Politisi Muda PDIP Eko Suwanto Dukung DPRD-Pemda Wujudkan APBD DIY Pro Penciptaan Lapangan Kerja

Seiring dengan pesatnya kemajuan zaman, tantangan yang dihadapi DPRD DIY ke depan dirasakan makin berat.

Editor: ribut raharjo
Istimewa
Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto dalam jumpa pers terkait kinerja Komisi A DPRD DIY selama lima tahun. 

TRIBUNJOGJA.COM – Seiring dengan pesatnya kemajuan zaman, tantangan yang dihadapi DPRD DIY ke depan dirasakan makin berat.

Masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dewan bersama Pemda DIY maupun instansi terkait.

“Kami sampaikan, sikap intoleransi, radikalisme, terorisme termasuk separatisme dan kapitalisme itu nyata-nyata menjadi ancamana bagi DIY karena hal tersebut nyata-nyata bertentangan dan berkhianat terhadap Pancasila dan Keistimewaan DIY serta mengancam keutuhan berbangsa dan bernegara,” ujar Ketua Komisi A DPRD DIY dari Fraksi PDI Perjuangan, Eko Suwanto.

Dalam konferensi pers di DPRD DIY, Jumat (30/8/2019), dia menyampaikan di DIY hingga saat ini problem kesejahteraan masih perlu memperoleh perhatian.

"Yaitu, masalah kemiskinan yang masih berada di angka 11,7 persen, kemudian gini rasio 0.44 atau ketimpangan serta angka pengangguran yang dirasakan masih tinggi," katanya.

Karena itu, dia mengajak semua pihak untuk bekerja keras menyelesaikan persoalan tersebut.

"Dalam perspektif Komisi A DPRD DIY, tantangan tersebut dijawab dengan pengajuan Rancana Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pembangunan Wilayah Perbatasan guna dekatkan akses pelayanan dasar ke masyarakat. Juga perlu kebijakan yang berpihak, misalnya bagaimana wujudkan APBD dan Danais yang mampu ciptakan lapangan kerja bagi rakyat", ujar politisi muda PDI Perjuangan Eko Suwanto.

Menjawab pertanyaan sejauh mana kapitalisme menjadi ancaman bagi DIY, Eko Suwanto, anggota Fraksi PDI Perjuangan yang juga Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Yogyakarta ini kemudian menyebut kapitalisme, seperti disampaikan oleh Bung Karno, sebagai sesuatu sistem yang mengisap rakyat, sistem yang menyengsarakan dan memelaratkan rakyat.

Korelasinya dengan kondisi DIY saat ini, banyak hotel, apartemen maupun kondominium, apalagi jika izinnya tidak beres. Hal itu berdampak langsung pada masyarakat.

“Pertama, masyarakat kehilangan alat produksi yakni tanah yang menjadi sumber penghidupan masyarakat. Setiap tahun lahan pertanian beralih fungsi sekitar 250 Ha. Kedua, lapangan kerja terbatas karena belum tentu sertifikatnya memenuhi dan lain-lain tetapi yang pasti masyarakat tidak punya saham di bangunan komersial yang gede-gede itu,” ucap Eko Suwanto.

Menurut dia, investasi-investasi yang masuk ke DIY boleh-boleh saja akan tetapi harus dikontrol dan harus dipastikan membawa keuntungan untuk rakyat.

“Apa dampak sosialnya? Orang cenderung kemudian mementingkan diri sendiri. Contoh paling mudah mereka yang tinggal di kondominium dan apartemen tidak kenal dengan lingkungan sekitarnya. Sudah tidak ada lagi kerja bakti di Minggu pagi,” kata dia.

Eko Suwanto setuju, masuknya arus modal ke Yogyakata tetap harus berada di dalam kontrol pemerintah.

Hal ini berbeda dengan investasi yang dilakukan oleh pemerintah.

“Investasi negara digunakan untuk pelayanan publik dan hasilnya secara ekonomi harus dipastikan bermanfaat bagi masyarakat. Rumusnya, seluruh pembangunan itu manfaatnya harus kembali ke rakyat,” kata Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Yogyakarta.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved