Kisah Watu Temanten di Semugih, Tak Bisa Dihancurkan Alat Berat Hingga Datangkan Abdi Dalem Keraton
Kisah Watu Temanten di Semugih, Tak Bisa Dihancurkan Alat Berat Hingga Datangkan Abdi Dalem Keraton
Penulis: Wisang Seto Pangaribowo | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJlS) di wilayah Desa Semugih Rongkop terkendala sebuah batu besar yang tidak bisa dipindahkan.
Batu yang oleh warga setempat dinamakan Watu Temanten(Batu Pengantin) tersebut tidak bisa dipindahkan ataupun dibongkar menggunakan alat berat.
Bahkan alat berat yang hendak membongkar batu tersebut tiba-tiba mogok.
Menurut cerita yang ada di masyarakat, dulunya di sekitar batu tersebut digunakan untuk beristirahat sepasang kekasih yang telah menikah yang belum genap satu minggu.
• Intip Upacara Adat Pemindahan Situs Watu Temanten di Gunungkidul
Saat beristirahat tiba-tiba muncul sebuah batu yang berukuran besar menimpa kedua orang tersebut, dan hingga saat ini batu yang menimpa kedua pengantin disebut warga sekitar dengan nama Watu Temanten (Batu Pengantin).
Di bagian atas batu tersebut ditumbuhi dua pohon jati yang tidak terlalu besar ukurannya.
Warga bersama pemerintah desa setempat pun akhirnya menggelar upacara ritual dengan mendatangkan abdi dalem dari Keraton Yogyakarta untuk memindahkan batu tersebut.
Upacara adat pemindahan Batu Temanten dilaksanakan pada Kamis (12/9/2019) siang dan disaksikan oleh ratusan masyarakat.
Menurut Kepala Desa Semugih, Sugiarto kedua pohon jati yang tumbuh di bagian atas merupakan perwujudan dua pengantin yang tertimbun batu tersebut.
"Kemarin saat akan diukur tidak bisa, lalu dicoba untuk dibongkar mesin juga tidak mampu," katanya ketika ditemui Tribunjogja.com sebelum prosesi upacara adat pemindahan batu dimulai.
• Taman Pintar Simpan Kenangan tentang BJ Habibie
Karena kesulitan mengukur dan memindah batu, tetua adat lalu berembuk dengan warga bagaimana sebaiknya cara memindah batu yang berukuran cukup besar.
Lalu hasil dari mereka berembuk adalah meminta bantuan dari pihak Keraton Yogyakarta.
Warga Desa Semugih, Agus Sutoko menjelaskan, batu tersebut sudah lama ada di Desa Semugih.
Sejak dirinya kecil sudah diceritakan oleh orangtuanya cerita yang sama diucapkan oleh Kepala Desa Semugih.
"Sudah ratusan tahun mungkin sudah ada, dan pohon jatinya ya segitu saja tidak tambah tinggi atau besar," ungkapnya.
Dari pantauan Tribunjogja.com, pukul 11.00 WIB perwakilan dari Keraton Yogyakarta sudah datang ke lokasi tempat upacara adat pemindahan batu.
Bermacam-macam sesajen sudah disiapkan mulai dari nasi tumpeng, telur rebus, rokok kelobot jagung (kulit jagung), ingkung (ayam utuh), ikan lele dan kemenyan sudah disiapkan.
Tidak hanya sesajen berbentuk makanan saja namun juga disiapkan dua buah pakaian pengantin baik itu untuk pengantin perempuan lengkap dengan sanggul dan pakaian pengantin laki-laki.
Kedua pakaian pengantin tersebut dipisahkan tempatnya dengan menggunakan kotak yang dibuat dari kayu.
• Kronologi Penangkapan TNI Gadungan yang Tipu Belasan Wanita Lajang, Pelaku Bawa Kabur 17 Motor
Setelah mempersiapkan sesajen, prosesi selanjutnya adalah berdoa bersama yang dipimpin oleh perwakilan dari Keraton Yogyakarta dan warga sekitar mengikuti doa yang dilantunkan dari perwakilan Keraton.
Mereka melantunkan ayat-ayat suci Alquran bersama-sama.
Setelah doa bersama prosesi selanjutnya adalah penyerahan pakaian pengantin kepada pihak Desa Semugih.
Nantinya pakaian tersebut akan disimpan di Balai Desa Semugih.
Setelah itu barulah prosesi pemecahan batu dengan menggunakan alat berat berjenis tracker.
Di sekitar batu sudah disiapkan berbagai jenis alat berat yaitu backhoe empat buah, tracker satu buah.
Di setiap alat berat tersebut diikatkan sebuah janur kuning di satu diantara sisi masing-masing alat berat.
Perwakilan dari Keraton dan merupakan pemimpin rombongan, GRM Hertriasning menjelaskan prosesi adat bertujuan untuk meminta berkah kepada Tuhan yang Maha Kuasa.
Menurutnya, berkah yang dimaksud tidak hanya untuk Desa Semugih Kecamatan Rongkop, tetapi juga untuk seluruh Gunungkidul, dan DIY seluruhnya.
"Upacara adat ini adalah tradisi untuk memohon kepada Tuhan yang maha Kuasa supaya diberikan berkah kepada seluruh warga Rongkop dan Gunungkidul. Semoga dengan dilakukan kegiatan ini dapat menambah barokah kepada masyarakat," katanya.
• Kurangi Sampah dengan Gunakan Kantong Nabati Bebas Plastik
Ia menjelaskan berbagai sesajen yang disiapkan adalah wujud dari permohonan berkah.
"Persiapannya cukup singkat hanya satu minggu karena sudah terbiasa dengan adat dan tradisi sehingga hanya membutuhkan tambahan-tambahan," katanya.
Hertriasning memaparkan, bahwa di setiap lokasi sesajen akan berbeda-beda sesuai dengan adat tradisi yang dipercaya untuk menggeser situs.
Pihaknya juga berpedoman dengan buku-buku yang berisi persyaratan apa saja yang disediakan.
"Semua tempat memiliki ciri khas masing masing sesuai dengan kearifan lokal masing-masing," pungkasnya.(*)