Menelusuri Jejak Keraton Pleret
Jejak Keraton Pleret : Raja Kerahkan 300 Ribu Orang Bangun Istana Indah Dikelilingi Air
Susuhunan Mangkurat sebagaimana tertulis dalam Babad Tanah Jawi mengeluarkan titah untuk membangun kedaton sendiri di Pleret
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
Jejak Keraton Pleret : Raja Kerahkan 300 Ribu Orang, Bangun Bendungan dan Istana Megah dan Indah
"Sarupane kawulaningsun kabeh, padha nyithaka bata, ingsun bakal mingser teka ing kutha Kerta, patilasane kanjeng rama ingsun tan arsa ngenggoni. Ingsun bakal yasa kutha ing Plered."
Terjemahan Indonesianya; "Semua rakyatku, kalian buatlah bata. Aku akan pindah dari Kerta, karena aku tidak mau tinggal di bekas (kediaman) ayahku. Aku akan membangun kota di Plered".

Demikian titah Susuhunan Mangkurat sebagaimana tertulis dalam Babad Tanah Jawi. Raja muda putra Sultan Agung yang baru saja naik tahta di Mataram itu ingin membangun kedaton sendiri.
Ia bertekad hendak meninggalkan Keraton Kerta yang selama bertahun-tahun jadi pusat kekuasaan Sultan Agung Hanyakrakusuma, pemimpin terkuat Jawa pada masanya.
(Gulir ke bawah untuk melihat videonya)
Plered, umumnya sekarang ditulis Pleret, terletak sekitar 1,5 kilometer saja di sebelah timur bekas Keraton Kerta. Di sinilah kemudian tegak berdiri istana besar, yang dikelilingi air.
Pleret tumbuh menjadi kota sangat ramai, megah, memiliki masjid besar yang luar biasa arsitekturnya. Alun-alunnya sangat lapang, dan memiliki danau besar bernama Segarayasa.

Sejumlah penulis buku sejarah terkemuka, antara lain Dr HJ De Graaf dari Belanda, secara gamblang menceritakan riwayat muda Susuhunan Mangkurat hingga saat ia mangkat.
Bagaimana pula Keraton Pleret dibangun selama bertahun-tahun, melewati berbagai rintangan alam, hingga tampak kemegahannya.
• VIDEO Temuan Ratusan Batu Candi di Bawah Jalur KA Yogya - Solo Diduga dari Situs Candi Buddha
De Graaf tidak sembarangan menyusun buku “Disintegrasi Mataram di Bawah Mangkurat I” yang menceritakan detail tentang situasi Mataram di bawah raja baru ini.
Bermacam dokumen tertulis otentik dari catatan harian pembesar VOC (Belanda), sejumlah babad, dan sumber-sumber penulisan sejarah lain dia jadikan rujukan.

Selanjutnya, disertasi Prof Dr Inajati Adrisijanti dari FIB UGM, merupakan referensi cukup penting di masa Indonesia modern.
Disertasinya tentang “Kotagedhe, Plered, dan Kartasura Sebagai Pusat Pemerintahan Kerajaan Mataram Islam (1578-1746)”.
Karya ilmiah ini mengulas tata ruang tiga ibukota Mataram, unsur-unsur bangunan di komplek istana, yang dilihat dari perspektif arkeologi.
• Temuan Baru Candi di Mantingan Pernah Disebut di Dokumen Belanda Tahun 1915