Menelusuri Jejak Pu Kumbhayoni
Prasasti Pereng Kuak Tabir Siapa Penguasa Watak Walaing di Bukit Ratu Boko
Tak banyak ahli sejarah kuna berhasil menguak latar belakang dan kisah figur ini. Sementara jejak peninggalan Kumbhayoni berserakan
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
Menelusuri Jejak Pu Kumbhayoni, Tokoh Misterius di Puncak Kejayaan Medang (1)
Prasasti Pereng Kuak Tabir Siapa Penguasa Watak Walaing di Bukit Ratu Boko
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Batu andesit pipih bertulis itu terkurung ruang kaca di lantai dua gedung baru Museum Nasional, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta. Kesunyian menemaninya hari demi hari. Tak banyak pengunjung melirik koleksi ini.
Padahal, inilah batu bertulis yang menyingkap kisah samar-samar Pu Kumbhayoni, sosok penting di puncak kejayaan kerajaan Medang (Mataram) di Mamratipura. Prasasti Wukiran ini bernomer registrasi D77.

Nama Kumbhayoni tenggelam di bawah kebesaran Rakai Pikatan dan istrinya, Pramodhawardani. Keduanya mendirikan bangunan-bangunan suci hebat yang masih bertahan hingga saat ini, yaitu Candi Prambanan dan Candi Plaosan.
Tak banyak ahli sejarah kuna berhasil menguak latar belakang dan kisah figur ini. Sementara jejak peninggalan Kumbhayoni berserakan. Ada prasasti, bangunan, serta jejak tipis nama-nama daerah yang pernah jadi wilayah kekuasaannya.
Terhindar dari Petaka Kelud, Raja Srengga Dirikan Candi Palah
Misteri Candi-candi yang Saling Membelakangi, Mungkinkah Ini Petunjuk Ibukota Mataram Kuno?
Melihat Harta Karun Mataram Kuno, dari si Cantik Prajdnaparamita Hingga Mangkuk Emas Relief Ramayana
Peneliti yang memeriksa seksama sejarah Kumbhayoni bisa dihitung jari. Dua pakar sejarah kuna Mataram dari FIB UGM, Dr Djoko Dwiyanto (sudah purna tugas) dan Dr Niken Wirasanti MSi, juga tak bisa banyak berkisah tentang riwayat tokoh ini.
Niken malah membantah tesis Candi Barong atau Candi Sari Sorogedug di sebelah timur komplek situs Ratu Boko adalah bangunan peninggalan Pu Kumbhayoni, yang disebut sebagai “Bhadraloka” dalam Prasasti Wukiran.

Sementara peneliti lain dari Puslit Arkenas yang menyiapkan pemugaran Candi Barong beberapa tahun lalu, menyimpulkan candi itulah yang dimaksudkan “Bhadraloka” dalam Prasasti Wukiran. Mereka menyodorkan banyak bukti petunjuk serta intrepretasi berdasar aspek ikonografi.
Seorang yang pernah membuat penelitian secara khusus tentang Prasasti Wukiran dan Pu Kumbhayoni adalah Tres Sekar Prinanjani. Alumni FIB UI ini meneliti prasasti tersebut untuk tugas akhirnya sebagai mahasiswa jurusan arkeologi pada 2009.
Kepada Tribunjogja.com, Tres Sekar mengaku meneliti isi Prasasti Pereng secara bahasa, guna mengetahui siapa sosok Pu Kumbhayoni. Namun ia tidak meneliti dan memeriksa lebih jauh petunjuk di lapangan terkait toponimi daerah-daerah yang pernah disebut dalam prasati itu.
Prasasti Wukiran merupakan prasasti batu (upala praśasti) berbentuk blok andesit. Puncaknya setengah lingkaran atau membulat. Secara keseluruhan, prasasti Wukiran mempunyai tinggi 84 cm yang diukur dari bawah hingga hingga ujung puncak prasasti.
Berita menarik lainnya :
Tinggi bagian badan prasasti adalah 71,5 cm dan bagian puncak 12,5 cm. Panjang prasasti adalah 35,5 cm dengan ketebalan batu yang berbeda yaitu antara 10-12 cm. Prasasti Wukiran ditemukan di Desa Pereng, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jateng pada 1890.
Karena lokasi penemuan di Dusun Pereng, ia juga kerap disebut Prasasti Pereng. Tempat ini terletak di lereng bukit antara kompleks Keraton Ratu Boko dan Candi Sojiwan, sekitar dua kilometer selatan Candi Prambanan.