Yogyakarta

Agar Tak Jadi Provinsi dengan UMP Terendah, Sultan Masih Akan Cermati Soal UMP

Sultan pun masih belum menyebut besaran kenaikan termasuk kemungkinan tidak lagi menjadi Provinsi dengan UMP terendah.

Penulis: Agung Ismiyanto | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
ilustrasi 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengaku akan mencermati terkait dengan kenaikan upah minimum provinsi (UMP).

Sultan pun masih belum menyebut besaran kenaikan termasuk kemungkinan tidak lagi menjadi Provinsi dengan UMP terendah.

"(Soal kemungkinan tidak lagi menjadi provinsi dengan UMP terendah) Ya nanti bisa kami lihat, " jelas Sultan, kemarin.

Pengamat UGM Sebut Kenaikan UMP Harus Bisa Akomodir Buruh dan Perusahaan di Yogyakarta

Sultan menjelaskan, besaran UMP ini nantinya masih akan dicermati kembali.

Apakah nanti tetap menggunakan formula pertumbuhan ekonomi dan inflasi untuk menghitung kenaikan juga masih dalam pembahasan.

"Khan masih Oktober, apakah nanti masih perlu pakai pertumbuhan ekonomi dan inflasi atau dalam perjalanan seperti apa kami belum tahu, " jelasnya.

Sekda DIY, Gatot Saptadi sempat mengatakan jika ada keinginan dari Gubermur DIY yang tidak menginginkan UMP terendah se Indonesia dan menimbulkan polemik.

Besaran ini sesuai dengan kesepakatan bersama, acuan tidak hanya Permen tetapi dengan KHL.

Menurutnya, ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Kesepakatan untuk kenaikan UMP pun masih terbuka lebar.

"Intinya kami memiliki keberpihakan pada masyarakat dan pekerja, " katanya.

Dia juga membenarkan jika akan ada rapat koordinasi awal terkait dengan UMP ini.

Kemungkinan untuk kenaikan UMP DIY ini juga akan dibahas secara teknis dalam pertemuan tersebut.

"Kalau melihat dari regulasi, kenaikannya berdasar atas laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Paling tidak berkisar antara 8 hingga 10 persen. Laju pertumbuhan ekonomi 7,5 persen ditambah inflasi 3 persen, " ulasnya.

Akan tetapi, bisa dimungkinkan dalam rapat ini ada kesepakatan bersama untuk kenaikannya.

Gatot pun enggan berkomentar saat ditanya mengenai kenaikan UMP tahun depan cukup signifikan.

Upah Sektoral

Sekretaris Jendral (Sekjend) ABY DIY, Kirnadi menjelaskan, rencana kenaikan UMP jika pemerintah masih mengacu pada PP 78 yang mendasarkan kenaikan pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi tidak akan berdampak signifikan.

Hal ini karena pemerintah Yogya sangat mampu menekan inflasi.

"Jadi semakin rendah inflasi maka semakin rendah UMP," paparnya.

Menanti Kenaikan UMP DIY

Kenaikan UMP, kata dia, jika hanya mendasarkan pada indikator tersebut, maka tidak akan terlalu berdampak signifikan.

Artinya, kenaikannya hanya berkisar antara 7 hingga 8 persen saja.

Namun, jika ada UMS maka, kenaikannya bisa 10 persen.

"Upah Minimum Sektoral sangat penting bagi Yogyakarta. Tanpa kebijakan itu indeks rasio gini dan kemiskinan jadi langganan. Gapnya makin tinggi karena adanya kesenjangan upah buruh yang rendah," jelasnya.

Dalam berbagai kesempatan, ABY mendesak agar Pemda DIY bisa menetapkan UMK hingga Rp 2,4 juta.

Artinya, angka tersebut laya bagi pekerja di Kota Yogyakarta dan kabupaten lainnya menyesuaikan.

"Kenaikan upah ini akan menumbuhkan konsumsi, pertumbuhan ekonomi, karena masyarakat bisa lebih leluasa belanja. Utamanya juga agar mengejar ketertinggalan dengan daerah lain seperti Semarang, Bandung, Surabaya yang UMRnya tinggi, " jelasnya. (TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved