International Visitor Leadership Program
Menikmati Sejarah Panjang Kereta Api Amerika di Kawasan Kota Tua Sacramento
Uniknya, pengunjung tidak hanya bisa mengagumi dan berfoto bersama lokomotif raksasa nan panjang ini.
Penulis: Rento Ari Nugroho | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM - Berjalan-jalan melihat keunikan Amerika tak harus selalu dilakukan di hari libur.
Bila di beberapa kota sebelumnya, aktivitas rekreatif dilakukan pada akhir pekan, maka acara di California terutama Sacramento ini lebih fleksibel.
Baca: Mengenal John Juanda, Legenda Judi Dunia Asal Indonesia yang Bergelar MBA
Bahkan, di sela agenda kunjungan ke beberapa instansi, rombongan International Visitor Leadership Program (IVLP) dari Indonesia menyempatkan diri mengunjungi kawasan kota tua Sacramento.
Seperti namanya, Kota Tua Sacramento menampilkan wajah kota dari masa awal berdirinya.
Selain bangunan tua, terdapat pula museum kereta api, museum militer, museum sejarah Sacramento, museum Sejarah Bank Well's Fargo, restoran, dan beragam toko yang menyediakan cindera mata.
Berjalan menyusuri kawasan ini seakan membawa pengunjung ke masa Wild West alias Barat yang Liar.
Di masa itu, kawasan barat Amerika yang kosong mulai didatangi para pendatang dari pantai timur yang padat.
Sebabnya?
Demam emas yang melanda membuat para penambang nekat mendatangi kawasan barat yang masih liar dan kosong.
Baca: Tantangan Penerbangan Belasan Jam dari Jakarta ke Washington DC
Bangunan-bangunan kayu yang kita lihat di film Cowboy bisa dengan mudah ditemui di sini.
Bahkan jalanan di sini masih berupa jalan tanah yang dikeraskan dengan batu.
Namun, yang menjadi daya tarik yang unik dan penting dari kawasan ini adalah keberadaan museum kereta api yang dilengkapi dengan dipo lokomotif, meja putar, bahkan aktivitas langsir kereta api.
Ya, tidak hanya memajang lokomotif tua nan antik, kawasan ini juga menampilkan aksi lokomotif diesel melangsir satu lokomotif uap kecil dan beberapa kereta penumpang.
Titik pertama yang dikunjungi Tribun Jogja adalah dipo lokomotif yang terletak di samping bangunan kayu layaknya stasiun.
Turun dari minibus yang membawa rombongan, nampak sejenis kereta kabus (Kereta tempat kondektur pada kereta barang, biasanya terletak di bagian paling belakang dari rangkaian kereta) terparkir di samping bangunan kayu.

Kereta berwarna kuning yang aslinya milik perusahaan kereta api Union Pacific (UP) ini seakan menyambut pengunjung.
Keberadaan armada milik UP ini unik karena bangunan yang akan kami datangi sebenarnya merupakan depot kereta penumpang Central Pacific Railroad.
Namun mengingat kawasan ini masih terhubung dengan museum kereta api, maka keberadaan armada dari berbagai perusahaan kereta api adalah hal yang lumrah.
Bangunan kayu di samping kereta kabus tersebut merupakan replika dari bangunan stasiun.
Terdapat loket, ruang tunggu, ruang kepala stasiun, hingga toilet.
Baca: Menjelajah Washington DC, Kota Sejuta Monumen
Di samping bangunan terdapat dipo lokomotif dimana beberapa lokomotif disimpan.
Masuk ke bangunan stasiun, seorang petugas menyapa ramah, terlebih setelah ia tahu kami datang dari Indonesia.
Ia menjelaskan secara singkat sejarah jalur kereta api fenomenal: Transcontinental Railroad yang menghubungkan pantai barat dan timur Amerika.
Selain itu, beberapa detil tentang sejarah stasiun tersebut menjadi bahan yang disampaikannya.
Selesai mendengarkan penjelasan petugas, kami masuk ke dipo lokomotif.

Dua lokomotif uap berukuran besar menyambut kami.
Dibanding lokomotif uap di museum kereta api Indonesia di Ambarawa, jelas lokomotif di sini jauh lebih besar karena lebar relnya juga berbeda.
Baca: Kucing-kucingan Mencari Gorengan di Amerika
Indonesia menggunakan lebar rel 1067mm sementara Amerika Serikat menggunakan 1435mm.
Lebar rel ini berdampak pada kecepatan dan ukuran armada kereta api yang bisa melintas.
Terdapat tiga lokomotif dalam dipo dengan dua yang berukuran raksasa dan satu loko uap kecil.
Pengunjung bebas berfoto namun dilarang naik ke kabin masinis.
Di luar dipo, terdapat dua lokomotif diesel kecil dan satu lokomotif uap besar milik perusahaan kereta api Santa Fe.

Terhubung dengan dipo lokomotif, adalah satu turn table alias meja putar berukuran besar.
Peranti ini merupakan alat untuk memutar lokomotif.
Sebab, pada era lokomotif uap, hanya terdapat satu kabin masinis pada satu lokomotif.
Baca: Seperti Apakah Kuliner Khas Amerika?
Ketika sampai di tujuan, tentu saja lokomotif harus diputar untuk menarik kereta ke arah sebaliknya.
Meja putar ini terhubung dengan bangunan los bundar dengan banyak pintu.
Bangunan ini berfungsi untuk menyimpan lokomotif.
Di Indonesia, pada awal kemerdekaan terdapat beberapa bangunan semacam ini, namun saat ini mungkin tinggal Los Bundar di Lempuyangan, Yogyakarta yang masih utuh.

Bangunan Los bundar ini merupakan bagian dari bangunan Museum Kereta Api Negara Bagian California.
Berbeda dari bangunan depo yang bebas masuk, untuk berkunjung ke museum ini pengunjung harus membayar 12 Dollar (dewasa) dan 6 dollar untuk anak-anak.
Baca: Menjelajah Chicago, Kota Di Bawah Awan
Meski cukup mahal, namun ternyata kunjungan ke sini cukup sepadan bila melihat atraksi dan koleksi yang ditampilkan.
Petugas yang ramah mengizinkan pengunjung untuk mengambil foto dan video sepuasnya.
Tentu ini menjadi kesempatan yang luar biasa.
Masuk ke area dekat pintu masuk, pengunjung bisa melihat kiprah Lucius Beebe dan Charles Clegg, duo penulis dan pecinta kereta api yang menulis puluhan buku dan mengabadikan aksi lokomotif uap pada masa-masa terakhirnya.
Kiprah keduanya diabadikan dalam satu ruangan khusus.
Pengunjung bisa melihat sebagian karya mereka baik artikel, buku, maupun foto-foto kereta api mereka.
Bergeser ke bagian berikutnya, terdapat satu ruangan besar dengan diorama lokomotif uap yang diberi nama Governor Stanford di tengah ruangan.
Di sinilah, peristiwa bersejarah tersambungnya rel kereta api antara pantai barat dan timur Amerika diabadikan.
Terdapat replika prasasti, paku emas yang menandai tersambungnya rel, dan satu lokomotif yang terlibat dalam pembangunan.

Terdapat pula pojok yang didedikasikan untuk pekerja jalur dari kalangan imigran Tionghoa.
Sebab, di tangan pekerja keras inilah, hambatan proyek berupa tebing batu dan jurang bisa diatasi.
Beranjak ke ruangan berikutnya, belasan bahkan puluhan sarana kereta api mulai dari lokomotif hingga kereta dan gerbong dipajang.
Baca: Melihat Lebih Dekat Kacang Chicago yang Sukses Hadirkan Jutaan Turis Melihatnya
Namun yang cukup menarik perhatian adalah lokomotif uap "terbalik" berukuran besar di tengah ruangan.
Pada umumnya, lokomotif uap berupa boiler atau ketel di bagian depan dan kabin masinis di belakang.
Namun lokomotif uap milik Southern Pacific bernomor 4294 ini berbeda.
Kabin masinisnya terletak di depan layaknya lokomotif diesel maupun listrik.

Tujuan dibaliknya posisi kabin masinis di lokomotif ini agar masinis dan kru lainnya tidak terpapar asap pekat dari pembakaran di tungku.
Sebab, jalur rel yang dilalui loko ini yakni di pegunungan Sierra-Nevada dan Celah Donner banyak terdapat terowongan panjang.
Bila kabin masinis di belakang ketel, maka asap bisa memenuhi kabin dan berpotensi meracuni kru.
Sebanyak 20 unit lokomotif jenis ini sempat dibuat.
Sayangnya, hanya satu unit saja yang tersisa.
Uniknya, pengunjung tidak hanya bisa mengagumi dan berfoto bersama lokomotif raksasa nan panjang ini.
Disediakan pula tangga agar pengunjung bisa naik ke lokomotif.
Di sana, seorang petugas yang nampaknya pensiunan karyawan perusahaan kereta api menyambut ramah ke setiap pengunjung.

Ia dengan detil menjelaskan sejarah dan fungsi lokomotif unik ini.
Ia bahkan sigap membantu pengunjung yang ingin berpose bak masinis lokomotif uap.
Di kabin masinis, berbagai katup dan peranti kendali lainnya masih terlihat cukup utuh.
Pengelola bahkan memasang lampu oranye dan tungku yang membuat tungku seakan-akan menyala.
Turun dari lokomotif uap terbalik, pengunjung bisa melihat ada satu kereta yang "tidak seharusnya berada di museum" yakni satu kepala kereta peluru berwarna merah-emas.
Baca: Sacramento, Ibukota Negara Bagian California yang Sederhana
Di keterangan yang terdapat di papan kecil di samping kereta dijelaskan bahwa kereta tersebut merupakan pruwarupa kereta super cepat di Amerika.

Ya, meski Amerika memiliki sejarah panjang di dunia perkeretaapian, namun negara ini belum memiliki kereta layaknya Shinkansen di Jepang maupun TGV di Perancis.
Wacana pembangunan jalur kereta cepat ini juga terus bergulir meski untuk realisasinya belum terlihat.
Di samping purwarupa kereta supercepat, terdapat barisan lokomotif diesel dengan warna merah maupun oranye.
Sementara di ujung ruangan terdapat restoran yang memakai satu kereta penumpang.
Tepat di samping pintu masuk kereta restoran tersebut, terdapat tangga menuju ke lantai dua.
Ruangan lantai dua menyajikan hal yang sedikit berbeda.
Meski masih terdapat rangkaian kereta dengan lokomotif uap, namun lantai ini lebih didedikasikan untuk pecinta kereta api dan keluarganya.
Di sini terdapat rak panjang berisi beragam miniatur kereta api dan sejarahnya.
Pengunjung bisa melihat miniatur kereta api dari berbagai produsen dan pabrik.

Terdapat pula beragam lay out dengan kereta api miniatur yang berjalan.
Di ujung ruangan atas tersebut adalah barisan jendela yang ternyata menghadap meja putar yang terhubung dengan dipo kereta penumpang Central Pacific.
Dari lantai dua, pengunjung bisa turun ke tangga yang terhubung ke ruangan utama dan menuju ke pintu keluar.
Namun sebelum gerbang keluar, terdapat toko suvenir yang menyediakan beragam cindera mata; mulai dari kartu pos, buku, pin, mainan kereta api, bahkan replika paku emas yang menandai tersambungnya jalur Transcontinental.
Sungguh, museum ini tidak hanya menjadi media pembelajaran, namun juga rekreatif.(TRIBUNJOGJA.COM / Rento Ari Nugroho).