Kisah Nisan-nisan Tanpa Nama di Bekas Markas Diponegoro di Kulon Progo
Tatkala serdadu Hindia Belanda Timur dan pasukan pribuminya menyerang kawasan ini, Dekso sudah ditinggalkan penghuninya.
TRIBUNJOGJA.com, KULON PROGO - Di Kabupaten Kulon Progo terdapat wilayah bernama Dekso yang secara administratif berada di Desa Banjararum, Kecamatan Kalibawang. Tempat ini pada akhir tahun 1825 hingga pertengahan 1826, merupakan markas kedua Bendara Pangeran Harya Dipanegara (lebih dikenal dengan nama Pangeran Diponegoro) selepas Selarong.
Tatkala serdadu Hindia Belanda Timur dan pasukan pribuminya menyerang kawasan ini, Dekso sudah ditinggalkan penghuninya.
Ki Roni Sodewo yang merupakan seorang keturunan ketujuh Pangeran Dipanagara yang tinggal di Wates, Kulon Progo kepada National Geographic Indonesia mengatakan bahwa ia memiliki leluhur yang bernama Raden Mas Alip atau Ki Sadewa - putra Dipanagara dari perkawinan dengan Raden Ayu Citrawati asal Madiun.

Lukisan Ini Kisahkan Penyamaran Pangeran Diponegoro Saat Salat Jumat di Masjid Pajimatan Imogiri
Demikian menurut kisah yang dituturkan turun-temurun oleh orang tuanya.
Pada 2007 silam, Ki Roni mendirikan Ikatan Keluarga Pangeran Diponegoro, yang tujuan utamanya mengumpulkan kembali wangsa Dipanagaran yang tercerai-berai dan tak saling kenal.
“Saya ingin tempat ini dirawat supaya kita bisa mengenang tempat bersejarah ini.” Inilah makam para syuhada tak dikenal yang membantu perjuangan kakek moyang Ki Roni. Barangkali mereka yang dimakamkan di sini merupakan laskar yang tewas pada awal Perang Jawa.
Kisah Kepahlawanan Pangeran Diponegoro Dikisahkan Kembali dalam Teater Aku Diponegoro
Sayangnya, makam itu memang tak terurus dan ditumbuhi rumput liar. Batu-batu nisannya, yang hanya seukuran sejengkal tangan orang dewasa, nyaris termakan rumput.
Mereka yang binasa karena membela Dipanagara dalam Perang Jawa, namun terlupakan dalam retasan masa.
Nisan-nisan itu berbentuk limas polos, namun beberapa berhias motif tumpal sederhana. Tanpa nama, tanpa identitas apapun.
Cerita Pelukis Babad Diponegoro Alami Peristiwa Aneh di Tempat Diponegoro Ditawan, Didatangi Kijang
Tampaknya, satu batu mewakili satu orang seperti permakaman di Arabia.
Ki Roni menghitungnya sambil menunjuk satu per satu. “Jumlahnya ada 147 makam,” ucapnya. “Tapi sepertinya ada beberapa batu nisan yang hilang.”
National Geographic bertanya kepada Ki Roni, mungkinkah IKPD mengajak keluarga keturunan laskar Dipanagara untuk merawat tempat ini? “Justru keturunan laskar Dipanagara yang mengejar-ngejar saya untuk merawat,” ungkapnya.
Pengabdian Terakhir, Lukisan Babad Diponegoro Karya Gus Black yang Wah dan Sarat Makna
Kemudian dia menirukan pinta keturunan laskar Dipanagara, “Mas, mohon makam ini dirawat. Bukankah ini makan para prajurit kakek moyang Anda?”
Sebagai pendiri IKPD, selain menghimpun wangsa Dipanagaran, Ki Roni juga turut mengayomi perkumpulan-perkumpulan keturunan laskar Dipanagara.
Inilah Enam Tantangan Galuh Tajimalela Melukis Gambar Babad Diponegoro
Namun, membangun sebuah jaringan organisasi memang tidak mudah. Berbeda dengan keturunan Sang Pangeran dari Makassar atau Ambon, demikian ujar Ki Roni, keturunan moyangnya yang menghuni Kulonprogo dan perbukitan Menoreh sebagian besar adalah para petani kecil.
“Umumnya mereka adalah orang-orang susah,” ujarnya. “Mereka betul-betul tidak pernah diberi kesempatan—untuk mengetahui sejarah leluhurnya.” (*)
===
Artikel ini sudah tayang di National Geographic Indonesia dengan judul Yuk Kita Jelajahi Makam Nelangsa Laskar Dipanagara di Kulonprogo