Pendidikan
SMA Bopkri 1 Yogyakarta Jadi Percontohan Sekolah Siaga Kependudukan di Yogyakarta
Di SMA Bosa, materi-materi kependudukan terintegrasikan dalam mata pelajaran, mulai dari perencanaan, pembelajaran hingga evaluasi.
Penulis: Noristera Pawestri | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Noristera Pawestri
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sebagai sekolah yang peduli terhadap isu-isu kependudukan, SMA Bopkri 1 (Bosa) Yogyakarta menjadi percontohan Sekolah Siaga Kependudukan (SSK) di DIY.
Di SMA Bosa, nuansa kependudukan menjadi wacana dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sekolah.
Hal itulah yang kemudian menjadikan SMA Bosa sebagai Sekolah Siaga Kependudukan.
Kepala Bopkri 1 Yogyakarta, Andar Rujito menceritakan, awal mula SMA Bosa menjadi percontohan SSK di Yogyakarta yakni pada saat dirinya turut terlibat menyiapkan materi kependudukan bersama BKKBN.
• 5 Inspirasi Gaya Lebaran Ala Yaseera yang Bakal Bikin Penampilanmu Tetap Kece
"Di BKKBN ada progran namanya SSK, kemudian gayung bersambut. Kenapa tidak sekolah saya menjdi SSK. Maka kemudian saya menginisiasi sendiri kepada BKKBN agar Bosa menjadi percontohan," ujarnya pada Tribunjogja.com, Senin (3/6/2019).
Di SMA Bosa, materi-materi kependudukan terintegrasikan dalam mata pelajaran, mulai dari perencanaan, pembelajaran hingga evaluasi.
"SSK sudah masuk kurikulum SMA Bosa, masuk Silabus RPP masing-masing guru. Di samping mengintegrasikan masuk RPP, (guru) tidak hanya sekadar menyampaikan materi. Dalam evaluasi juga dimunculkan soalnya. Sekalipun soal kimia tapi memunculkan soal kependudukan, entah satu dua nomor tergantung indikator yang dimungkinkan," lanjutnya.
Dijelaskan olehnya, ada lima isu yang disampaikan oleh setiap guru kepada para siswa terkait kependudukan.
Yang pertama berbicara tentang pertumbuhan penduduk yang membahas kematian, kelahiran, bonus demografi.
• Bosa Raya, Sarana Kembangkan Talenta Siswa SMA BOPKRI 1 Yogyakarta
Kedua, bicara tentang kehidupan remaja yang membahas bagaimana memanfaatkan usia remaja dan bagaimana agar remaja harus bisa mengoptimalkan perannya yang bermanfaat.
"Ketiga bicara usia produktif yang juga membahas bonus demografi, bagaimana anak-anak bisa melihat peluang yang bisa bermanfaat bagi bangsa dan negara," ujar dia.
Keempat yakni memperlakukan lansia dan yang terakhir membahas urbanisasi pergerakan mobilitas penduduk.
Hal ini supaya siswa melihat sejak awal bagaimana kemungkinan yang bisa terjadi dalam konteks kepentingan negara Indonesia.
Dengan materi-materi tersebut, para siswa diharapkan memiliki pemahaman tentang kependudukan di Indonesia.
"Kedua bisa bersikap memikirkan dan ikut menyiapkan dirinya agar dia bisa membuat strategi, membuat kehidupan di masa depan dan bisa memiliki partisipasi untuk ikut ambil bagian memikirkan isu-isu kependudukan," katanya.
Selain materi kependudukan yang terintegrasi dalam mata pelajaran, Andar mengatakan, wacana sekolah juga bernuansa kependudukan.
• Kumpulkan Alumni, SMA BOPKRI 1 Yogyakarta Gelar Reuni Angkatan 1963-2015
"Ada kegiatan anak, ada komunitas anak peduli kependudukan, ada pojok kependudukan ada berbagai kegiatan kependudukan. Bahkan kami punya majalah Bosa selalu terbit kolom kependudukan," tuturnya.
Pojok kependudukan ini menjadi titik pusat kegiatan kependudukan yang ada di sekolah yang dilengkapi dengan fasilitas berupa buku-buku dan layanan internet.
"Sehingga siswa kalau ada penugasan guru tentang kependudukan, di situ tempatnya (Pojok kependudukan -red)," jelasnya.
Sebagai percontohan SSK, SMA Bosa juga memiliki kelompok siswa peduli kependudukan (Persada) yang dilantik oleh kepala sekolah.
Anggota Persada terdiri dari 20 siswa kelas X dan XI yang bertugas menjadi pegerak utama siswa.
"Tugasnya untuk membantu sekolah dengan mengisi materi kependudukan pada saat orientasi peserta didik dan ikut terlibat dalam kegiatan luar, workshop yang diadakan oleh BKKBN, jambore perkemahan," terangnya. (*)