Masjid Gede Mataram Kotagede Yogyakarta Bermula dari Langgar di Alas Mentaok

Masjid Gede Mataram Kotagede Yogyakarta. Masjid yang terletak di pusat aktivitas masyarakat di Kotagede Yogyakarta

Penulis: Yudha Kristiawan | Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUNjogja.com | Yudha Kristiawan
Masjid Gede Mataram Kotagede Yogyakarta 

"Sebelum sampai alas Mentaok, rombongan Ki Ageng Pemanahan singgah di wilayah Prambanan yang merupakan pusat pemeluk Hindu kala itu. Lalu, sebagian masyarakat di sana
ikut ke Alas Mentaok turut membantu pembangunan Masjid," terang Warisman.

Akulturasi Budaya Lokal

Di gerbang masjid ini akan ditemui pahatan kepala raksasa yang lazim ditemui dalam arsitektur bangunan Hindu.

Sejarahnya memang dibantu masyarakat yang waktu itu memeluk Hindu.

Warisman menuturkan, secara keseluruhan pembangunan Masjid ini dibagi menjadi dua tahap pembanguan.

Tahap pertama berupa pembangunan ruang inti masjid yang dibangun oleh Panembahan Senopati, dan pembangunan Serambi Masjid oleh Sultan Agung.

"Selain membangun serambi Sultan Agung juga membangun jagang, yakni kolam yang mengelilingi masjid," kata Warisman.

Fungsi jagang ini adalah tempat untuk mencuci kaki agar setiap orang yang memasuki masjid bersih dan terbebas dari kotoran.

Selanjutnya, bila masuk ke ruang inti, maka akan terlihat desain unik atapnya.

Para abdi dalem Keraton Yogyakarta hadir dalam pembukaan Festival Sholawat, yang resmi dibuka pada hari ini, Minggu (24/7/2016) sore di Masjid Gede Mataram.
Para abdi dalem Keraton Yogyakarta hadir dalam pembukaan Festival Sholawat, yang resmi dibuka pada hari ini, Minggu (24/7/2016) sore di Masjid Gede Mataram. (Tribun Jogja/Septiandri)

Di dalam masjid terdapat Bedug yang diberi nama Kyai Dondong dan Mimbar yang umurnya sama degan Masjid Gede Mataram Kotagede.

Tradisinya, setiap menjelang masuk Ramadan, bedug akan ditabuh bertalu talu sebagai penanda bahwa akan masuk bulan puasa.

Atap masjid ini disebut atap tumpuk dua dengan mustoko berbentuk gada dan ditopang dengan empat tiang.

Gada tersebut melambangkan sahadat dan keempat tiang melambangkan salat, puasa, zakat, dan haji. Sedangkan mustoko dan keempat tiangnya melambangkan rukun Islam.

Bahan kayu yang digunakan untuk pembangunan masjid ini adalah kayu jati berasal dari Blora dan Cepu.

Meski sudah berusia ratusan tahun namun Kayu kayu tersebut masih kuat menopang hingga saat ini.

Selain kayu yang masih asli, tembok dan struktur bangunan Masjid tersebut masih sama dengan bentuk aslinya.  ( Tribunjogja.com )

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved