, yang mana pada 1 November 2019 UMP tersebut sudah harus ditetapkan.

Akan tetapi, Bowo menjelaskan, jika jumlah UMP 2020 mendatang berkisar 8,51%, dimana pihaknya juga akan mengikuti angka penetapan secara nasional, sesuai dengan PP 78/2015.

UMP dan UMK DIY Masih Terus Dibahas, Formula Penghitungan Tetap Mengacu PP 78/2015

Untuk detailnya, pihaknya masih akan mengunggu surat edaran dari pusat mengenai inflasi dan Produk Domestik Bruto (PDB) yang nantinya digunakan untuk penghitungan.

"Kita masih menunggu surat edaran dari Kementerian, mengenai inflasi dan PDB yang dipakai, baru kita akan melakukan penghitungan melalui Dewan Pengupahan Daerah. Lalu ketika ada angka kita sampaikan ke Gubernur, dan akan dilakukan penetapan," terangnya.

Menurutnya, untuk pengupahan sendiri pihaknya tidak bisa merubah apa yang ada dalam PP 78/2015. Akan tetapi, Bowo menjelaskan jika masih ada peluang untuk bisa menaikan UMP tahun 2021 di DIY yang sesuai dengan KHL yang ada, dimana pada 2020 akan ada survei KHL, yang nantinya survei tersebut akan digunakan untuk menetapkan UMP pada 2021 mendatang.

"Ada peluang di 2020 yang akan dipakai untuk UMP 2021, mending disana saja mengajukan KHL. Kebutuhan seperti apa nanti diajukan. Kita selama ini menggunakan KHL 2015. Kalau KHL 2015 ada penghitungan yang kurang pas atau seperti apa, di 2021 kita perbaiki. Survei KHL-nya setiap 5 tahun sekali," katanya.

"Komponen survei KHL sekarang 60, dan informasi yang saya dapat jumlahnya akan naik sekitar 70 atau 80. Jadi logikanya akan naik nilanya. Kalau sekarang memakai UMP yang sudah berjalan, dikalikan inflasi nasional sama PDB nasional. Ada rumusnya," tambahnya.

Tentukan Kenaikan UMK, Disnakertrans Gunungkidul Masih Tunggu Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi

Arif Hartono, Perwakilan Tim Dewan Pengupahan Daerah dari Akademisi yang juga Dosen di Fakultas Ekonomi UII mengungkapkan, selama ini dalam melakukan penetapan UMP, Dewan Pengupahan menggunakan PP 78/2015.

Menurutnya, ketika Dewan Pengupahan dalam penetapan UMP tidak menggunakan PP tersebut, maka akan keliru karena tidak sesuai dengan peraturan yang ada.

"Soal PP 78/2015 sudah pernah diajukan di Pengadilan Tata Usaha Negara, saya jadi saksi. Tuntutannya kenapa Gubernur menerapkan PP itu, jawaban saya tegas, Gubernur salah kalau tidak menerapkan itu, karena itu berlaku di seluruh Indonesia. Kalau Jogja tidak melakukan PP 78 justru keliru. Hasil putusan PTUN Yogyakarta gugatan itu tidak bisa diterima," katanya.

Menurutnya, untuk bisa memperbaiki hal ini harus sistematis, tidak bisa sporadis di Yogyakarta saja, yang mana regulasi di Pemerintah tidak sesimpel itu.

"Untuk bisa memperbaiki, mari bikin naskah akademik dari Jogja. Ini waktunya pas, karena tahun 2020, itu akan keluar (KHL) baru, apa kebutuhan yang baru. Kita berikan dengan alasan-alasan yang naskahnya akademik," katanya. (TRIBUNJOGJA.COM)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved