DPR dan Pemerintah Setuju 2 Ayat di Pasal Persetubuhan dalam KUHP Dihapuskan

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) kini tinggal menunggu pengesahan. DPR dan Pemerintah setuju dibawa ke paripurna

Editor: iwanoganapriansyah
KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO
Rapat Kerja pembahasan RKUHP antara Komisi III dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/9/2019). 

TRIBUNJOGJA.COM - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) kini tinggal menunggu pengesahan. Menyusul sikap DPR dan Pemerintah yang sepakat untuk segera mengesahkan rancangan undang-undang tersebut.

Kesepakatan tersebut diambil dalam rapat Kerja pembahasan tingkat I antara Komisi III dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/9/2019).

Ini Alasan Penghapusan Pasal Persetubuhan di Dalam KUHP

Sebanyak 10 fraksi menyampaikan pandangannya terkait substansi pasal. Seluruh fraksi setuju untuk melanjutkan pembahasan tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR untuk segera disahkan menjadi undang-undang.

"Izinkan saya mengetok palu sebagai tanda kesepakatan. Apakah bisa disepakati?" ujar Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin saat memimpin rapat. "Setuju!" jawab seluruh perwakilan fraksi.

Pasal Persetubuhan Dihapus

Dalam rapat kerja tersebut, DPR dan pemerintah juga menyepakati untuk menghapus Pasal 418 Ayat (1) dan (2).

Pasal 418 Ayat (1) menyatakan, laki-laki yang bersetubuh dengan seorang perempuan yang bukan istrinya dengan persetujuan perempuan tersebut karena janji akan dikawini kemudian mengingkari janji tersebut dipidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Kategori 3.

Sedangkan Pasal 418 Ayat 2 menyatakan, dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 mengakibatkan kehamilan dan laki-laki tersebut tidak bersedia mengawini atau ada halangan untuk kawin yang diketahuinya menurut peraturan perundang-undangan di bidang perkawinan dipidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak kategori 4.

Kemudian ditambahkan pula definisi frasa "kekerasan seksual yang setara" pada pasal 600d, yakni perbuatan untuk melakukan pemaksaan seksual yang serius sebagai bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengapresiasi sikap DPR dalam bekerja sama menyusun draf RKUHP. "Ini adalah sebuah karya monumental," ucap Yasonna.

Dalam rapat tersebut hadir pula Tim Ahli Penyusun RKUHP, yaitu Profesor Muladi, Profesor Harkristuti Harkrisnowo dan Profesor Edward Omar Sharif Hiariej.

Sebelumnya, Panja DPR dan Pemerintah sempat menggelar rapat pembahasan pada Sabtu (14/9/2019) dan Minggu (15/9/2019) di Hotel Fairmont Senayan Jakarta.

Dalam rapat tersebut mereka menyepakati tujuh isu yang menjadi pengganjal proses pembahasan.

Ketujuh isu itu yakni hukum yang hidup di masyarakat (Hukum Adat), pidana mati, penghinaan terhadap presiden, tindak pidana kesusilaan, tindak pidana khusus, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.

Terkesan Tertutup

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved