Pendidikan
Masih Ada 5 RS PTN yang Belum Beroperasi
Dari 25 Rumah Sakit Perguruan Tinggi Negeri (RS PTN) yang ada di Indonesia, sampai dengan saat ini masih ada 5 RS PTN yang belum beroperasi.
Penulis: Siti Umaiyah | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dari 25 Rumah Sakit Perguruan Tinggi Negeri (RS PTN) yang ada di Indonesia, sampai dengan saat ini masih ada 5 RS PTN yang belum beroperasi.
Kelima RS PTN tersebut yakni RS Universitas Negeri Jember (Unej), RS Universitas Nusa Cendana (Undana), RS Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), RS Universitas Lampung (Unila), serta RS Universitas Malikussaleh (Unimal).
Direktur Penjaminan Mutu, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (Kemenristekdikti RI), Prof. Aris Junaidi menerangkan, kelima RS PTN yang belum beroperasi tersebut diakibatkan terkendala dibeberapa hal, seperti sistem, tata kelola, maupun kelembagaan.
Saat ini pihak Kemenristekdikti sedang berupaya menggodok Peraturan Menteri mengenai RS PTN dan diperkirakan akhir tahun ini peraturan tersebut sudah terbit.
• Strategi Menuju Kemandirian RSPTN di Era JKN
"Masih ada banyak kendala, tata kelola, kelembagaan, padahal di Kemenristekdikti kebijakan diberikan otonom kepada PTN untuk mengelola. Sudah lama berdiri, tapi tata kelola masih bingung, oleh karenanya saat ini peraturan di Kemenristekdikti sedang diatur sebelum ditetapkan, agar nanti pengelolaan mengacu ke Peraturan Menteri," ungkapnya.
Menurutnya, dengan adanya Peraturan yang akan dikeluarkan tersebut, nantinya kelima RS PTN tersebut diharapkan bisa segera beroperasi. Namun, ketika peraturan sudah turun dan RS PTN tersebut tidak kunjung beroperasi, maka Kemenristekdikti bisa segera memberikan sanksi.
"Setelah ada Peraturan, ada masa transisi, monitoring dan evaluasi. Kita carikan solusi. Kalau tetap beroperasi maka akan ada sanksi. RS pendidikan memang target utama untuk pendidikan, pengabdian masyarakat, penelitian harus jalan," terangnya.
Arief Budiyanto Direktur Rumah Sakit Akademik UGM mengatakan sampai dengan saat ini RS PTN masih membutuhkan subsidi SDM sampai dengan keuangan.
Menurutnya, di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) saat ini, pembiayaan masih menjadi kendala bagi RS PTN.
"Karena pasien BPJS itu biaya dari BPJS. Kadang tarif Rs lebih tinggi ketimbang tarif yang dibayarkan oleh BPJS. Dengan demikian kita kadang kita harus lakukan subsidi silang dari selisih positif dan negatif, ditambah lagi biaya pendidikan," ungkapnya.
• Terkait Wacana Penghapusan Prodi yang Tak Lagi Relevan, PTN Yogyakarta Punya Cara Sendiri
Untuk itu, dia berharap RS PTN bisa mendapatkan kemandirian, yang mana sampai saat ini pengelolaan masih dibawah universitas.
"Sekarang kami kan di bawah universitas. Padahal pengelolaan universitas dan RS beda. Kalau bisa ada unit khusus, jadi pengelolaan dikelola mandiri. Seperti BLU tapi tidak sepenuhnya, melainkan BLU-like. Jadi RS PTN masih di bawah PTN BH, bukan bertanggungjawab kepada Kemenkeu seperti BLU," ungkapnya.
Nasranudin, Ketua Asosiasi Rumah Sakit Perguruan Tinggi Negeri (ARSPTN) menerangkan pendirian RS PTN tujuannya yakni untuk mendukung kegiatan Tridharma Pendidikan Tinggi, yang mana RS PTN ini harus memenuhi suatu standar.
"Kami dorong RS PTN untuk bisa sesuai standar karst nasional maupun internasional. Setelah dicapai, kerjasama BPJS, sehingga manfaat ada RS PTN jauh lebih besar lagi. kalau sudah dilalui maka bisa lanjut yaitu menuju ke kemandirian baik pengelolaan keuangan, SDM, pengelolaan aset," ungkapnya.
Menurutnya, dalam pengelolaan aset, Pemerintah harus terus hadir, yang mana RS PTN, dimana RS PTN harus terus tumbuh seiring berkembangnya zaman.
"Kami dorong semua RS PTN bisa jadi RS terkemuka seperti negara-negara maju. Hampir semua RS PTN itu jadi RS terkemuka terbaik. Itu target kami," ungkapnya. (TRIBUNJOGJA.COM)