Bantul
Belum Ada Listrik, Petani Bantul Usir Ulat Grayak Pakai Irigasi Kabut
Irigasi kabut ini awalnya digunakan untuk mengendalikan suhu dan kelembapan tanaman bawang merah.
Penulis: Amalia Nurul F | Editor: Gaya Lufityanti
Dengan panjang selang 100 meter ketinggian airnya pun sama pada masing-masing lubang mikro.
Ketinggian air tergantung pada tekanan pompanya dan dapat menjangkau seluruh tanaman bawang merah di lahannya.
Sumarno mengaku, sistem ini dapat menghemat air 40-60 persen.
Bahan bakar yang dibutuhkan untuk pompa air sekali siram lahan 3.500 meter persegi yakni 3 liter pertalite.
• Tanaman Bawang Merah di Srigading Bantul Diserang Hama Ulat Grayak, Petani Merugi Jutaan Rupiah
Namun biaya tersebut bisa lebih murah jika menggunakan listrik.
"Akan lebih murah kalau memakai listrik PLN. Hanya butuh Rp4000," ungkapnya.
Jika menggunakan listrik, pompa dapat diatur menggunakan sensor suhu dan kelembapan.
"Pompa listrik PLN bisa diatur dengan sensor. Ketika cukup lembap bisa mati sendiri. Kalau yang ini masih kira-kira, tapi tetap bisa menghemat waktu bisa ditinggal mengerjakan pekerjaan lainnya," kata Sumarno yang mengembangkan irigasi kabut sejak 2013 silam.
Sayangnya, kata Sumarno, hingga saat ini ia belum mendapat tanggapan lebih lanjut dari PLN untuk pemasangan listrik.
Ia mengaku sudah berkali-kali mengajukan permohonan memasang listrik untuk mengoperasikan pompa dan sensor otomatis.
"Sudah mengajukan dan sudah dengan syarat lengkap tapi belum ada kelanjutannya. Pernah ada yang survei kemari tapi tidak turun dari mobil," ungkapnya.
• Kemarau, Distan DIY Minta Petani Ubah Pola Tanam
Ia berharap segera ada tanggapan dari PLN agar irigasi kabutnya dapat beroperasi optimal dan hemat biaya.
Terlebih para petani lainnya juga sudah mulai menggunakan irigasi kabut inovasinya.
"Ada sekitar 15 petani yang pakai irigasi kabut ini," katanya.
Ia mengatakan, untuk membuat irigasi kabut ini dibutuhkan biaya yang terjangkau.