Sleman

Kades di Sleman Tolak Pemungutan Suara dengan Sistem e-Voting

Mereka menolak raperda sistem e-voting dalam pemilihan Kepala Desa mendatang karena dianggap tidak efektif dan terlalu mahal biayanya.

Penulis: Santo Ari | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Santo Ari
Kades-kades di Kabupaten Sleman menolak raperda sistem E-voting 

TRIBUNJOGJA.COM - Puluhan kepala desa yang tergabung dalam Paguyuban Kepala Desa se-Kabupaten Sleman mendatangi kantor Bupati Sleman, kamis (1/8/2019).

Mereka menolak raperda sistem e-voting dalam pemilihan Kepala Desa yang akan dilakukan mendatang karena dianggap tidak efektif dan terlalu mahal biayanya.

Kepala Desa merasa tidak diakomodir aspirasinya dalam proses penyusunan raperda tersebut.

Adapun e-voting dan perhelatan pilkades serentak tertuang dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perubahan Kedua atas Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Sleman Nomor 5 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pemilihan dan Pemberhentian Kepala Desa.

Hati-hati, 5 Kebiasaan Ini Bisa Merusak Kulit Wajah

Raperda tersebut kini masih digodok bersama oleh tim hukum pemerintah daerah dan Panitia Khusus (Pansus) Raperda Pemilihan Kepala Desa DPRD Sleman.

Kades Triharjo Kecamatan Sleman, Irawan mewakili puluhan kades lainnya mengatakan menolak raperda tersebut dan perlu dikaji kembali.

Ia bersama lainya menganggap Pemda Sleman terlalu prematur dan memaksa agar sistem tersebut dapat digunakan pada pemilihan Kepala Desa tahun dekat ini.

"Kita pernah melaksanakan studi banding di daerah yang berhasil, tapi di lain tempat juga banyak yang gagal dan bermasalah. Dengan biaya yang mahal, apakah ini memudahkan masyarakat untuk menggunakan hak suaranya? Apalagi ini juga hal baru," ujarnya.

Menurutnya sistem ini perlu sosialisasi dan persiapan yang panjang.

DP3 Sleman Terjunkan 303 Petugas untuk Pantau Persiapan Hewan Kurban

Ia menilai penghitungan suara dalam e-voting adalah hasil akumulasi, sedangkan dari sistem yang lama adalah dengan membuka kotak suara yang lebih transparan.

Ketua Paguyuban perangkat desa Surya Ndadari, Lekta Manuri menambahkan pelaksanaan e-voting ini bisa menjadi satu ketidakseimbangan dan bisa menjadikan munculnya masalah.

Masalah yang muncul adalah tidak bisa dibukanya kotak suara.

"Ketika ingin membuktikan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan yang dihitung di elektronik sama atau tidak, sinkron atau tidak, itu harus menunggu proses pengadilan. Dan ini memerlukan proses yang panjang," ujarnya.

Ia menilai selama ini pemilihan dengan sistem konvensional tidak pernah menjadi masalah.

Ragukan Sistem E-Voting, Hak Pilih Warga di Sleman Dikhawatirkan Terancam

Sedangkan melalui e-voting memungkinkan munculnya ketikdapuasan calon dan masyarakat lantaran tidak bisa membuka kotak suara sebelum putusan pengadilan.

"Sehingga mohon jadi pertimbangan. Kami tidak menolak teknologi tapi bagaimana agar teknologi ini tidak menimbulkan masalah. Ketika e-voting bisa fair dan bisa menjawab beberapa permasalahan itu, pemilihan e-voting juga tidak masalah," tuturnya.

Setelah mengeluarkan aspirasnya di pendopo, para kades tersebut langsung dimediasi oleh anggota dewan.

Haris Sugiharta ketua DPRD Sleman mengatakan apa yang menjadi tuntutan para kades ini akan dibahas dalam rapat pansus.

"Akan kami jadikan masukan untuk dibahas dalam rapat di pansus. Ini menjadi bahan diskusi utk membuat Raperda yang sesuai harapan," ujarnya singkat. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved