Bantul
Pemkab Bantul Kesulitan Mendata dan Memantau Kesehatan Sapi di TPST Piyungan
DPPKP masih belum bisa mendata sapi-sapi yang berjumlah ribuan ini karena sapi dilepas untuk mencari makan sendiri di gunungan sampah.
Penulis: Amalia Nurul F | Editor: Gaya Lufityanti
Ia menambahkan, total populasi sapi di Bantul tercatat sebanyak 52.000 ekor.
Sedangkan untuk sapi yang masuk RPH setiap harinya bisa mencapai 10-13 ekor.
"Bantul memproduksi daging terbesar di DIY dan didistribusi di DIY juga. Di RPH sehari bisa sampai 10-13 (ekor) sejak RPH dibuka 24 jam," terangnya.
Baca: TPST Piyungan Masih Ditutup, Sampah di TPS Mandiri Melonjak Drastis
Sementara itu, satu dari pemilik sapi di TPST Piyungan, Narijo mengatakan, pemeriksaan kesehatan bagi sapi-sapi yang pasti hanya satu kali yakni jelang iduladha.
Selain itu, ia hanya sesekali memanggil dokter hewan jika ada sapi yang sakit.
"Kalau ada yang sakit, biasanya telepon dokter. Sama dicek (kesehatan) kalu mau qurban," kata Narijo yang memiliki delapan ekor sapi yang ia lepas di sekitar TPST Piyungan.
Narijo mengatakan, dulu, ada organisasi pemilik sapi TPST Piyungan. Kini organisasi tersebut sudah tak ada lagi.
"Dulu ada organisasi pemilik sapi sekarang sudah bubar. Karena ketuanya meninggal, jadi nggak dilanjut," tuturnya.
Katanya, saat organisasi tersebut masih ada, dulu ada pendataan soal kondisi sapi. Bahkan sapi-sapi tersebut dipantau setiap hari.
"Kalau siang ada yang jaga bergilir lihat sapi-sapi biar nggak kecelakaan," terangnya.
Kecelakaan sepeti sapi tertimbun sampah atau terkena backhoe menjadi risiko yang harus ditanggung para pemilik sapi.
Baca: TPST Piyungan Kembali Dibuka Mulai Jumat Besok
"Sudah risiko, karena sebenarnya tidak diperbolehkan sapi-sapi di sana. Tapi semua sudah paham, jadi ya sudah nggak apa-apa," tuturnya.
Hal serupa juga dikatakan oleh Kismo, warga RT 3 Dusun Ngablak, Sitimulyo, Piyungan yang dulu juga sempat memelihara sapi yang dilepas di TPST Piyungan.
Dulu, sapi milik Kismo berjumlah hingga 30 ekor.
Namun kini ia tak lagi memelihara sapi lantaran raganya yang renta tak mampu merawat sapi-sapi yang begitu banyak.
"Sudah saya jual sapi-sapi saya. Belum lama ini, belum ada setahun," kata Kismo.
Katanya, kejadian sapi mati memang sering terjadi.
"Banyak yang mati kena buldozer itu, ketimbun sampah. Ya nggak masalah," ungkapnya.
"Dulu sempat ditukar (sapinya), tapi sekarang enggak, sudah risiko," lanjutnya. (*)