Satu Juta Warga Tinggal di Bawah Tanah, Berada di Antara Megahnya Kota Beijing
Gemerlap sudah tentu menjadi pemandangan utama dari kota Beijing. Namun di balik itu semua, ada kehidupan memilukan di dalamnya.
TRIBUNJOGJA.COM - Beijing adalah ibukota Tiongkok, di mana kota ini adalah pusat dari salah satu negara terkuat di dunia.
Kehidupan modern dan gemerlap sudah tentu menjadi pemandangan utama dari kota ini. Namun di balik itu semua, ada kehidupan memilukan di dalamnya.
• Kaisar China Harus Tiduri 121 Wanita dalam 15 Hari untuk Suksesi Kerajaan, Begini Mengatur Jadwalnya
Dunia tanpa matahari atau udara segar di bawah ibukota Tiongkok, orang-orang yang bangun tanpa jendela.
Kemudian mereka menaiki tangga beton untuk berjalan kaki, melihat matahari, dan mengubah diri mereka dari penduduk kota yang paling membenci perumahan.
• Bahan Kimia Triclosan pada Pasta Gigi dan Sabun Bisa Memicu Osteoporosis
Orang-orang ini adalah suku tikus atau shuzu, mereka adalah sekelompok orang terpinggirkan yang tidak memilki izin tinggal di kota tersebut.
Alhasil, mereka hidup di gorong-gorong bawah tanah dan lebih dari 1 juta komunitas suku tikus hidup di dalamnya.
Semuanya juga ilegal, karena pemerintah telah menetapkan bahwa ruang bawah tanah atau bungker untuk serangan udara tidak boleh disewakan.
Tetapi karena banyak dari mereka dan tentunya itu adalah pasar yang besar untuk diperdagangkan, pemerintah pura-pura tutup mata dengan hal itu.
Sebagian besar penghuninya adalah pendatang muda, berharap bisa hidup di kota terpenting di Tiongkok bukan hanya pusat politik, tetapi juga seni, bisnis, dan gaya hidup alternatif.
Mereka sebagian besar berprofesi sebagai penyapu jalan, penata rambut, gadis sampi, penganti baru, dan penganut agama Budha serta Kristen.

Banyak di antaranya memiliki kisah dramatis, seperti pria bernama Wei Kuan ini misalnya, dia adalah pria 27 tahun yang bekerja sebagi wiraniaga ansuransi.
Karirnya berhenti, dan kini dia menjadi kurir, penyanyi pemakaman, hingga tukang pijat.
"Saya baik-baik saja tinggal disini, karena saya takut miskin, jadi saya bekerja keras dan tinggal di sini, tempat ini juga memaksa saya bekerja lebih keras," katanya pada Al Jazeera.
Kamar-kamar ini juga memiliki kisah sejarah, salah satunya adalah Perang Dingin ketika China Mao berjuang dengan Uni Soviet untuk supremasi ideologis di blok Timur.